Ny. Lars – Part 12 -


Black Rabbit
" NY. LARS "
- Part 12 -

 
… Episode sebelumnya …
Ternyata belum cukup juga masalah yang harus dihadapi Jenny. Setelah pusing dengan Kevin dan Lars, Jenny juga dipusingkan oleh ibunya yang tiba-tiba meneleponnya dan meminta Jenny untuk tinggal menemaninya untuk beberapa waktu …

 
Jenny sampai ke rumah ibunya satu jam kemudian. Untunglah ibunya masih di salon sehingga dia tidak perlu mengingat lagi insiden mobil box tadi. Jenny disambut dengan sederet pembantu di ruang tamu yang berseragam biru muda dan berbandana berwarna senada_persis seperti seorang nona muda yang baru pulang berlayar ke lautan mana dalam rangka liburannya yang entah berapa lama. Jenny merasa risih juga diperlakukan seperti itu_dia kan tidak seperti ibunya yang harus diperlakukan seperti ratu_tapi dia diam saja. Dia juga diantar ke kamar yang sudah disediakan di lantai dua, melewati lorong yang dipenuhi dengan pintu yang menutupi ruangan-ruangan di setiap sisinya. Rumah itu besar sekali, lengkap dengan pilar-pilar tinggi, tembok berwarna crem dan replika patung dewa-dewi Yunani. Terdapat kolam berenang berbentuk persegi, bioskop mini, mini bar dan kamar yang penuh dengan Hamster_binatang kesayangan Lili.
Sebenarnya, kalau mau jujur, ini adalah rumah yang sangat menyenangkan untuk ditinggali. Apalagi bagi Jenny yang memang anak rumahan, rumah itu bisa menjadi surga dengan segala fasitilas yang mirip hotel berbintang lima. Hanya kenyataan bahwa Lili, ibunya, tinggal di rumah itu yang membuat segala bayangan tentang surga bintang lima itu sirna. Lili selalu cerewet menyikapi tata krama setiap orang yang tinggal di rumah itu. Dulu, Jenny sempat tinggal selama sebulan di sana, dan selama itu tidak ada satu pun tindakan yang dilakukan Jenny dengan benar di mata Lili. Cara makan Jenny yang salah, cara duduk yang kurang feminim, cara jalannya yang sedikit membungkuk bahkan sampai cara berpakaian Jenny yang jelek. Ini sangat menjengkelkan Jenny, terutama masalah cara berpakaian tadi, soalnya dia merasa kalau cara berpakaian ibunya sendiri tidak bisa dibilang bagus. Kalau perlengkapan syal bulu yang selalu dikenakannya itu dibilang bagus, Jenny tidak heran kalau cara pakaiannya yang sederhana itu dinilai sangat jelek menurut ibunya.
Kamar Jenny sendiri sangat mengagumkan. Pintunya terbuat dari kayu jati berwarna coklat tua yang melengkung di bagian atas dengan pengetuk pintu berbentuk daun Ek di tengahnya. Dinding kamarnya ditutupi wallpaper berwarna coklat muda dan crem dengan bunga Lili yang menjalar ditengah. Lemari besar, meja, kursi dan meja riasnya terbuat dari kayu dengan warna pink lembut. Ditengah ruangan berdiri tegak sebuah ranjang berwarna putih dengan empat tiang mengelilingi setiap sudutnya. Bad cover nya berwarna biru muda dan bantal-bantal yang ditutupi sarung berwarna orange lembut di tata rapi di bagian kepala ranjang. Sepertinya hanya bantal orange itu yang berwarna mencolok. Oh, kecuali warna gorden yang menutupi pintu yang menghubungkan kamar dengan balkon yang berwarna merah marun bergaris vertikal. Juga kusen pintu tak berdaun pintu yang menghubungkan kamarnya dengan kamar mandi serba abu-abu di sudut ruangan sebelah kanan yang berwarna biru tua dengan aksen gelembung udara.
