QUESTIONS BOOK ( page 63 )


Aku ingin kau berubah pikiran
Aku ingin kau berbalik
Dan mengatakan bahwa kau menyerah
Bahwa kau tidak sanggup
Rasa itu terlalu menyiksa
Sesak itu sungguh menyakitkan
Kau tak mampu lagi melawannya
Aku ingin kau mengakui
Bahwa kau butuh aku
Bahwa selama ini kau salah memutuskan
Aku ingin kau mengatakan
Bahwa kau tidak siap
Tenang, sayang
Aku akan ada di sini
Menerima keadaanmu apa adanya
Selalu menunggumu dengan setia
Walau kau coba mengesampingkanku
Menganggapku tidak ada
Atau bahkan tak menyadari keberadaanku
Aku di sini.

060612 ~Black Rabbit~

THE HOBBIT: AN UNEXPECTED JOURNEY


Saya adalah pecinta karya J.R.R. Tolkien yang satu ini. Saya sudah membaca novel ini sejak SMA, kira-kira lebih dari dua belas tahun yang lalu dan sampai sekarang saya sangat mengidolakan sang penulis dan novel ini. Bahkan saya lebih menyukai kisah Bilbo Baggins jika dibandingkan dengan kisah Frodo Baggins di trilogy Lord Of The Ring (LOTR). Karena itulah sewaktu saya mendapat kabar bahwa The Hobbit akan difilmkan ke layar lebar, saya sangat senang dan langsung tidak sabar menunggu film ini diputar di bioskop-bioskop Indonesia.
Tentu, karena LOTR sudah sangat terkenal di seluruh dunia dan mendapatkan begitu banyak penghargaan pula, kisah The Hobbit yang merupakan prekuel trilogy ini sudah pasti sangat ditunggu-tunggu oleh para penggemarnya. Tidak heran jika Peter Jackson yang sudah menyutradarai begitu banyak film-film berkualitas, seperti King Kong, District 9, The Adventures Of Tintin dan juga termasuk ketiga film LOTR sebelumnya, berani menyutradarinya.
Film ini menceritakan mengenai kisah seorang Hobbit bernama Bilbo Baggins (Martin Freeman), paman dari Frodo Baggins, yang diundang melakukan petualangan oleh seorang penyihir bernama Gandalf (Ian Mckellen). Penyihir ini dengan sengaja memberi tanda pada pintu rumah Bilbo Baggins sehingga para Dwarves datang ke rumahnya. Ketiga belas Dwarves ini bernama Dwalin, Balin, Fili, Kili, Dori, Nori, Ori, Óin, Glóin, Bifur, Bofur, Bombur dan Thorin. Mereka dipimpin oleh Thorin Oakenshield (Richard Armitage) yang merupakan keturunan langsung dari raja Erebor, berencana melakukan perjalanan untuk merebut kembali harta benda mereka dari seekor naga bernama Smaug yang telah merebut semua itu dan memaksa mereka pergi dari tanah kelahiran mereka sendiri. Tapi untuk melakukan perjalanan itu mereka harus mencari anggota keempat belas, yang bisa membantu mereka masuk ke dalam Lonely Mountain secara diam-diam. Maka dipilihlah Bilbo Baggins, walaupun dengan cara yang tidak cukup menyenangkan untuk sang Hobbit.
Akhirnya petualangan mereka pun dimulai, yang ternyata tidak berjalan dengan cukup mulus. Di tengah perjalanan mereka bertemu dengan para Troll yang hampir saja berhasil menjadikan mereka menu makan malam. Lalu mereka juga harus menghadapi pasukan Orc yang dipimpin oleh seorang Orc bernama Azog yang menunggangi Warg berwarna putih. Orc tersebut berniat untuk membalaskan dendamnya kepada Thorin yang telah memenggal tangan kirinya. Belum lagi mereka terjebak di gua bawah tanah para Goblin yang juga ingin menjadikan mereka santapan yang lezat. Sepanjang perjalanan itu mereka semua diuji niat, keberanian dan kekuatan masing-masing. Termasuk Bilbo Baggins yang belum pernah pergi meninggalkan liangnya sama sekali. Tapi Bilbo sama sekali tidak menyadari bahwa petualangannya kali ini bukan saja mengubah masa depannya, tapi juga mengubah masa depan keluarganya.
Seperti yang saya bicarakan sebelumnya, kisah The Hobbit adalah salah satu kisah adaptasi novel yang paling saya tunggu-tunggu untuk muncul di bioskop. Karena itu besar harapan saya bahwa film ini akan menjadi sebuah karya yang tidak kalah fenomenalnya jika dibandingkan dengan LOTR. Tapi jujur saja, saat saya mendapat kabar bahwa film ini akan dibagi menjadi tiga seri, saya langsung merasa sedikit kaget dan khawatir. Pasalnya novel The Hobbit sendiri tidaklah terlalu tebal (hanya 348 halaman saja untuk versi bahasa Indonesia nya) dengan kisah yang padat dan alur yang mengalir cukup cepat. Saya jadi bertanya-tanya: apa yang bisa disajikan menjadi tiga bagian untuk film yang berdasarkan pada buku yang tidak terlalu tebal seperti itu? Saya rasa jika dibagi menjadi dua bagian saja, itu sudah cukup.
Ternyata kisah ini disajikan dengan begitu hati-hati. Bukan hanya latar belakang Thorin diceritakan dengan sangat detail, bahkan kisah Bilbo baggins yang sedang menulis buku The Hobbit itu sendiri diceritakan dengan cukup panjang, termasuk menghadirkan tokoh Frodo yang sebenarnya tidak muncul sama sekali di novelnya. Pertemuan para Dwarves dan Elves juga pertemuan Gandalf dan Saruman pun diceritakan dengan terlalu mendetail sehingga terkesan membosankan. Mungkin detail yang satu ini dimunculkan untuk memberikan efek berkesinambungan antara kisah The Hobbit dan LOTR. Kisah peperangan yang dihadirkan juga tidak terlalu banyak, hanya disajikan di awal cerita saja. Sedangkan sisanya adalah adegan kejar-kejaran keempat belas petualang guna melarikan diri dari musuh-musuh mereka.
Tapi dibalik semua itu, perwujudan kota-kota Middle-Earth memang sangat menawan dan memanjakan mata, apa lagi dengan format 3-D yang tersedia. Keindahan ini membuat semua penonton pasti berdecak kagum dan melupakan kebosanan mereka sejenak. Apa lagi jika melihat penampilan Gollum yang sangat menawan. Sekali lagi, Andy Serkis sangat berhasil memerankan sosok Gollum yang menyeramkan tapi juga menyedihkan dan mengundang banyak simpati penonton.
Permainan teka-teki antara Bilbo dan Gollum tentunya adalah salah satu scene yang sangat memorable, termasuk saat ketiga belas Dwarves menyanyikan lagu ‘Misty Mountain’ mereka yang sangat indah itu.
Secara keseluruhan, kisah The Hobbit: An Unexpected Journey ini cukup fenomenal dan merupakan awal petualangan yang cukup menarik untuk ditonton. Paling tidak, para penonton diberi satu lagi film seri yang patut ditunggu kehadirannya di bioskop setelah seri Harry Potter dan Twilight tamat pada tahun ini. Dan semoga saja kedua seri berikutnya pun tidak akan mengecewakan.