Mata Jenny terhenti menatap lukisan dirinya saat berumur tujuh belas tahun tergantung di atas tempat tidurnya. Dia ingat betapa senangnya dia saat menerima lukisan itu sebagai hadiah ulang tahun dari ayahnya. Jenny bersiul panjang untuk mengakhiri kegiatan melihat-lihatnya itu.
" Dia bener-bener nyiapin kamar ini buat gua, ya? " Kata Jenny, lebih untuk dirinya sendiri.
" Maksud anda nyonya? Iya. Beliau memang menyediakan kamar khusus untuk anda, nona. " Jawab salah seorang pelayan yang ternyata mengikuti Jenny di belakang sambil membawa kopernya ke kamar.
" Kan udah gua bilang, jangan panggil gua 'Nona', panggil 'Jenny' aja. " Kata Jenny dengan kesal. Memang semua pembantu di rumah Lili harus memanggil majikan mereka dengan panggilan 'Nyonya', 'Tuan' atau 'Nona'. Jenny sudah berulang kali mengatakan kalau mereka tidak perlu memanggilnya dengan sebutan seperti itu, tapi mereka tetap saja tidak berubah. Tanggapan semua pelayan selalu sama: mereka hanya akan tersenyum dan menjawab: " Itu sudah peraturan di rumah ini. " Pelayan yang mengantar Jenny ini juga menjawab seperti itu, lalu berkata lagi.
" Kamar ini sudah ada sejak dua tahun yang lalu. Saya permisi, selamat beristirahat, Nona. "
Pelayan itu meninggalkan kamar dengan menutup pintu tanpa bersuara sedikit pun, sementara Jenny merenung. Dua tahun yang lalu itu berarti terakhir kalinya Jenny datang menginap di rumah itu. Dan saat itu dia mengatakan kepada ibunya kalau ternyata ibunya itu tidak memperhatikan Jenny, tapi lebih memperhatikan dirinya sendiri, bahkan untuk menyediakan sebuah kamar untuk Jenny saja tidak bisa. Sebenarnya itu hanya alasan supaya Jenny bisa pulang, tapi ternyata ibunya menanggapinya dengan serius sehingga kamar ini disiapkannya khusus untuk Jenny.
Lama merenung, akhirnya dia memutuskan untuk membongkar isi kopernya dan menempatkannya ke dalam lemari sebelum semua pakaiannya kusut dan harus di setrika ulang lagi. Tapi baru saja mulai, tiba-tiba pintu kamarnya diketuk.
" Masuk! " Jawab Jenny tanpa menoleh.
Seorang pelayan masuk. " Maaf Nona, ada telepon untuk anda. "
" Dari siapa? "
" Seorang pria yang bernama Lars. "
" Lars? Oh, thank's. " Pelayan itu keluar dan menutup pintu, dan Jenny langsung menyambar telepon di samping tempat tidurnya. " Halo? "
" Hai, Jen. Gimana rumah nyokap lo? "
" How did you know I'm here? " Jenny malah balik bertanya.
" Gua telpon ponsel lo, tapi nggak aktif, jadi gua telepon Kevin. Dia bilang lo ada di sini. Dia ngasih nomor rumah ini ke gua. "
" Kok Kevin tau nomor telepon rumah ini? "
" Mana gua tau? "
Louise. Jenny menjawab di dalam hati.
" Gua nelpon lo buat bikin janji. " Kata Lars lagi.
" Janji apa? "
" Gua mau double date sama lo. Lo sama Kevin, gua sama Cherry. Sabtu depan jam tujuh malem, di restoran biasa. Oke? "
Jenny merasa seperti baru saja disiram air dingin dari atas kepala, merasa tidak percaya kalau ternyata Lars jadi juga berkencan dengan wanita itu. " Tapi, Kevin… " Jenny mencoba mencari berbagai alasan.
" Gua udah ngomong sama Kevin, dia mau aja. Jadi oke kan? "
" Eh—ya… "
" Oke! Sabtu depan jam tujuh malem di restoran biasa. See you there! "
Telepon di putus. Bagaimana ini? Lars ingin double date dengan Jenny dan Kevin malah menyanggupinya? Apa wewenangnya untuk memutuskan jadwal acara Jenny? Dia kan bukan pacar gua! Jenny menjerit dengan kesal dalam hati. Semprul!

 
...Bersambung...

Ny. Lars – Part 11 -


Black Rabbit
" NY. LARS "
- Part 11 -

 
… Episode sebelumnya …
Jenny kaget bukan main karena ternyata Kevin adalah sahabat Lars! Tadinya Jenny hanya ingin memperkenalkan Kevin kepada teman-teman di kantornya agar mereka bisa mengatakan kepada Lars bahwa Jenny memang sudah punya pacar, tapi secara tidak sengaja Kevin dan Lars benar-benar bertemu dan ternyata mereka adalah sahabat karib! …

 
Jenny mengurungkan niatnya untuk mematahkan tulang-tulang Louise saat bertemu dengan sahabatnya itu keesokan pagi. Itu dikarenakan Louise bisa membela diri dengan mengatakan alasan yang benar-benar tepat sehingga sekarang Jenny sedang sibuk berpikir dari mana alasan-alasan itu bisa di dapat Louise.
" Gua ngaku, emang gua yang ngasih tau semua hal tentang lo ke Kevin, tapi itu karena gua mau semua rencana kita berhasil. Kevin kan bakal jadi cowok lo yang udah jadian lama, masa dia nggak tau apa-apa tentang lo atau tentang keluarga lo? "
Jenny hanya diam karena merasa sudah pernah mendengar alasan ini dikatakan. Dia berusaha untuk mengingat dimana dia pernah mendengarnya sambil memasukkan pakaiannya ke dalam koper. Dan akhirnya dia ingat kalau alasan itu pernah dikatakan Kevin kepadanya.
" Lo pasti udah kong-kalikong sama Kevin. Iya, kan? "
" Kan gua udah bilang—"
" Ya-ya… Ini supaya rencana kita berhasil. Gitu? " Jenny menyelesaikan perkataan Louise sambil membanting jeansnya ke dalam koper.
" Emang itu alasannya. " Bela Louise sambil melipat pakaian Jenny dan memasukkannya ke dalam koper. " Ngomong-ngomong Jen, lo bener-bener mau tinggal sama nyokap lo? " Tanya Louise lagi.
" Kenapa? "
" It's so not like you! Gua tau gimana sifat lo, lo nggak bakalan mau tinggal sama nyokap lo, kecuali kepaksa. Bener, kan? "
" Kalo gua bilang, gua mau tinggal sama nyokap gua karena gua sayang sama dia, apa itu termasuk alasan terpaksa? "
" Bukan berarti gua nggak yakin lo nggak sayang sama nyokap lo… "
" Iya, gua tau… Sebenernya itu bukan hanya alasannya sih… "
" Jadi apa? "
" Gua mau tinggal sama dia karena dia bilang gua hanya bakal tinggal sama dia tiga bulan, nggak lebih. "
" Itu alasannya? "
" Iya. "
Akhirnya Louise diam. Baginya tidak ada hal yang berbeda antara alasan pertama dan alasan kedua, tapi dia tidak mengatakan pendapatnya itu kepada Jenny karena mungkin saja bagi Jenny alasan itu sangat berbeda dan mempunyai arti tersendiri baginya. Mengatakan hal yang sebenarnya kepada Jenny yang baru saja mengurungkan niat untuk menghancurkan tulang-tulangnya bukanlah hal yang tepat.
" Gimana tampang Lars waktu tau kalo sobatnya yang jadi pacar lo? " Tanya Louise lagi dengan serius.
" Lo nggak bakal percaya kalo nggak ngeliatnya sendiri, soalnya gua aja nggak nyangka. Dia keliatan lega banget! Malah dia bilang kalo tadinya dia mikir gua boong sama dia soal pacar gua. "
" Hah, dia ngomong gitu? " Jenny mengangguk. " Kalo gitu buat apa lo capek-capek boong mulu sama dia? " Jenny mengangkat bahunya.
" Gua juga nggak tau, gua ngerasa bego banget. "
" Kalo gitu, Kevin nggak ada gunanya dong? "
" Iya, seharusnya gitu. Tapi masalahnya gua udah terlanjur ngenalin dia sebagai pacar gua. "
Louise memukul dahinya sendiri. " Ancur! Kalo gitu, mau nggak mau lo harus ngelanjutin akting lo sebagai pacarnya Kevin dong? " Jenny mengangguk lemah.
" Kevinnya gimana? "
" Dia kaget juga sih, tapi dia malah tetep kekéh bilang kalo dia bakal bikin gua jatuh cinta sama dia. Ih… " Jenny mengernyit dengan jijik. " Nggak mungkin lah gua bisa suka sama cowok botak kayak dia, apa lagi jatuh cinta? Kebalik kali nih dunia. "
" Tapi, Kevin tuh cowok yang baik loh, Jen. Lo jangan ngeliat dia hanya gara-gara dia botak dong. "
" Nggak, tapi dia emang nyebelin. Gua nggak suka sama dia. "
Jenny mulai emosi lagi sehingga Louise mulai ikut tertawa supaya Jenny tidak emosi lagi melihat wajahnya yang serius. Di tengah acara tertawa bersama yang agak kaku itu, tiba-tiba terdengar bunyi klakson dari luar.
" Itu pasti supir yang dikirim nyokap gua, ntar ya gua liat dulu. " Jenny melangkah keluar sementara Louise memasukkan pakaian yang terakhir dan menutup koper. Tapi tidak lama kemudian Jenny masuk lagi ke dalam kamar sambil marah-marah.
" Kenapa Jen? " Tanya Louise keheranan.
" Nyokap gua emang gila! " Tanpa menjelaskan apa-apa lagi Jenny langsung meraih ponselnya dan menghubungi ponsel ibunya. Terdengar suara 'Halo' yang menyahut di ujung sana. " Mom, ngapain mom kirim mobil box kesini? "
" Halo Jenny sayang… Ada apa? Kamu kan mau tinggal denganku? Karena itu mom mengirim sebuah mobil box untuk mengambil barang-barangmu… "
Jenny semakin geram. " Jenny hanya tinggal tiga bulan disana, bukan selamanya. Mom kira Jenny mau pindah rumah apa? Jenny hanya bawa dua koper mom! "
" Dua koper? Apa itu cukup sayang… "
" Lebih dari cukup! Pokoknya Jenny udah suruh supir mom pulang, Jenny pergi sama mobil Jenny sendiri aja. "
" Ya, terserah kamu sayang… "
Jenny dan Lili menutup telepon bersamaan. Lili melanjutkan acara di salonnya sedangkan Jenny melanjutkan acara ngomel-ngomelnya.
" Nyokap lo ngirim mobil box? " Louise bertanya dengan kaget.
" Iya! Parah, kan? Gua pergi pake mobil gua aja. "
" Well, have a good time! "
" I won't, trust me. "

 
...Bersambung...