171212 ~ Black Rabbit ~

Berkompromi


Waktu seolah berhenti. Dan saat kau selesai mengatakannya, giliran jantungku yang berhenti berdetak.
Sial, aku pasti salah dengar.
Aku baru saja menghabiskan tenagaku beberapa hari belakangan ini, memukuli sandsack di arena latihan. Aku tidak bisa berada di atas ring, tidak ada satu orang teman pun yang mau menemaniku berlatih. Kata mereka emosiku sedang tidak stabil, itu bisa membahayakan keselamatan mereka. Yeah, benar, seolah aku sama sekali tidak menyadarinya saja. Walaupun begitu aku sungguh menikmati keringat yang mengalir deras selama berlatih, tak peduli seberapa sakitnya tanganku yang memukul sandsack tanpa sarung tangan. Tapi latihan itu pastilah telah berpengaruh pada telingaku. Kalau tidak, bagaimana mungkin aku bisa salah mendengar kata-kata yang kau ucapkan, yang selama ini tidak pernah luput dari pendengaranku sedikit pun?
Tanganmu terlihat mengerikan, itu yang kau ucapkan saat akhirnya kita bisa bicara berdua saja, berhadapan, satu situasi yang tidak akan bisa kita dapatkan jika tidak kita ciptakan sendiri.
Saat itu aku hanya bisa tertawa kecut, menolak ikut meringis karena menyetujui punggung tanganku yang memerah dan berdenyut menyakitkan. Rasa sakit itu hanya mengingatkan kembali kepada alasan kenapa aku melakukannya.
Laki-laki itu memang harus banyak lukanya, itu jawabku sambil tertawa, lebih kepada diriku sendiri.
Dan setelahnya aku mendengar kata-kata itu, kata-kata yang aku kira bukan berasal dari mulutmu.
Aku dilamar.
Dan petir menyambar begitu keras di dalam tempurung kepalaku, membuatku yakin telingaku pastilah benar-benar bermasalah akibat latihan thaiboxing yang terlalu keras tanpa tujuan jelas yang selama ini aku lakukan.
Bagaimana mungkin kau bisa mengatakannya seolah itu adalah berita prakiraan cuaca untuk hari ini?
Ada senyum kecil menghiasi bibirmu setelah itu. Bukan senyum penuh kegembiraan, tapi senyum yang seolah mengatakan bahwa kau sendiri meragu apakah harus merasa senang atau sedih. Dan aku hanya bisa berdecak lemah, berharap kau tidak terlalu jelas mendengarnya sekaligus berharap kau benar-benar mendengar itu.
Aku kecewa.
Rasanya seperti dikhianati oleh seseorang yang telah aku beri kedudukan yang jauh lebih special dari pada yang aku inginkan di dalam hatiku. Aku sudah pernah merasakannya, memang begitu sakit, tapi kali ini rasa sakitnya berkali-kali lipat. Seolah sebuah pisau telah menancap di luka yang sama untuk kedua kalinya. Di luka yang aku kira telah berhasil disembuhkan oleh keberadaanmu.
Kapan? Tanyaku, tak bisa lagi mengerti untuk apa menanyakan hal itu.
Lima bulan lagi.
Ada sebuah petir lain yang menyambar di dalam tempurung kepalaku. Astaga, apakah aku harus memecahkan sendiri tempurung kepalaku ini agar efek itu berhenti mengulang?
Aku menutup kedua mataku dengan frustasi. Jantungku mulai berdetak lagi setelah sempat berhenti beberapa waktu yang lalu. Tapi kini gerakannya terlampau cepat, membuatku sesak napas. Aku tidak punya cukup waktu untuk mengobservasi jantungku dan yakin jantung itu tidak gagal melakukan fungsinya. Dia sedang berada di hadapanku, di suatu kesempatan langka di mana kami bisa berbicara berdua saja.
Tapi bagaimana aku harus menanggapinya? Sekarang lidahku yang berubah kelu.
Kamu sudah yakin?
Ini pastilah pertanyaan yang tidak pernah disangkanya akan aku tanyakan. Setelah mendengar aku yang bertanya dengan suara tersumbat yang aneh itu, dia terdiam. Sekarang lidahnya yang berubah kelu, dan diam-diam aku tertawa senang.
Sudah seharusnya dia merasa tidak yakin. Apa lagi dengan kehadiranku selama ini. Seharusnya sudah sejak lama dia menerima uluran tanganku, tawaran yang sudah aku berikan selama beberapa waktu, tak peduli sosok lain yang berdiri melindunginya di belakang. Karena—demi Tuhan, aku jauh lebih baik dari pada orang itu!
Ada begitu banyak mata yang menunggu mataku menemukan mereka. Ada begitu banyak hati ataupun tubuh yang akan diberikan dengan suka rela bagiku jika saja aku ingin memintanya. Your Mr. Right, begitu mereka menjulukiku. Dan kau pun setuju dengan julukan itu. Benar, aku mendengar kau mengucapkannya, aku tidak akan bisa melupakan moment itu.
Tapi bagaimana kau bisa tidak bertindak seperti wanita-wanita lain itu? Kenapa kau malah memilih untuk mendekat secara perlahan tapi lalu menjauh begitu aku ingin menyambutmu? Mengapa kau bertingkah seperti seekor merpati yang begitu sulit ditangkap tapi begitu ingin aku tangkap. Aku kira ada yang salah darimu, yang melepaskanku begitu saja untuk gadis lain sementara matamu berkata lain. Dan aku kira ada yang salah dalam diriku, yang begitu menginginkan milik orang lain dan menganggap orang lain itu hanyalah remah roti. Aku akan membiarkan merpati sepertimu menangkap remah roti itu karena aku tahu kau akan selalu kembali kepadaku, pemilik remah roti yang sebenarnya.
Tapi ternyata aku salah, kau dilamar orang lain.
Bagaimana mungkin kau bisa menikah dengan orang lain setelah aku begitu menginginkanmu? Aku tahu semua itu adalah takdir, yang menempatkan diriku pada posisi ini dan bertemu denganmu yang membuatku merasa berada pada waktu dan tempat yang salah.
Jika saja aku bisa bertemu denganmu lebih dulu, pada situasi di mana tidak ada dinding tebal berlabel ‘kekasih’ yang berada di sisimu, menghalangi kita berdua. Aku yakin kau tidak akan mengangguk untuk menjawab pertanyaan terakhirku tadi setelah terdiam cukup lama. Pandangan matamu mengatakan bahwa kau tidak pernah menyangka akan menerima pertanyaan semacam itu dari mulutku. Tapi kau pikir tanggapan macam apa yang bisa aku berikan selain itu?
Dan apa maksud jari kelingking yang kau julurkan itu? Janji, kau tidak akan berubah, itu katamu? Bagaimana mungkin aku tidak akan berubah? Bagaimana mungkin aku akan diam saja dan membiarkan orang lain mengambil kebahagiaanku untuk kedua kalinya? Apa kau sudah gila?
Tapi senyummu penuh penyesalan dan permintaan maaf sekaligus. Aku melihat pergulatan batin yang kau alami juga dari sorot matamu itu. Dan jam tangan yang masih melingkar di lenganmu itu? Bukankah itu adalah jam tangan pemberianku yang tidak pernah menghilang dari tempat di mana aku memberikannya kepadamu beberapa waktu yang lalu? Keberadaannya yang masih belum tergantikan membuat aku yakin bahwa kau memikirkan hal yang sama denganku. Aku tidak tahu sebanyak apa, aku tidak yakin apakah pergumulan batinmu melebihi pergumulan batinku sendiri. Tapi, itu sudah cukup.
Ada sebuah sorot penderitaan yang sama pada matamu, dan aku tahu ada setitik harapan di sana. Harapan di mana akulah yang mengalungkan liontin tanda pengikat di lehermu, bukan orang lain.
Itu cukup adil.
Aku tidak tahu bagaimana akhirnya nanti, tapi aku yakin suatu saat nanti akan ada masa ketika kita tidak perlu berpura-pura lagi. Kan dan aku, kita akan saling terbuka.
Jadi, aku akan menyerah untuk saat ini, untuk mempertahankan situasi ambigu kita dan menikmati sorot mata penuh harapan dan kebimbangan yang akan terpancar setiap kali aku mengulang pertanyaan itu:
Apakah kau yakin?

060612 ~Black Rabbit~

Questions Book ( page 62 )


Lagi
Perasaan itu datang lagi
Dengan begitu kuatnya
Dengan begitu mengebu
Semua hanya dihantarkan oleh sebuah pertemuan
Seolah mata kita dapat saling berbicara
Dan tubuh saling menyambut dan memeluk
Berusaha menumpahkan segala kerinduan
Yang baru terasa setelah benar-benar bertemu
Tapi kenyataannya berbeda
Kau di sana
Aku di sini
Terpisah jarak
Dengan kedua tangan seolah terbelenggu
Dan hati yang berjuang sekuat tenaga
Untuk menepis keinginan berlari ke arahmu
Padahal apalah arti jarak itu
Jika hanya dengan satu langkah dapat terhapus
Tapi jarak itu terhalang tembok tebal
Yang tak kasat mata tapi kokoh tak tertembus
Yang menghancurkannya berarti menghancurkan aku, menghancurkan kita
Jadi ku biarkan bayangan kita melebur
Bersatu seolah raga kita benar-benar menyatu
Melepas rindu seolah mereguk kebahagiaan sejati
Biarkan mereka…
Dua bayangan melepas rindu.

060112 ~Black Rabbit~

Questions Book ( Page 61 )


Kalau saja hidup bisa begitu sederhana
Tanpa tuntutan
Tanpa rintangan
Tanpa halangan
Aku yakin akan bisa melaluinya dengan lebih baik
Tidak seperti ini
Aku harus membunuh agar bisa hidup
Aku harus menyerang agar bisa bertahan
Aku harus berdosa agar bisa menjadi malaikat
Aku tidak tahu jika hidup serumit ini
Mengapa menjadi baik tenyata mustahil
Melakukan kebaikan seolah menjadi tantangan tersendiri
Seolah menjadi malaikat hanyalah mimpi kosong anak kecil
Dan Lucifer barulah seorang penyelamat
Apa jadinya dunia ini?
Jika niat baik malah ditertawakan
Dan keegoisan di agung-agungkan
Akankah ada masa depan yang lebih baik?
Jika bernapas saja sulit
Dan menjadi diri sendiri adalah aib
Aku ingin memberontak
Tapi bahkan sebelum berteriak, mulutku telah dibungkam
Oleh sesuatu yang disebut kekuasaan
Aku ingin berteriak pada dunia
Tapi bahkan sebelum berhasil, mereka telah menutup telinga rapat-rapat
Dengan sesuatu yang disebut diskriminasi
Aku ingin berlari, menjauhi segalanya
Tapi bahkan sebelum bergerak, kakiku telah dibelenggu
Oleh sesuatu yang disebut kewajiban
Dan coba lihat
Ketika aku ingin menuntut apa yang telah menjadi hakku
Mereka kembali mematahkan segala usaha bahkan sebelum aku memulainya
Dengan sesuatu yang dengan kejamnya mereka sebut sebagai takdir
Aku ingin memaki
Persetan dengan semua itu
Masa bodoh dengan segalanya
Aku hanya terus mencoba untuk hidup
Yang aku lakukan selama ini hanyalah mencoba bertahan hidup
Dan mencoba menggali sedikit rasa dihargai
Itu saja.

281111 ~Black Rabbit~

FAJAR PERTAMA ( a postcard )


Seorang teman pernah bertanya kepadaku: apakah kau sudah merasa bahagia?
Saat itu aku hanya tertawa dan memukulkan kepalan tanganku ke arah lengannya tanpa benar-benar memberikan jawaban. Bukan karena aku menganggapnya sedang bercanda, tapi karena aku tidak menemukan jawabannya. Paling tidak, belum.
Itu adalah pertanyaan yang diajukan kepadaku beberapa waktu yang lalu. Sudah cukup lama. Dan sekarang secara tiba-tiba aku mengingatnya kembali. Aku tidak yakin apakah aku sudah menemukan jawabannya, tapi kali ini aku sedang bersama dengan seseorang yang mungkin saja bisa memberikan jawaban itu untukku.
Seseorang itu adalah kamu, yang sedang terlelap di sampingku, bernapas dengan teratur dan kelihatan begitu nyenyak. Rambutmu yang berwarna hitam panjang tergerai begitu saja, jatuh menutupi bantal yang kau gunakan dan menutupi sebagian dahimu dengan manis. Kedua matamu yang besar tertutup, menyisakan bulu mata lentik untuk kukagumi. Bibirmu yang tipis melengkungkan senyum, seolah tidur nyenyakmu telah menghadiahkan sebuah mimpi indah sehingga senyum itu merekah di bibirmu. Kulit putihmu tertutupi selimut tebal yang melindungimu dari udara dingin fajar yang baru saja terbit.
Aku memandangimu dalam diam, tidak berani bergerak agar tidak membangunkanmu. Tapi aku tidak bisa mencegah tanganku untuk menyentuhmu, mengagumimu sekaligus meyakinkan hatiku bahwa kamu adalah nyata. Aku hanya ingin menyakini diriku sendiri bahwa kamu adalah tulang rusukku yang hilang. Kamu adalah mimpi indah yang mewujud menjadi nyata bagiku. Dan pagi ini aku terbangun dari tidur nyenyakku dan menemukan kamu, bidadariku, berada di sampingku sebagai istriku.
Aku tidak tahu apakah ini yang disebut kebahagiaan sejati. Tapi melihat wajahmu yang cantik dan begitu damai saat pertama kali aku membuka mata setiap pagi adalah salah satu bukti nyata bahwa aku telah merasakan kebahagiaan itu. Kebahagiaanku telah mewujud dalam dirimu, hanya kamu. Itu saja sudah cukup bagiku.

TIPS NULIS #13: MULAILAH


Setelah menyajikan begitu banyak tips nulis untuk kalian selama beberapa waktu, kini tiba saatnya bagi saya untuk memberikan tips nulis terakhir.

Selama ini tips nulis yang saya berikan lebih pada seputar teori menulis. Well, semua orang bisa menulis teori-teori itu, tapi jika kita tidak mempraktekkannya secara langsung maka semua teori itu hanya akan terlupakan begitu saja. Jadi, dari semua tips nulis yang telah saya berikan, tips nulis terakhir inilah yang paling penting, yaitu: mulailah menulis.

Setelah memahami semua teorinya, maka ambil buku dan pulpenmu, atau hidupkan computer atau laptopmu dan mulailah menulis. Lupakan sejenak semua teori itu, biarkan jari dan otakmu menari bersama untuk menghasilkan sebuah karya. Pilih tema yang paling ingin kamu eksplore, pakai tokoh favoritemu, berikan konflik paling menarik yang bisa kamu pikirkan dan selesaikan cerita itu sesuai dengan keinginanmu.

Bingung untuk memulai? Gunakan rumus menulis 5W-1H yang sudah kita pelajari dan temukan titik di mana kamu ingin memulai. Atau tiba-tiba berhenti menulis di tengah jalan? Obati ‘writers block’-mu dengan cara menyegarkan pikiran dan matangkan lagi kerangka ceritamu. Gunakan waktu luangmu untuk membaca, perkaya kosa katamu dengan bermacam-macam bacaan bermutu dan terus percantik diksimu. Jangan lupa untuk memberikan shocking scene yang menarik untuk menjaga ketertarikan pembaca dan dewasakan skill menulismu sehingga kamu yakin dan tahu benar apa genre yang paling cocok untukmu.

Oh iya, ada satu hal lagi yang penting untuk dipersiapkan sebelum menulis, yaitu: niat. Coba tanyakan pada dirimu sendiri: apa tujuanmu menulis? Apakah untuk membuktikan diri kepada teman-teman? Mendapatkan tambahan penghasilan? Curhat? Menjadi terkenal? Menghabiskan waktu luang? Apa pun alasannya, yang jelas niat ini akan bisa membantumu saat akhirnya kembali mengalami ‘writers block’.

Lagi pula, dengan niat yang kuat, kita tidak akan melupakan kegiatan menulis hanya karena ‘tidak punya waktu’. Menurut saya itu bukanlah sebuah alasan. Jika memang ingin menulis, bagaimana pun caranya dan di mana pun tempatnya, kita dapat melakukannya. Apa lagi di zaman serba modern sekarang ini, menulis tidak perlu lagi menggunakan buku dan pulpen saj. Kita bisa menulis di handphone, i-pad atau laptop super mini dan slim yang gampang dibawa.

Waktu untuk menulis itu tidak perlu dicari, tapi diciptakan. Disiplinkan dirimu untuk menulis dengan baik dan berkualitas. Saya tidak memaksa kalian untuk menulis setiap hari, saya pribadi tidak bisa melakukannya, tapi saya lebih menyarankan untuk menulis saat kita benar-benar ingin menulis. Dan jangan lupa untuk terus mengasah kemampuan kita. Jangan cepat merasa puas dan jangan cepat putus asa. Temukan ciri khas dan rasa percaya dirimu lalu berjuanglah untuk menembus penerbit dan pasar dengan karya terbaik.

Tidak ada hal yang instan di dunia ini, begitu juga dengan buku best seller atau penulis terkenal. Ingat, semua butuh proses dan proses itulah yang menentukan kualitas. Terus berkarya, jangan menyerah, sempurnakan karakteristikmu dan taklukkan dirimu sendiri.

Terima kasih banyak untuk kalian yang setia membaca rublik Tips Nulis ini sampai episode terakhir ini. Semoga apa yang coba saya bagi selama ini dapat berguna, karena untuk saya pribadi, rublik ini bahkan jauh lebih bermanfaat lagi bagi perkembangan dan pembelajaran saya sebagai seorang penulis.

Jadi, mari melangkah dan belajar bersama. Selamat berjuang! (^_^)

300612 ~Black Rabbit~

TIPS NULIS #12: PILIH GENREMU

Setelah kita mempelajari tips dan trik dalam menulis, kini saatnya kita membahas mengenai macam-macam genre dalam menulis. Sebenarnya ada begitu banyak jenis karya tulis dan kesemuanya memiliki spesifikasi tersendiri. Tapi pada kesempatan ini saya akan coba mengelompokkan genre secara umum saja.

Karya tulis popular terdiri dari dua jenis yang sudah begitu dikenal setiap orang, yaitu: fiksi dan non-fiksi. Karya tulis fiksi adalah karya yang ditulis berdasarkan imajinasi dan pemikiran penulisnya sehingga ada kemungkinan kejadian-kejadian yang dituliskan tidak pernah benar-benar terjadi atau mengalami dramatisasi dari penulisnya sendiri. Sedangkan karya tulis non-fiksi adalah bentuk tulisan yang disusun berdasarkan kisah nyata yang benar-benar terjadi, contohnya otobiografi.

Karya tulis fiksi juga terdiri dari beberapa jenis. Misalnya: novel, yang merupakan karya tulis paling panjang; novella, yang tidak sepanjang novel; cerpen, yang lebih pendek dari pada novella; hingga flash fiction, yaitu sebuah karya tulis super singkat.

Setiap karya tulis juga memiliki genre yang bermacam-macam. Pada zaman modern ini, genre-genre tersebut biasanya terdiri dari:
1.       Teenlit
Genre ini mencakup pangsa pasar generasi muda, biasanya adalah anak-anak SMP dan sebagian SMU. Tema yang dipakai biasanya sangat ringan, seputar kisah percintaan dengan teman sekelas, pencarian jati diri, pergaulan anak muda atau persaingan di lingkungan sekolah. Gaya bahasanya pun sangat santai dan terkadang menggunakan bahasa gaul.