Ny. Lars – Part 10 -


Black Rabbit
" NY. LARS "
- Part 10 -

 
… Episode sebelumnya …
Masalah yang harus dihadapi Jenny semakin rumit saja. Selain harus menghadapi Lars yang sedang dekat dengan seorang wanita ( yang membuat Jenny cemburu ), juga harus menghadapi Kevin yang berusaha membuat Jenny bisa jatuh cinta kepadanya ( seolah itu bisa terjadi saja ) dan kini dia juga harus menghadapi ibunya yang tiba-tiba menelepon untuk meminta Jenny tinggal bersama …

 
Sore itu Kevin benar-benar datang menjemput Jenny di bengkel. Semua anak-anak di bengkel begitu tercengang melihat Kevin yang menjemput Jenny dan menyapanya dengan mesra. Mungkin mereka semua sedang berpikir bagaimana caranya Jenny bisa mendapatkan seorang pangeran yang mau berpacaran dengan nenek sihir seperti Jenny_Jenny memang terkenal cukup galak sebagai atasan mereka. Tapi Jenny tidak perduli walaupun dia dianggap sebagai nenek sihir, yang penting mereka sudah melihat Kevin dan Kevin sendiri sudah berakting sangat baik sebagai pacarnya dengan menyapanya dengan mesra seperti tadi. Paling tidak mereka bisa menyampaikan dari mulut ke mulut tentang pacarnya ini sehingga sampai ke telinga Lars dengan cukup bagus.
Setelah merasa cukup memamerkan Kevin kepada teman-temannya di bengkel, Jenny mengajak Kevin pergi. Tapi saat sampai di depan kantor, dari kejauhan Jenny melihat Lars turun dari mobil Mercedes nya dan berjalan ke arah kantor tempat Jenny dan Kevin berada! Ternyata kemungkinan yang ditakutkannya sedari pagi tadi terbukti juga! Jenny panik bukan main, Kevin sedang sibuk menatap ponselnya yang tiba-tiba berbunyi tanpa melihat kedatangan Lars, sedangkan Lars sendiri datang menghampiri Jenny dengan tergesa-gesa, sepertinya ada yang ingin ditanyakannya. Jenny langsung menarik tangan Kevin yang masih asik memperhatikan layar ponselnya, pasrah dengan berbagai kemungkinan yang ada.
" Jen, ada yang mau gua tanya—"
" Lars, kok ada disini? Katanya nggak ke bengkel? Oh iya, kenalin ini—" Jenny belum selesai berbicara, dia sudah menarik tangan Kevin untuk memperkenalkannya kepada Lars, tapi dia malah langsung terdiam. Karena saat Lars dan Kevin saling berhadapan, mereka malah berbuat sesuatu yang sangat di luar dugaan Jenny. Mereka saling memanggil nama, berteriak senang dan berpelukan seperti sahabat lama. Jenny bengong.
" Apa kabar lo? Lama banget nggak ketemu… " Kata Lars sambil memeluk Kevin lagi dengan tampang sumringah.
" Baik, bro… Lo apa kabar? "
" Fine! "
" Kalian… udah saling kenal… ? " Jenny bertanya dangan terbata-bata, menatap Kevin, kembali menatap Lars dan menatap Kevin lagi.
" Iya lah… Dia ini temen lama gua! " Jawab Lars.
" Ngapain lo disini Lars? " Tanya Kevin tanpa memperdulikan tampang Jenny yang berubah dari bengong menjadi melotot dan mangap.
" Iya lah, ini kan bengkel punya gua. " Jawab Lars masih dengan girang.
Sekarang Kevin yang terdiam, mengernyit lalu mengalihkan pandangannya dan menatap Jenny yang masih mangap.
" Lo ngapain disini? Kenal Jenny? Dia kan asisten gua. " Lars balik bertanya kepada Kevin sambil menjelaskan status Jenny dengan mengarahkan jempolnya ke hidung Jenny. Sementara Jenny? Dengan bodohnya dia malah terdiam sambil berteriak di dalam hati: 'Gua pacaran sama sahabat Lars!' berulang-ulang.
" Gua ngejemput Jenny. " Jawab Kevin datar sambil menatap Jenny dengan pandangan yang seolah-olah mengerti apa yang selama ini terjadi.
" Ngejemput Jenny? " Tanya Lars meyakinkan, juga memandang Jenny sambil bertanya-tanya. Jenny terbangun dari kekagetannya dengan sedikit limbung, melihat Kevin yang menatapnya dengan galak, melirik Lars yang menatapnya dengan pandangan bertanya, lalu menelan ludah dengan susah payah dan menjawab dengan serak. " Eh Lars kenalin, ini Kevin, pacar gua. " Lars terdiam lagi, Kevin malah tersenyum dengan puas, sedangkan Jenny serasa ingin gantung diri. Ini benar-benar bukan salah satu kemungkinan yang di pikirkan Jenny tadi pagi. Gawat!     