2.       Chicklit
Ini genre yang sedikit lebih dewasa dibandingkan teenlit. Biasanya pangsa pasarnya mencakup anak SMU, Mahasiswa dan pegawai muda. Tema yang diambil pun sedikit lebih rumit, melibatkan penemuan jati diri, kisah cinta yang rumit atau kehidupan perkantoran. Tata bahasa yang dipakai juga sedikit lebih dewasa dan konfliknya pun sedikit lebih rumit.

3.       Romance
Ini adalah genre dengan tema kisah cinta yang ditujukan untuk kalangan dewasa. Biasanya menggunakan tokoh, konflik, bahasa dan tema yang jauh lebih berat dari pada genre teenlit dan chicklit.

4.       Komedi
Genre ini umumnya disukai semua kalangan, walaupun ada beberapa genre komedi yang ditujukan khusus untuk dewasa. Biasanya menggunakan bahasa gaul dengan cara penulisan yang ringan dan konflik yang konyol.

5.       Misteri
Nah, genre yang ini adalah genre yang tidak umum. Biasanya mencakup pangsa pasar yang lebih dewasa dengan tema yang penuh dengan kisah teka-teki dan menggundang rasa penasaran. Konfliknya pun membingungkan dan menggunakan tokoh-tokoh yang tidak biasa, misalnya seorang detektif.

6.       Horor
Kalau yang ini adalah genre yang paling tidak saya sukai karena biasanya menceritakan kisah seputar makhluk halus atau sesuatu yang tidak bisa dipikirkan dengan akal sehat atau bahkan tidak pernah terpecahkan. Saat ini genre horror juga bisa ditulis bagi berbagai kalangan dan usia, walaupun level konflik dan temanya tetap disesuaikan.

7.       Inspiratif
Kalau genre yang satu ini sering kali disamakan dengan otobiografi, padahal dua genre ini berbeda, loh. Otobiografi adalah kisah hidup seseorang yang dituliskan apa adanya ke dalam sebuah buku, sedangkan kisah inspiratif adalah cerita yang didasarkan pada kisah nyata seseorang dengan bumbu fiksi di dalamnya.

8.       Fantasi
Nah, ini dia genre favorit saya. Sesuai dengan namanya, genre ini adalah karya tulis yang dihasilkan murni dari imajinasi penulisnya. Semua tokoh, kisah, konflik dan bahkan lokasi dan latar belakangnya didapat dari kebebasan sang penulis untuk berimajinasi. Semua kalangan memiliki kisah fantasi mereka masing-masing, termasuk dongeng untuk anak kecil.

Nah, itu dia sebagian genre popular yang banyak beredar di toko buku saat ini. Setiap genre memiliki spesifikasi yang lebih detail lagi, tapi biasanya spesifikasi itu hanya dibedakan oleh detail kecil saja. Oh iya, masih ada banyak jenis karya tulis lain yang belum saya sebutkan, misalnya fanfiction, esai, puisi dan lainnya. Dunia sastra Indonesia memang begitu luas dan kaya ragam, kita seharusnya bangga dapat menghasilkan, walaupun, satu dari begitu banyak jenis.

Jadi, sudah menentukan genremu? Well, apa pun genre yang kamu pilih, pastikan saja kamu menulisnya dengan senang dan tanpa paksaan, karena semua hal yang kita lakukan dengan hati, pastinya akan menghasilkan yang terbaik.

So, selamat menulis, yah! (^_^)

230612 ~ Black Rabbit~

TIPS NULIS #11: PLOT/ALUR


Banyak sekali teman yang kebingungan untuk membedakan antara alur dan plot. Sekarang, kita coba untuk membahas tema yang satu ini, yuk!

Sebenarnya alur dan plot adalah dua hal yang sama. Keduanya adalah jalan cerita yang bertugas ‘membawa’ tokoh kita melewati berbagai konflik sampai ending. Tapi ada juga beberapa orang yang membedakan keduanya. Jika alur lebih merupakan kronologis cerita dari bab awal sampai ending, maka plot adalah perkembangan tema yang melibatkan hukum sebab-akibat sehingga menimbulkan konflik. Di mana perkembangan konflik yang berkesinambungan akan membawa tokoh kepada ending cerita, yaitu penyelesaian konflik yang terjadi di awal bab.

Intinya sama saja, alur dan plot adalah kerangka cerita, tahap-tahap yang dilalui tokoh untuk mencapai ending.

Jika pada Tips Nulis #8 tentang ‘Bermain Alur’ yang sudah dibahas sebelumnya saya menerangkan bagaimana perjalanan alur yang bisa dipilih setiap penulis untuk dituangkan dalam naskahnya, maka kali ini saya akan mencoba membahas kerangka plot/alur yang biasanya terbentuk.

Sebuah novel yang utuh biasanya memiliki beberapa bagian cerita, yaitu: bab awal/perkenalan, konflik, klimaks, anti klimaks dan ending. Unsur-unsur tersebut tidak perlu disusun secara sistematis, semua tergantung kreatifitas dan tujuan tertentu yang ingin disampaikan penulisnya. Tapi biasanya, kelima unsur tersebut adalah unsur dasar yang wajib ada dalam satu novel utuh.

Bab awal atau bab perkenalan adalah bab di mana pembaca diajak untuk mengenal para tokoh yang ada. Bagaimana sifat mereka, keadaan fisik mereka, karakter mereka dan hubungan mereka dengan para tokoh lainnya.

Sedangkan konflik adalah bab di mana para tokoh mulai mengalami masalah, mulai mempertanyakan segala hal dan mengalami pergulatan batin. Seberapa rumit konflik yang ingin disajikan tergantung kepada seberapa banyak penulis ingin para pembaca terlibat ke dalam kehidupan para tokoh.

Lalu semua konflik akan memuncak pada klimaks, di mana para tokoh dihadapkan pada sebuah pilihan dan harus menentukan keputusan.

Dan apa yang dibahas pada bab anti klimaks? Pada anti klimaks semua permasalahan yang belum terselesaikan dapat diselesaikan pada bab ini. Termasuk berbagai penjelasan yang mendasari sang tokoh mengambil keputusan pada bab klimaks sebelumnya.

Dan akhirnya pada bab ending para tokoh sudah ‘matang’ dan berhasil menjadi seseorang yang lebih baik dari pada tokoh yang diperkenalkan pada awal bab.

Se-simpel itulah cara menyusun plot/alur, sama persis seperti kita menyusun kerangka cerita. Sisanya tergantung pada kreatifitas kita mengolah tema menjadi kisah yang menarik untuk diikuti serta pemilihan kata atau diksi yang tepat dan cara berdeskripsi yang lancar dan menarik.

Apa kesulitan yang biasanya paling menghambat saat menyusun plot/alur?

Biasanya, tema yang lemah dan konflik yang terlalu simpel dapat membuat kita mengalami Writers Block (untuk mengetahui tips tentang Writers Block, silahkan baca Tips Nulis #1). Karena itu cobalah pilih tema yang unik tapi kuat dan menarik untuk dibahas. Konflik yang kita hadirkan juga haruslah bisa membuat penasaran dan sulit ditebak. Jangan memilih konflik yang ‘terlalu sinetron’ sehingga membuat pembaca bosan atau dapat dengan mudah memperkirakan endingnya.

Tapi bagaimana jika kita memang memilih tema dan konflik yang sudah sangat umum? Kalau begitu, pilihlah metode menulis yang tidak biasa. Misalnya menggunakan alur mundur, menyajikan tokoh yang memiliki karakter yang tidak biasa atau bercerita melalui media lain.

Sebagai contoh, kalian bisa menelaah karya-karya Meg Cabot. Saya pribadi adalah penggemar berat author yang satu ini, karena Meg Cabot bisa menuangkan tema cerita yang sederhana/umum ke dalam media bercerita yang tidak biasa. Misalnya pada serial ‘Pricess Diaries’-nya. Pada kesepuluh novel teenlit tersebut, Meg Cabot menceritakan kisah gadis remaja kutu buku biasa yang sering menerima ejekan dari teman-teman sekolahnya. Padalah dia adalah pewaris kerajaan sebuah Negara kecil di benua Eropa. Temanya begitu simple dan konflik yang dialami para tokohnya pun merupakan konflik khas anak muda yang banyak dibahas pada novel teenlit lainnya. Bedanya, Meg Cabot menggunakan media buku harian sehingga hal sederhana tersebut dapat dibaca dengan cara unik dan berbeda.

Cara seperti ini sangat boleh kita tiru, loh. Kita bisa menggunakan media apa saja untuk menulis, asalkan tema tetap kuat, cara penyampaian tetap berkarakter dan disusun dengan baik. Gampang, kan?

Jadi, coba telaah lagi naskah kalian, apakah unsur-unsur tersebut sudah tercantum di dalamnya? Jika belum, segeralah mulai menyusun kerangkanya dan mulailah berkreasi, dengan begitu tidak akan ada hal yang tidak mungkin untuk dilakukan dalam menulis.

170612 ~Black Rabbit~

TIPS NULIS #10: BERDESKRIPSI


Kali ini kita akan membahas tentang deskripsi. Apa yang dimaksud dengan deskripsi, bagaimana melakukannya dengan baik dan apa hubungannya terhadap naskah kita? Coba kita bahas.

Di salah satu blog seorang teman terdapat pengertian deskripsi cerita yang paling tepat menurut saya. Di sana dikatakan: ‘Deskripsi adalah salah satu jenis karangan yang melukiskan suatu objek sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sehingga pembaca dapat melihat, mendengar, merasakan, mencium secara imajinatif apa yang dilihat, didengar, dirasakan dan dicium oleh penulis tentang objek yang dimaksud.’ (sumber: aipin apud-blog http://iaibcommunity.wordpress.com/2008/04/22/paragraf-deskriptif)

Penjelasan itu sudah sangat jelas menerangkan apa yang dimaksud deskripsi dalam menulis. Menulis secara deskriptif berarti menceritakan dengan sedetail-detailnya apa yang dilihat dan dirasakan tokoh yang kita ciptakan kepada pembaca. Ini bisa berarti menjabarkan setting lokasi di mana sang tokoh berada atau emosi yang sedang dirasakannya, atau juga gabungan keduanya.

Kedengarannya mudah sekali, yah. Tapi apakah memang semudah itu melakukannya? Well, ternyata tidak semudah itu, loh. Beberapa teman sering mengeluhkan betapa mereka begitu kesulitan mendeskripsikan setting lokasi atau emosi tokohnya. Mereka bahkan tidak tahu harus memulai dari mana!

Saya juga sering kali mengalaminya dan memang cukup membuat frustasi. Tapi biasanya saya akan mulai mendeskripsikan cuaca pada saat kejadian terjadi lalu mengaitkannya kepada tokoh. Setelah itu barulah saya bahas mengenai setting lokasi di mana tokoh saya berada dan kembali mengaitkan situasi itu pada tokoh yang kita ciptakan.

Se-simpel itu? Yup, se-simpel itu.

Saya selalu ingat tentang nasihat kakak saya. Dia sebenarnya bukan seorang penulis, tapi bisa memberikan cara belajar paling logis yang bisa saya lakukan saat sedang ber-deskripsi. Menurut kakak saya, untuk mulai berdeskripsi, cobalah melihat suatu kejadian seolah sebuah scene dalam film yang sedang kita tonton. Dalam film, biasanya scene dimulai saat kamera menyorot ruangan di mana actor/aktris berada lalu mulai menyorot wajah sang actor/aktris untuk menunjukkan ekspresi mereka dan akhirnya dialog pun dimulai yang juga menandakan konflik cerita dimulai pada detik yang sama. Kurang lebih hal seperti itulah yang kita lakukan saat berdekripsi. Bedanya, penulis berdeskripsi dalam bentuk lisan, bukan visual seperti sutradara dalam sebuah film.

Tapi, akan timbul pertanyaan lagi. Jika berdeskripsi begitu sulit dilakukan, kenapa penulis harus menguasainya dengan baik? Well, pada dasarnya menulis cerita, terutama fiksi dan lebih special lagi pada fiksi fantasi, semuanya tergantung pada cara sang penulis berdeskripsi. Hanya melalui deskripsi cerita yang baik dan mengalir lancar para pembaca akan ikut terhanyut dalan kisah yang kita berikan dan menerima tema se-aneh apa pun yang kita kisahkan.

Semua ini berhubungan erat dengan kualitas si penulis itu sendiri. Semakin sering belajar berdeskripsi, maka kualitasnya akan semakin baik. Untuk itu saya selalu berusaha mengasah kemampuan berdeskripsi yang sudah saya miliki dengan cara terus menulis. Biasanya, saya berusaha mendeskripsikan benda yang berada di hadapan mata saya terlebih dahulu, misalnya sebuah mug. Saya akan mencoba mendeskripsikan bentuk mug itu, warnanya, fungsinya hingga letak dan kegunaannya. Semakin detail akan semakin baik. Dan seiring berjalannya waktu, kemampuan menulis kita akan semakin meningkat sehingga kita bisa menentukan harus mendeskripsikan sesuatu hingga batas tertentu.

Kunci untuk menaklukkan kesulitan berdeskripsi hanya satu: jam terbang. Teruslah belajar menggunakannya pada setiap naskah dan temukan karekteristik deskripsi kita masing-masing. Jika semua itu sudah dikuasai, maka tidak akan ada lagi pertanyaan mengenai cara memulai bercerita atau mendeskripsikan sesuatu.

Masih bingung juga?

Sudah, ambil pulpen dan bukumu, lalu mulai menulis. Jangan terlalu memikirkan teori sehingga lupa untuk menerapkannya. Jika kita tidak mencobanya langsung, kita tidak akan tahu seberapa besar tingkat kesulitannya.

So, ayo mulai menulis! (^_^)

100612 ~Black Rabbit~

TIPS NULIS #9: MEMILIH JUDUL


Ada salah satu teman yang bertanya mengenai pemilihan judul. Wah, kalo tentang yang satu ini memang agak sedikit membingungkan. Soalnya saya sendiri cukup kesulitan menentukan judul untuk naskah saya. Tapi bagaimana pun juga ini adalah permintaan seorang teman, saya tetap akan mencoba menjawab dan memberikan tips dan trik.

Tapi sebelumnya, saya mau minta izin untuk memberikan pendapat secara pribadi tentang tema ini. masalahnya, tidak ada teori yang pasti, hitam di atas putih, mengenai pemilihan judul yang baik dan benar. Jadi, tidak ada pilihan lain, saya harus mengandalkan pengalaman saya yang tidak ada apa-apanya ini. Jadi, harap maklum kalau ada kekurangan, yah… (^_^)

Well, memilih judul yang tepat memang tidak mudah. Malah kadang saya sendiri harus ‘bertapa’ di gunung selama beberapa lama supaya bisa mendapatkan inspirasi bagus untuk menentukan judul apa yang akan saya gunakan. Tapi bukan berarti kesulitan ini tidak bisa ditaklukkan sama sekali, loh…

Judul yang baik seharusnya adalah judul yang bisa mewakili isinya. Biasanya terdiri dari satu kata atau lebih yang merupakan atau cukup mewakili tema yang kita bahas dalam naskah. Judul juga adalah identitas atau nama yang disandangkan pada naskah agar mudah dikenali dan diingat para pembaca.

Jadi, menurut saya, memilih judul yang tepat haruslah unik tapi mudah diingat dan gampang diucapkan. Kalau sebelumnya di materi Tips Nulis #6 tentang Percantik Diksi saya menyarankan untuk tidak menggunakan bahasa gaul, bahasa daerah atau bahkan bahasa asing tanpa foot note atau catatan kaki sebagai keterangannya, saran itu tidak berlaku saat kita sedang mencari judul. Tapi jangan memakai kata-kata yang terlalu aneh juga, yah… pilihlah dengan cerdik tapi penuh makna.

Judul juga tidak perlu terlalu panjang. Saya pribadi lebih memilih kata-kata singkat tapi memiliki arti khusus. Atau kalau pun memang ingin memakai sebuah kalimat, jangan gunakan kalimat yang teralu panjang.

Oh iya, ada satu pertanyaan yang pastinya begitu sering ditanyakan, yaitu: kapan harus menentukan judul, sebelum mulai menulis atau setelah menyelesaikan naskah? Nah, ini adalah pertanyaan yang tidak bisa saya jawab. Masalahnya, pemilihan judul benar-benar tergantung pada insting penulisnya masing-masing. Saya pribadi sering kali menyusun satu naskah tanpa judul yang jelas. Biasanya, jika kasus ini terjadi, saya memilih untuk mengesampingkan problem yang satu ini terlebih dahulu supaya mood menulis saya tidak terganggu. Begitu materi selesai, barulah saya mencari satu judul yang bisa mewakili tema dan naskah itu dengan baik.

Tapi tidak jarang juga saya menemukan judul yang tepat bahkan sebelum mulai menulis. Kalau memang judul tersebut masih sesuai dengan tema yang telah kita kembangkan, ya tidak ada salahnya digunakan. Atau dalam beberapa kali pengalaman, saya malah menemukan judul yang tepat saat tengah menulis. Ini hal biasa, sangat normal terjadi, jadi tidak perlu dipikirkan atau bahkan dipermasalahkan terlalu besar.

Oh iya, jika naskah kita berhasil menembus benteng penerbit dan siap dicetak, tidak menutup kemungkinan judul naskah kita akan mengalami perubahan. Yah, tidak semua penerbit akan mengubah judul, loh. Kalau memang judul naskahmu dirasa pas dan cukup ‘menjual’, maka tidak perlu ada perubahan atau penambahan. Tapi semua itu bisa dibicarakan lebih lanjut antara penulis dan penerbit, jadi bukan harga mati. Bagaimana pun juga, walaupun penerbit tetap saja memikirkan pangsa pasar dan untung-rugi, tapi naskah adalah hak penulisnya. Bicarakan saja pilihan mana yang terbaik untuk kedua belah pihak.

Jadi, sedang mencari judul yang tepat untuk naskahmu? Sabar, jangan terburu-buru. Coba pikirkan dengan cermat dan temukan judul yang benar-benar ‘klik’ di hati, niscaya itu adalah judul yang tepat.