 
" Jadi kalian berdua pacaran semenjak lo pergi ke Amerika, Kev? Pantesan gua nggak pernah ngeliat Jenny dijemput cowoknya. Jadi kalian pacaran jarak jauh, nih? "
Kevin mengangguk. 'Ternyata selain botak dan nyebelin, Kevin ternyata tukang boong juga.' umpat Jenny dalam hati.
Sekarang mereka bertiga sudah berada di salah satu café favorit Lars. Setelah pertemuan di luar dugaan tadi, Lars memutuskan untuk sedikit bernostalgia bersama Kevin dengan di dampingi Jenny yang notabennya adalah pasangan Kevin. Jenny dan Kevin memang berusaha berimprovisasi sendiri untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan Lars sedari tadi. Karena sekali lagi, kemungkinan ini tidak pernah diharapkan terjadi sebelumnya sehingga Jenny belum mempersiapkan penjelasan tentang bagaimana menjelaskan hubungannya dengan Kevin selama ini. Untung saja Kevin begitu lihai berimprovisasi sehingga mereka bisa menyelamatkan keadaan, walaupun Jenny tetap menganggap kalau kemampuan Kevin itu hanya menunjukkan kenyataan kalau Kevin adalah tukang bohong yang lihai.
" Ternyata long distance nggak jelek-jelek banget, ya kan sayang? " Kevin meraih tangan Jenny dan meremasnya dengan lembut. Jenny mengangguk dan tersenyum seadanya.
" Well, baguslah. Tadinya gua kira Jenny bohong kalo dia udah punya pacar, tapi ternyata beneran. "
Hah?! Jenny terkejut mendengar perkataan Lars tadi. Jadi Lars sudah tahu kalau selama ini dia berbohong? Kalau begitu Jenny tidak perlu berbohong terus dan berusaha mencari pacar bohongan!
" Nggak lah… Masa Jenny boong, dia kan bukan tukang boong. " Kevin menjawab sambil menatap Jenny. " Jen, kenapa sih lo? Dari tadi kok diem aja? "
Jenny tersadar lagi dari lamunannya, sekarang yang dipikirkannya adalah bagaimana caranya dia bisa pergi dari sini supaya bisa menenangkan hati dan pikirannya dan menelepon Louise untuk mengadukan semua yang terjadi. " Nggak pa-pa, kok. Cuma, sebenernya gua mau pergi ke rumah nyokap gua. "
" Lho, nyokap lo nggak tinggal sama lo? " Tanya Lars.
" Nggak. Bo-nyok nya cerai delapan tahun yang lalu, sekarang dia tinggal sendirian. " Kevin menjelaskan kepada Lars, Jenny mengangguk setuju tapi malah menatap Kevin dengan pandangan tidak percaya. 'Dari mana dia tau semua itu?' Jerit Jenny dalam hati. Lalu Kevin menatap Jenny dan bertanya lagi. " Mau gua anterin? "
" Nggak perlu. " Jenny menjawab cepat. " Supir nyokap gua yang mau jemput. " Jawab Jenny. Dia tidak peduli kalau dia sudah berbohong lagi, kali ini dengan Lars dan Kevin sekaligus. Lagi pula mereka kan tidak perlu tahu kalau sebenarnya supir ibunya akan menjemputnya besok pagi, yang penting dia bisa pergi dari situasi yang membuat jantung berdebar-debar ini.
" Ok, deh. Gua juga ada janji sama Cherry. " Kata Lars.
" Cherry? Cewek baru nih? " Kevin bertanya dengan jahil.
" Gitu, deh. " Lars menjawab dengan jahil juga. "Gua cabut dulu, deh. Jangan lupa berkas yang gua minta tadi ya, Jen. Bye. " Lars memeluk Kevin dengan hangat dan mencium pipi Jenny lalu berlalu pergi.
Jenny menatap Kevin lagi tapi tiba-tiba Kevin juga menatapnya juga dan bertanya: " Jadi dia bos yang mau lo yakinin? "
" Dari mana lo tau tentang keluarga gua? " Jenny malah balik bertanya.
" Lo belum jawab pertanyaan gua. "
" Lo juga belum jawab pertanyaan gua. "
" Gua kan harus berakting jadi pacar lo, gua harus tau tentang keluarga lo juga. "
Jenny masih menatap Kevin dengan pandangan dingin. " Lo tau dari Louise, kan? "
" Itu bukan jawaban dari pertanyaan gua tadi, Jen… " Jenny memutuskan untuk tidak menjawab sehingga membuat Kevin berkata lagi.
" Denger ya, gua nggak perduli kalo sebenernya Lars yang jadi alasan lo harus nyari pacar bohongan, atau nggak. Tapi yang jelas itu hubungan bersahabatan gua sama Lars nggak bakalbikin gua ngalah. Gua pasti bakalan ngedapetin hati lo. Gua jamin. Lo liat aja nanti. "
Jenny terdiam sekarang. Benar-benar kehilangan kata-kata. Dia tidak tahu kalau Kevin dan Lars ternyata saling mengenal, malah sahabatan lagi! Kalau saja Jenny mengetahuinya, tentu saja dia tidak akan menyetujui Kevin berperan sebagai pacar bohongannya. Itu namanya bunuh diri. Lagi pula, tidak pernah terpikir oleh Jenny untuk menjadi penghancur persahabatan antara Kevin dan Lars. Tapi kini semuanya sudah terjadi, Lars keburu bertemu dengan Kevin dan mengetahui kalau Kevin adalah pacar Jenny. Kalau sudah begini, keinginan Jenny untuk mengakhiri kebohongannya kepada Lars secepat mungkin tidak bisa diwujudkan. Masalah ini akan berdampak panjang, Jenny bisa merasakannya. Dan mendadak nama Louise yang langsung terlintas di dalam pikirannya.