So, selamat ‘bertapa’, yah… (^_^)

020612 ~Black Rabbit~

TIPS NULIS #8: BERMAIN ALUR


Ini salah satu aspek yang sangat saya suka dalam menulis: bermain alur!

Alur adalah jalannya cerita yang kita susun pada naskah yang membawa tokoh kita menelusuri konfilk hingga klimaks, anti klimaks dan ending. Alur adalah bagian penting dalam sebuah cerita, karena melalui alur inilah kita bisa menentukan apakah cerita yang kita tulis seru atau tidak. Dan bagaimana caranya menyusun alur yang seru?

Pada umumnya terdapat tiga macam alur yang sering digunakan, yaitu alur maju, alur mundur atau gabungan keduanya. Ayo kita coba bahas satu per satu.

Alur maju adalah alur yang paling banyak digunakan oleh penulis. Biasanya cerita dengan alur maju disajikan secara kronologis, mulai dari perkenalan tokoh, konflik lalu menuju klimaks, anti klimaks dan ending. Cara seperti ini adalah metode paling sederhana dan paling aman bagi setiap penulis karena dengan alur yang begitu teratur semua detail permasalahan para tokoh akan dapat diselesaikan dengan baik.

Tapi kita tetap harus berhati-hati agar alur maju ini tidak terkesan monoton sehingga membuat pembaca dan kita sendiri yang menulisnya menjadi bosan. Untuk mengatasinya kita bisa memberikan shocking scene pada saat yang tepat. Contoh penggunaan alur maju yang menarik adalah pada sebagian besar novel serial Harry Potter karya J.K. Rowling yang fenomenal.

Selanjutnya ada alur mundur. Alur yang satu ini memang agak sulit ditemukan karena biasanya alur mundur hanya dapat ditemui pada bab pembukanya saja lalu alur akan kembali ke kronologis yang sama seperti alur maju. Bedanya, pada titik tertentu alur cerita akan kembali pada titik awal yang disajikan pada bab pembuka tadi lalu baru diselesaikan pada ending.

Menggunakan metode alur mundur seperti ini akan sangat membantu kita untuk menciptakan rasa penasaran bagi para pembaca. Jika porsi pembuka yang membuat penasaran ini disajikan dengan tepat, para pembaca akan tertarik membaca lebih jauh dan menyelesaikannya sampai ending. Jadi jika ingin memilih menggunakan metode alur mundur ini carilah titik cerita yang pas sebagai bab awalnya. Biasanya banyak penulis yang menggunakan adegan klimaks atau anti klimaks, dan ini bisa banget ditiru. Salah satu novel yang menggunakan alur mundur dengan sangat baik adalah Twilight karya Stephanie Meyer dan Da Vinci Code milik Dan Brown.

Yang terakhir adalah gabungan dari alur maju dan alur mundur. Tidak banyak penulis yang menggunakan alur gabungan ini, walaupun bukan berarti tidak ada yang menggunakannya sama sekali. Alur ini akan cukup membingungkan jika tidak digunakan dengan cerdik baik bagi penulisnya sendiri atau juga bagi para pembacanya. Tapi jika bisa digunakan dengan baik pastinya akan menjadi karya yang sangat spektakuler.

Satu hal yang harus bisa disiasati dengan baik saat menggunakan alur gabungan ini adalah pada saat pergantian alurnya. Agar tidak membingungkan, pergantian alur harus dilakukan dengan mulus dan tertata dengan baik sehingga tema yang ingin kita usung dapat disampaikan dengan baik. Tapi jangan juga memaksakan diri menggunakan alur gabungan yang terlalu kompleks sehingga terlalu memusingkan, yah.

Jadi, metode penggunaan alur yang mana yang mau kalian pilih? Tentu saja setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Yang jelas, alur mana pun yang kalian pilih harus dapat digunakan dengan baik dan efisien karena penggunaan alur yang tepat sangat berpengaruh bagi emosi para pembaca dan dinamika cerita. Pelajari semua alur, coba menggunakannya satu per satu dan taklukkan kesulitannya. Niscaya kalian tidak akan bingung memutuskan mau menggunakan alur yang mana sebelum menulis.

Seperti biasa, kalau ingin bertanya lebih jauh atau request tema untuk tips nulis selanjutnya bisa menghubungi saya melalui media social mana pun.

Jadi, selamat mencoba dan teruslah menulis! (^_^)

260512 ~Black Rabbit~

TIPS NULIS #7: POINT OF VIEW


Wah, tema tips nulis kali ini agak bule, judulnya aja pake bahasa Inggris. Hehehehe… (^_^)

Yuk kita bahas, apa itu Point Of View?

Point Of View yang saya maksud adalah sudut pandang yang dipakai penulis untuk bercerita pada naskahnya. Sejauh ini saya mengenal dua jenis sudut pandang yang sering digunakan, yaitu secara Objectif dan Subjectif.

Sudut pandang secara Objectif adalah metode menulis yang mengibaratkan penulis sebagai pencerita. Biasanya penulis akan mengibaratkan tokohnya sebagai orang ketiga dan menggunakan kata ganti orang ketiga tunggal ( misalnya menggunakan ‘dia’ atau ‘-nya’ ). Sedangkan sudut pandang secara Subjectif adalah metode menulis yang mengibaratkan penulis sebagai si tokoh itu sendiri. Biasanya penulis akan menggunakan kata ganti orang pertama tunggal dalam bercerita ( misalnya menggunakan ‘aku’ ).

Penggunaan kedua sudut pandang ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Misalnya, penggunaan sudut pandang secara Objectif bisa memudahkan kita mengembangkan setiap karakter tokoh yang ada, tidak hanya tokoh utamanya saja. Cara seperti ini tentu memberi keluasaan bagi kita untuk mengembangkan tema yang ada atau bahkan meng-eksplore tema tersebut dari sudut pandang tokoh yang berbeda-beda pula.

Tapi jangan lupa untuk tetap mengembangkan tema dengan porsi yang tepat, ya. Jangan sampai mengembangkan tema dengan semua tokoh yang ada sehingga membuat tema melebar terlalu luas. Kita harus tahu benar sampai mana tema tersebut ingin kita gali. Lebih baik hentikan penggalian tema pada titik tertentu, terutama saat sedang menyusun naskah serial. Biarkan sisanya menjadi misteri agar para pembaca bisa merasa greget dan ingin tahu lebih jauh lagi. Percaya deh, walaupun mereka menggerutu karena menerima ending yang penuh misteri seperti itu, tapi cerita itu akan sangat membekas di pikiran mereka.

Sedangkan menulis dengan menggunakan sudut pandang Subjectif akan dengan mudah membuat para pembaca terhanyut pada kisah yang kita sajikan. Ini dikarenakan sudut pandang Subjectif yang kita gunakan membuat kita dapat meng-eksplore perasaan paling dalam sang tokoh utama. Dengan metode ini, tokoh utama yang kita bentuk adalah kaca mata yang kita ciptakan bagi para pembaca. Semua konflik, klimaks dan bahkan anti klimaks-nya disusun berdasarkan satu sudut pandang saja. Hal ini tentu saja merupakan senjata yang ampuh jika kita memang bertujuan mengajak para pembaca terlibat langsung dengan emosi sang tokoh utama. Contohnya seperti kisah Isabella Swan karya Stephanie Meyer dalam novel terkenalnya: The Twilight Saga.

Tapi metode ini bisa sangat menjebak jika kita tidak bisa menggunakannya dengan baik. Sudut pandang satu tokoh yang itu-itu saja dan meng-eksplore perasaan sang tokoh utama hingga terlalu jauh akan bisa membuat para pembaca bosan. Karena itu kita harus tahu benar porsi yang tepat untuk menceritakan setiap kisah. Saya pribadi selalu berusaha menyingkap detail perasaan sang tokoh utama secara perlahan, didukung dengan dialog yang pas dan ditambah shocking scene pada waktu yang tepat untuk menyiasatinya.

Sebagai penulis yang baik kita harus bisa menguasai kedua sudut pandang ini dengan baik karena keduanya sangat berguna untuk mengembangkan kemampuan menulis kita. Orang lain tidak bisa memutuskan seorang penulis harus menggunakan sudut pandang yang mana, karena setiap penulis mempunyai ciri khas masing-masing. Karena itu cobalah menggunakan kedua sudut pandang ini lalu temukan kelebihan dan kekurangannya sesuai dengan gaya penulisanmu.

Oh iya, walaupun kedua sudut pandang ini memiliki kelebihan dan kekurangannya tapi bukan berarti tidak bisa digunakan dalam waktu bersamaan, loh! Memang, semua berhubungan erat dengan kreatifitas masing-masing penulis. Jika mampu, kita bisa saja menggunakan kedua sudut pandang ini dalam satu naskah. Misalnya pada bab satu kita menceritakan kisah dari sudut pandang Subjectif, lalu pada bab selanjutnya kita menggunakan sudut pandang Objectif tokoh yang lain. Bisa juga menggunakan metode sudut pandang Subjectif pada beberapa tokoh dalam satu naskah, bukan hanya tokoh utama saja. Metode inilah yang saya gunakan pada novel pertama saya: The Chronicle Of Enigma: The Two Rings.