 
...Bersambung...

Ny. Lars – Part 9 -


Black Rabbit
" NY. LARS "
- Part 9 -

 
… Episode sebelumnya …
Jenny kesal bukan main saat acara jalan-jalannya dengan Lars di ganggu oleh Kevin. Tingkah laku Kevin yang dengan seenaknya masuk ke dalam kehidupan Jenny itu membuatnya tidak nyaman, dan lebih kesal lagi saat Kevin mengatakan dengan terus terang mengatakan bahwa dia akan mencuri hati Jenny, bagaimanapun caranya …

 
Ini adalah hari yang berat bagi Jenny karena baru saja pagi dijelang beberapa menit, dia sudah harus dipusingkan dengan masalah yang akan dihadapinya. Sore ini Kevin berencana akan menjemputnya sepulang kantor. Dan pagi ini pikirannya dipenuhi dengan berbagai kemungkinan reaksi yang akan dilakukan Lars saat melihat Kevin nanti yang akan diperkenalkan Jenny sebagai pacarnya. Rencananya Kevin tidak akan sampai diperkenalkan kepada Lars, cukup kepada teman-teman bengkelnya saja dulu. Toh dari teman-teman di bengkel itu akan sampai juga berita penjemputan itu ke telinga Lars, sehingga kemungkinan Lars tidak akan curiga kenapa dia tidak pernah bertemu dengan 'pacar Jenny' selama ini, karena dia pikir mungkin saja selama ini mereka tidak berada di tempat dan waktu yang sama. Tapi walaupun begitu, akan ada saja kemungkinan lain yang bisa terjadi, termasuk kemungkinan kalau Lars akan bertemu Kevin sore nanti. Kita kan tidak tahu bagaimana cara kerja takdir, mangkanya sekarang Jenny sedang pusing memikirkan kemungkinan itu, karena kemungkinan apapun juga pasti bisa terjadi. Kalau itu kemungkinan yang berdampak baik, tidak akan menjadi masalah yang cukup serius; tapi kalau kemungkinan yang terjadi malah membawa dampak yang jelek bagaimana? Itu yang sedang dikhawatirkan Jenny sekarang.
Coba ditilik lagi kemungkinan yang ada. Mungkin saja Lars hanya akan menjabat tangan Kevin sambil menyebut namanya dengan sopan, atau dengan kata lain, mereka berkenalan dengan biasa; ini tidak berdampak akan buruk tentu saja. Atau mungkin Lars akan mencengkeram kerah baju Kevin dan mengacungkan tinjunya sambil berkata dengan geram: " Jenny tuh cewek gua! Berani-berani lo ngerebut dia dari gua?! "; ini baru akan berdampak buruk, masalahnya akan ada beberapa kemungkinan lain yang akan terjadi berikutnya: mungkin Jenny hanya akan terdiam sangkin kagetnya dan akhirnya pingsan karena mendengar pengakuan cinta Lars itu_kalau itu bisa digolongkan sebagai pengakuan cinta; atau malah Jenny akan langsung memeluk Lars dan mengatakan kalau dia juga sangat mencintainya selama lebih dari dua tahun terakhir_itu berarti happy ending yang selama ini diharapkan akhirnya tercapai juga. Walaupun sebenarnya dalam skenario kali ini Kevin adalah pacar Jenny yang sudah berhubungan cukup lama, Jenny tidak akan ragu mengatakan yang sebenarnya_kalau selama ini dia tidak punya pacar, dan Kevin hanyalah pacar sementara, alias pacar bohongannya_kalau Lars benar-benar mengatakan hal itu. Tapi masalahnya adalah: Jenny tidak bisa memastikan kemungkinan mana yang memiliki persentase kejadian yang lebih besar, sehingga pagi ini dia pusing bukan kepalang untuk bisa menentukan sikapnya nanti.
Pekerjaan itu melelahkan dan membuatnya melamun, sehingga saat ponselnya berdering dan bergetar tiba-tiba, dia hampir saja terjengkang jatuh kebelakang. Sambil mengumpat, dia meraih ponselnya dan menjawab panggilan itu. Tapi bibirnya malah terkatup rapat dan matanya terbelalak mendengar suara yang menyambutnya.
" Hallo, Jenny… Apa kabar sayang… "
" Mom? Kenapa telpon kesini? "