Tapi, sekali lagi saya ingatkan, kedua metode ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pahami dulu kedua metode ini baru putuskan akan memakai metode yang mana. Semua tergantung pada kreatifitas si penulis, jadi berkreasilah!

Seperti biasa, kalau mau tanya-tanya lebih lanjut atau yang mau request tema selanjutnya bisa contact saya di semua alamat social media saya. Oke! (^_^)

190512 ~Black Rabbit~

TIPS NULIS #6: PERCANTIK DIKSI


Hai, ketemu lagi di tips nulis. Sekarang kita ngobrol tentang cara mempercantik diksi, yuk!

Diksi adalah pemilihan kata yang kita pakai dalam menulis. Setiap penulis harus bisa menggunakan kata-kata yang tepat dalam tulisannya, begitu juga tata bahasa, penggunaan tanda baca dan juga pemahaman mengenai efisiensi kalimat. Saya hanya akan membahas tips-tipsnya dari segi umum saja, yah.

Untuk menulis sebuah naskah, kita memang harus memperhatikan pilihan kata yang kita gunakan. Walaupun tidak diharamkan menggunakan kata-kata gaul, tapi memang lebih disarankan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Apa lagi jika kita berniat menawarkan naskah kepada pihak lain, misalnya redaksi majalah atau penerbit. Sebenarnya alasannya simple: karena tidak semua orang bisa mengerti kata-kata gaul itu.
Begitu juga dengan penggunaan bahasa daerah. Tapi kata-kata gaul dan bahasa daerah boleh digunakan sebagai pelengkap dalam naskah, misalnya untuk membantu membangun suatu karakter atau dipakai sebagai istilah keren. Itu pun dibutuhkan kelengkapan seperti foot note atau catatan kaki sebagai penjelasannya.

Pemilihan diksi juga berpengaruh terhadap sasaran pembaca yang ditargetkan. Maksudnya, jika target pembaca naskah kita adalah para pembaca muda, maka kata-kata gaul bisa saja digunakan tanpa perlu ditambahkan penjelasan apa-apa. Karena itu perhatikan juga target pasar sasaran kita, yah.

Penggunaan diksi juga sangat penting jika kita menulis puisi. Menurut saya, menulis puisi adalah hal yang paling sulit karena saya sendiri tidak bisa menggunakan diksi yang ‘sangat sastra’. Maksud saya, menggunakan bahasa yang penuh kiasan dan kadang kala ( menurut saya, loh… ) sulit dimengerti. Tapi seiring perkembangan zaman dan moderenisasi, puisi sudah berkembang sehingga tidak perlu lagi menggunakan bahasa sastra. Dengan kata-kata sederhana, kita sudah bisa menulis sebuah puisi. Yang perlu kita perhatikan hanyalah membentuk ciri khas kita sendiri. Tapi kalau memang kekayaan kosa kata kalian begitu lengkap dengan bahasa sastra ini, silahkan saja digunakan, tapi kalau tidak, jangan dipaksakan. Gunakan saja bahasa Indonesia yang sudah pasti bisa dimengerti oleh kita sebagai penulis dan orang lain sebagai pembaca.

Selain permainan diksi, tanda baca juga merupakan hal penting yang harus diperhatikan. Ini adalah keterampilan paling dasar bagi seorang penulis. Kita harus sudah mengerti kapan saat yang tepat menggunakan tanda titik, koma, tanda tanya dan berbagai tanda baca lainnya. Ini sangat mempengaruhi dinamika tulisan kita dan menentukan pemahaman pembaca atas apa yang kita tulis.

Efisiensi kalimat juga penting, loh! Ini menyangkut skill kita dalam memilih kata-kata yang akan kita gunakan, jangan sampai menggunakan terlalu banyak kalimat yang itu-itu saja untuk menjelaskan satu hal. Ini bisa membuat para pembaca menjadi bosan. Juga hindari menggunakan kata-kata yang menjelaskan sesuatu yang sebenarnya sudah jelas, misalnya menggunakan kata kerja ‘naik ke atas’. Kata ‘naik’ sendiri memang memiliki arti ‘ke atas’ jadi tidak perlu ditambahkan, kecuali kata ‘ke atas’ digunakan untuk menjelaskan keterangan tempat secara lebih spesifik, misalnya ‘naik ke atas kereta’.

Selain itu, hindari juga penggunaan kata yang dipanjang-panjangkan, misalnya: ‘rasanya begituuuu….’ Penggunaan kata seperti ini sering kali membuat pembaca menjadi kesal karena membaca kata yang sama terlalu lama. Lagi pula kata itu tidak efektif penggunaannya. Jika mau memberikan kesan tertentu, lebih baik tambahkan saja keterangannya di akhir kalimat, misalnya: ‘”rasanya begitu.” Kata Ratih dengan bosan dan nada bicara yang malas.’

Membaca buku-buku berkualitas tetap saja menjadi guru paling mujarab untuk kita pelajari. Tapi, sekali lagi dan begitu sering saya ingatkan, pilihlah buku yang benar-benar berkualitas. Saya sendiri pernah mendapatkan buku yang memiliki kualitas pengeditan yang sangat mengecewakan. Bukan hanya terdapat begitu banyak kesalahan penulisan alias typo, tapi juga alinea yang tidak jelas, foot note yang diletakkan begitu saja sampai alur cerita yang berantakan, seolah buku itu dicetak tanpa melalui proses editing yang semestinya, hanya dicetak apa adanya.

Itu sangat menyebalkan! Padahal saya menemukan beberapa tulisan yang berpotensi bagus dan sungguh menarik untuk dibaca, tapi karena proses editing yang kacau membuat saya malas menlanjutkan membaca. Sayang sekali, kan? Karena itu, pilihlah bacaan yang benar-benar berkualitas yah, karena bacaan kita sangat mempengaruhi gaya penulisan kita masing-masing. Belajarlah dari yang terbaik agar bisa menghasilkan karya terbaik juga.

Ada banyak hal lain yang perlu diperhatikan untuk mempercantik diksi, tapi untuk membahasnya lebih dalam dibutuhkan kemampuan seorang editor yang lebih berpengalaman. Saya di sini hanya mencoba mengingatkan beberapa point yang umumnya sering terlewatkan saja. Karenanya jika terdapat kekurangan dari penjelasan saya kali ini, saya mohon maaf. Silahkan hubungi saya supaya saya bisa memperbaiki atau melengkapi kekurangannya. Jadi, semoga bermanfaat dan selamat menulis! (^_^)

120512 ~Black Rabbit~

TIPS NULIS #5: PENOKOHAN


Tips nulis kali ini kita membicarakan tentang satu aspek yang paling saya suka, yaitu: penokohan.

Membentuk tokoh-tokoh dalam sebuah cerita memang benar-benar menyenangkan bagi saya, terutama membentuk tokoh utama. Soalnya, kita bisa menggunakan tokoh mana pun dan bagaimanapun yang kita suka! Lagi pula, tokoh utama adalah pusat dari cerita yang kita susun. Dialah yang pertama kali dilihat dan pastinya yang paling diingat para pembaca. Sebagian besar tokoh utama bahkan bisa lebih terkenal dari pada judul buku itu sendiri. Saya pernah mengatakan kalau tokoh utama dalam cerita itu sama seperti seorang vokalis band, jadi sangat penting untuk membentuk karakternya dengan sempurna.

Tapi bagaimana cara membentuk tokoh utama dengan baik sehingga bisa begitu melekat bagi para pembaca?

Kalian tentu pernah membaca komik Jepang, kan? Dan pernahkah kalian melihat di salah satu pojok halamannya terdapat profil para tokoh komik tersebut? Biasanya, isi profil itu bukan hanya berisi gambar tokoh, nama, umur dan jenis kelamin tapi juga dilengkapi golongan darah bahkan sifat dan favorit mereka. Benar-benar seperti biodata yang sering ditulis anak SD, ya. Kedengarannya memang kocak dan sepele, tapi tahukah kalian kalau sebenarnya itu adalah salah satu cara yang sangat efektif untuk membentuk karakter dengan sempurna? Benar, saya serius, loh!

Dengan mengetahui detail tokoh yang kita gunakan, kita bisa lebih memahami karakternya seolah tokoh itu benar-benar nyata. Tokoh yang kuat dapat memberikan gambaran yang jelas kepada kita tentang bagaimana dia akan bertindak saat kita memberikan sebuah konflik. Cara ini dapat ‘menghidupkan’ cerita yang kita bangun.

Cara itu tidak hanya bisa kita gunakan pada tokoh utama saja, tapi juga bisa digunakan pada pemeran pembantu, tokoh antagonis atau tokoh mana saja. Intinya, dengan meng-eksplore setiap tokoh maka kita akan dapat menciptakan suasana yang pas dan memberikan konflik yang mendalam. Oh iya, cara meng-eksplore karakter dengan detail seperti ini juga dapat membantu kita dalam menyusun dialog yang tepat, karena dialog dan karakter sangat berhubungan erat dan harus saling mendukung.