Wanita yang menelepon Jenny, yang menyapanya dengan suara manja yang sengaja dipanjang-panjangkan itu adalah Lili, ibu Jenny. Sudah lebih dari delapan tahun ini Lili dan Alex_ayah Jenny_ bercerai. Pada waktu itu, Jenny yang anak tunggal dihadapkan kepada pilihan yang sulit saat harus memilih antara ayah atau ibunya. Tapi akhirnya kedua orang tua Jenny harus bisa menerima keputusan Jenny yang tidak memilih siapa pun dan memutuskan untuk tinggal sendiri. Ayahnya membelikannya sebuah rumah kecil dan ibunya membelikannya sebuah mobil sebagai tandingan_mereka memang sangat suka bersaing. Walau pada awalnya dia tidak ingin menerima pemberian-pemberian itu, tapi akhirnya dia menerimanya juga saat ayah dan ibunya mengatakan kalau pemberian mereka adalah 'bekal hidupnya nanti', apapun artinya itu. Saat ini Lili sudah menikah lagi dengan seorang pengusaha single kaya raya yang berumur empat puluhan_lebih muda dari pada ibu Jenny, tentu saja_ sedangkan ayahnya yang seorang pelukis tetap sendirian dan mengurung diri di studio lukisnya.
" Jangan berbicara seperti itu… aku sangat merindukanmu sayang… " Kata ibunya lagi yang membuat Jenny memutar matanya. Dia tahu ibunya tidak akan menelepon hanya unuk mengatakan bahwa dia kangen dengannya. Mungkin dia akan memaksa Jenny untuk ikut pemilihan model seperti dulu saat dia masih sekolah, atau ibunya mendapat tiket gratis untuk berwisata ke Jerman dan membutuhkan seorang penterjemah sehingga dia harus mengajak Jenny, karena itu berarti dia tidak perlu membayar jasa seorang pentejemah.
" Jenny… Apa aku mengganggumu? " Lili melanjutkan perkataannya.
" Mom, ngomong aja langsung, memangnya Mom butuh apa sampai mesti nelpon Jenny segala? " Tantang Jenny karena sudah tidak sabar mendengar perkataan ibunya yang berbicara dengan bahasa yang baik dan benar itu.
Lili terdiam, merasa kedoknya sudah dibuka walaupun dia belum mau membukanya. Dia berkata lagi, kali ini dengan lebih tegas. " Well, Jenny… Sebenarnya Filemon akan pergi keluar kota selama beberapa hari… "
Filemon adalah suami baru Lili, dengan kata lain, ayah tiri Jenny. Biasanya kalau pembicaraan dengan ibunya ini sudah menyangkut Filemon, tidak akan ada dampak yang bagus untuk Jenny.
" So… ? " Tanya Jenny lagi.
" Mom tidak mau ditinggal sendirian di rumah… "
" Mom… Mom nggak sendirian. Ada sepuluh pembantu di rumah itu, lebih malah. Masa mom bilang, mom sendirian? "
" Sayang… Masa kamu tega meninggalkan mom sendirian dengan pembantu… ? "
Siapa yang tidak tega? Pikir Jenny. Tapi dia hanya diam, menunggu penjelasan Lili lebih lanjut.
" Dengar Jenny… Mom tidak suka ditinggal sendirian, jadi mom pikir, kamu pasti mau menemani mom selama Filemon pergi… "
Jenny mengernyit. " Jenny harus tinggal disana? Kenapa nggak mom aja yang tinggal dirumah Jenny? "
" Tidak bisa sayang… Seorang ratu tidak bisa jauh dari istananya… Lagipula, kau hanya akan menemani mon selama tiga bulan. "
" Tiga bulan? Katanya cuma beberapa hari? "
" Tiga bulan kan bisa dihitung dengan hari juga… Ya sudah, mom ada janji dengan Robert… Mom akan suruh supir menjemputmu besok pagi. Ok sayang… "
Telepon ditutup, membuat Jenny tidak bisa membela diri dan membuat keputusan Lili menjadi absolute, tidak bisa diganggu gugat. Yah, bagaimana pun juga Jenny memang tidak bisa membantah keputusan orang yang keras kepala seperti ibunya, sehingga itu berarti dia akan menghabiskan waktu selama tiga bulan di 'panti rehabilitasi' itu. Kalau saja Jenny tidak ingat kalau Lili adalah ibunya yang sudah mengandungnya selama sembilan bulan, dan mengurusnya selama ini, dan ternyata yang disayanginya juga, dia tidak akan sudi tinggal di panti itu.

 
...Bersambung...