Tapi, walaupun kita bebas menciptakan tokoh bagaimana pun yang kita mau, bukan berarti kita melupakan segi manusiawi tiap tokohnya, loh. Bagaimana pun juga, bahkan seorang super hero sekali pun mempunyai kelemahan. Jika kita menciptakan tokoh yang terlalu baik sehingga tidak mungkin melakukan kesalahan atau malah terlalu jahat sehingga tidak mungkin dikalahkan, bukankah konflik yang kita hadirkan akan sulit diselesaikan dan membuat pembaca bosan? Kita harus bisa membuat para pembaca terhanyut pada kisah yang kita tuliskan dan tidak rela meninggalkan tokoh utama kita sebelum sampai pada halaman terakhir.

Selain itu, nama setiap tokoh yang kita gunakan juga sangat menentukan, dan lagi-lagi adalah sebuah kesenangan tersendiri mencari nama yang tepat untuk setiap karakter, sama seperti mencari nama untuk calon bayi di dalam kandungan. Setiap nama memiliki arti tersendiri dan sering kali mempengaruhi karakter dari tokoh yang menggunakannya.

J.K Rowling yang terkenal dengan serial Harry Potter-nya, bahkan melakukan riset untuk menamai setiap tokoh dalam ceritanya dan setiap nama memiliki arti yang sesuai dengan karakter masing-masing. Cara ini DAN kehati-hatian ini terbukti sangat berpengaruh. Para tokoh yang diciptakan Rowling mampu memainkan peran mereka masing-masing dengan sangat baik, penuh karakteristik dan bahkan memiliki penggemarnya masing-masing.

Benar, memang sebegitu besarnya sebuah nama dalam mempengaruhi cerita yang kita sajikan. Karenanya, pilihlah nama yang sesuai untuk setiap tokoh kita. Tidak perlu menggunakan nama yang terlalu unik sehingga susah dibaca, tapi gunakan nama yang gampang diingat dan mudah diucapkan lalu bentuklah karakteristik yang kuat dan sulit dilupakan, itu kuncinya.

Wah, menceritakan tema penokohan memang tidak ada habisnya! Tapi cukup sampai di sini saja yah. Lain kali kita bahas lagi lebih mendalam.

Tetap semangat dan selamat menulis… (^_^)

050512 ~Black Rabbit~

TIPS NULIS #4: MATANGKAN MATERI


Di tips nulis kali ini kita ngobrol tentang tips dan trik mematangkan materi cerita, yuk!

Banyak sekali teman yang mengeluh kalau mereka sering kali enggan melanjutkan cerita yang sedang mereka tulis di tengah jalan. Padahal, awalnya mereka begitu bersemangat untuk mulai menulis karena merasa mendapatkan ide yang benar-benar bagus. Tapi kenapa ide mentok bisa tiba-tiba menyerang dan membuat mereka berhenti hingga akhirnya sama sekali tidak menyelesaikan naskah itu?

Menurut saya, selain dikarenakan ‘writers block’ atau ide mentok yang bisa menyerang siapa saja, ini juga dikarenakan materi naskah yang sebenarnya belum matang.

Setiap penulis pastilah pernah merasakan saat-saat di mana ide mengalir dengan derasnya melalui otak seolah tidak ada habisnya. Tapi, tidak semua ide bisa dikembangkan menjadi materi cerita yang bagus. Menurut seorang sahabat saya, ide itu seperti bunga es yang akan cepat mencair jika tidak disimpan dengan baik. Karena itu cobalah tampung ide-ide menarik yang ditemukan itu ke dalam sebuah buku catatan. Saya pribadi mempunyai sebuah ‘buku ide’, tempat saya biasa menuliskan berbagai ide mentah yang tiba-tiba muncul di kepala.

Biasanya, jika terdapat sebuah ide yang begitu menarik bagi seorang penulis, maka ide itu akan terus terngiang-ngiang di kepala. Pada saat inilah coba untuk mengembangkan ide ini lebih jauh lagi. Jika tidak sempat menuliskannya di sebuah ‘buku ide’, maka kembangkan saja ide itu di otakmu. Untuk mematangkan sebuah ide, idealnya harus ditunjang dengan aspek-aspek lain sehingga menghasilkan materi yang menarik dan dapat digunakan untuk membangun sebuah cerita. Gunakan rumus menulis yang sudah kita bicarakan minggu lalu ( 5W-1H ). Intinya gali terus semua aspek ide cerita itu sehingga membentuk sebuah materi yang matang.

Mengembangkan ide tidak perlu dengan cara menuliskan ceritanya dari awal sampai akhir secara sistematis, tapi sebagai tahap awal tuliskan saja apa yang terlintas di kepala. Apakah ide ini akan benar-benar dipakai atau tidak pada akhirnya, itu urusan nanti. Yang penting ide itu sudah dituliskan dengan selamat di atas kertas dan bisa kita eksplore lagi di kemudian hari.

Kenapa harus memikirkan ending cerita lebih dulu, padahal ide ceritanya belum sampai pada tahap ending? Sebenarnya ini bukan metode yang mutlak harus dilakukan. Bagaimanapun juga, saat menulis akan ada begitu banyak ide yang mengalir dan bisa mempengaruhi keutuhan cerita atau bahkan mengubah ending. Tapi jika ide-ide yang datang tiba-tiba itu terus ditambahkan, maka ide cerita bisa melebar ke mana-mana. Ini tidak bagus. Ide cerita yang terlalu luas akan mengurangi kekuatan cerita itu sendiri.

Nah, inilah gunanya ending cerita yang telah kita susun pada awal tadi. Kerangka cerita itu membantu kita untuk tetap berada di jalan cerita yang sudah ditentukan saat mematangkannya. Jika di tengah jalan kita menemukan alternatif ending yang lebih menarik dan lebih bagus, silahkan saja mengubah endingnya, tidak masalah.

Lalu, apakah kalian pernah kebingungan menghadapi timbunan ide di ‘buku ide’-mu? Bagaimana menyiasatinya?

Kita bisa memilih ide-ide mana yang bisa kita pakai untuk menunjang tema yang telah kita tetapkan dan membantu mematangkan materi kita. Jika terdapat ide lain yang tidak kalah menarik tapi tidak bisa dipakai, gunakan ide itu untuk tema tulisan berikutnya saja. Dan jika terdapat ide-ide yang sama sekali tidak bisa dipakai, mungkin karena ide tersebut tidak cukup bagus atau sama sekali belum matang, jangan ragu untuk membuang ide itu jauh-jauh. Jangan memaksakan diri dengan tetap memasukkan ide itu ke dalam cerita yang sedang kita garap karena bisa beresiko merusak cerita. Tenang saja, ide bisa ditemukan di mana saja dan kapan saja. Jika kita kehilangan satu ide, akan ada sepuluh ide lain yang muncul di kepala bahkan mungkin dengan kualitas yang lebih baik lagi.

Setelah materi yang matang itu kita tuangkan ke dalam tulisan, pekerjaan kita belum selesai. Tulisan yang dihasilkan baiknya ‘diendap’ dulu selama beberapa waktu. Biasanya saya ‘mengendap’ tulisan selama minimal dua minggu. Saya akan mengosongkan pikiran saya dari materi itu lalu kembali membaca naskah itu dalam keadaan otak yang fresh. Ini saya sebut sebagai ‘proses editing pribadi’. Pada saat ini saya mencoba memposisikan diri sebagai pembaca, bukan penulis. Gunanya adalah untuk menelaah apakah tulisan yang kita kerjakan sudah bagus dan materi yang ingin kita berikan sudah tersampaikan dengan baik atau belum. Di kesempatan ini kita juga bisa meng-edit bagian naskah yang ternyata melenceng dari tema awal atau juga yang tidak sesuai dengan tema sama sekali.

Tapi ingatlah untuk meng-edit naskah seperlunya saja, jangan terlalu banyak mengubah naskah yang malah akan membawa naskah keluar dari tema. Coba baca lagi kerangka tulisan yang kita buat sebelum mulai menulis sehingga tema yang kita pilih benar-benar sudah berhasil dituangkan dan tidak melebar lagi. Sekali lagi saya ingatkan, ide-ide yang tidak bisa digunakan pada naskah ini bisa dipakai pada kesempatan lain, jadi jangan memaksa, yah.

Dan saya selalu mengatakan bahwa menulis itu butuh proses dan proses itulah yang menentukan kualitasnya. Jadi tidak perlu terburu-buru ingin menyelesaikan naskah sehingga melupakan inti tema yang ingin disampaikan. Nikmati saja setiap prosesnya dan menulislah dengan hati senang. Pastikan saja semua materi sudah matang dan siap dituangkan, tidak perlu terburu-buru.

Bagaimana, tips kali ini cukup mudah, kan? Seperti biasa, untuk kalian yang mau request tema untuk tips nulis berikutnya bisa menghubungi saya di media social apa saja.

Semoga bermanfaat dan selamat menulis… (^_^)

200412 ~Black Rabbit~