Ny. Lars - Part 8 -


… Episode sebelumnya …
Dengan sangat terpaksa Jenny menuruti kemauan Louise untuk menemui beberapa orang yang menghubungi Louise karena biro jodoh itu, dan akhirnya bertemu dengan Kevin yang walaupun berkepala botak tapi ternyata adalah satu-satunya orang yang layak untuk menjadi pacar bohongannya …

 
Nampaknya begitu banyak perubahan yang terjadi dengan semua orang di sekitar Jenny yang membuatnya bingung. Misalnya Lars yang sudah sembuh dari luka-lukanya hanya dalam waktu lima hari; Louise yang selalu membicarakan Kevin-Kevin dan hanya Kevin dalam beberapa hari ini; juga Kevin yang mulai masuk ke dalam kehidupannya dan mulai merepotkannya karena selalu saja meneleponnya hampir setiap hari. Dalam kasus Lars yang sembuh dalam waktu yang sangat cepat, menurut Jenny itu bukan masalah yang perlu dipertanyakan karena Lars memang dirawat oleh salah satu perawat terbaik di dunia, yaitu Jenny; tapi untuk kasus Louise dan Kevin? Jenny tidak pernah habis pikir bagaimana mereka bisa bersikap seperti alien. Padahal kan Kevin tahu benar kalau Jenny hanya ingin mereka berpura-pura selama beberapa waktu, tidak untuk selamanya, jadi rasanya akan sangat sia-sia berusaha sekeras itu. Dan untuk Louise, dia kan tahu juga kalau Jenny dan Kevin hanya berpura-pura pacaran, jadi rasanya tidak perlu dia bersusah payah mengingatkan Jenny kalau Kevin adalah laki-laki baik, ganteng, kaya dan lain-lain. Toh Jenny juga tidak perduli. Dia kan sudah memutuskan tidak akan jatuh cinta lagi selain dengan Lars.
Kembali kepada keadaan Lars yang sekarang sudah sembuh total, sesuai dengan permintaannya sebelum sembuh, dia dan Jenny sekarang sedang berada di mobil. Mereka akan menuju butik tempat Lars akan memilih pakaian yang akan dia kenakan saat berkencan dengan Cherry nanti, kalau suatu saat mereka akan berkencan. Seharusnya Jenny merasa senang karena sebelum Cherry sempat berkencan dengan Lars, dia yang lebih dulu melakukannya dengan Lars, bahkan ini bukan untuk yang pertama kalinya mereka pergi berdua selain dalam urusan bisnis. Tapi Jenny tidak bisa bergembira sebagaimana mestinya karena dia masih mengingat kejadian sebelum dia di jemput tadi.
Kevin tadi menelepon Jenny saat dia sedang mengenakan pelembabnya di depan meja rias. Dengan malas karena sudah melihat nama Kevin di LCD ponselnya, Jenny menekan tombol 'Ok' yang menghubungkannya dengan Kevin.
" Hai Jen, lagi ngapain? "
" Dandan. "
" Dandan? Lo mau pergi, ya? "
" Iya. Ntar lagi juga dijemput. "
" Berarti gua telat dong, padahal gua juga mau ngajak lo jalan. Lo perginya sama siapa? "
Jenny mulai kesal dengan sikap Kevin yang bertanya terus seolah-olah dia berhak mengetahui semua kegiatan Jenny dengan detail. Dia kan bukan siapa-siapa bagi Jenny. Well, selain sebagai pacar bohongannya.
" Sama temen. " Jawab Jenny singkat dan kesal.
" Cewek ato cowok? "
" Ngapain lo nanya itu? "
" Emang gua nggak boleh tau? "
" Bukan urusan lo, kan? "
" Gua kan pacar lo, Jen. "
" Bukan! "
Kevin terdiam, dan Jenny juga diam. Jenny tidak bermaksud menjawab dengan sekeras itu, dia tidak sengaja, walaupun apa yang dikatakannya memang benar. Untunglah saat diam-diaman itu terjadi, terdengar deru mobil dari depan. Lars sudah menjemputnya dan Jenny langsung berpamitan dan menutup telepon dari Kevin itu.
Jadi disinilah Jenny, di dalam mobil Mercedes milik Lars yang katanya mewah itu, duduk dengan sabuk pengaman mengikat badan dan bibirnya yang sedikit cemberut karena memikirkan Kevin yang menyebalkan dan berhasil menghancurkan moodnya yang tadinya sedang bagus-bagusnya.
" Lo kenapa sih, manyun gitu? " Tanya Lars di sela-sela kegiatan menyetirnya sambil melirik ke arah Jenny yang memang manyun.
" Nggak pa-pa, kok. Tadi ada yang bikin gua sebel aja. "
" Apaan? Cowok lo, ya? "
Jenny agak terdiam karena tanpa disengaja tebakan Lars itu memang tepat, walaupun tidak sepenuhnya tepat juga_Kevin kan bukan pacarnya. Tapi Jenny menggangguk juga akhirnya, dengan sangat menyesal.
" Waktu pacaran, berantem itu masalah biasa. Kata orang tua, itu namanya bumbu pacaran. " Lars menanggapi sambil tersenyum dengan sok arif. Jenny malah mencibir, dengan sewot dia malah meninju lengan Lars sambil mengejek kalau Lars malah terdengar seperti orang tua kalau berkata seperti itu, lalu mereka tertawa bersama. Lagi-lagi hubungan antara bos dan asistennya ini bergerak ke arah keakraban yang membuat sirik.
Lupakan soal keakraban tadi karena sekarang keakraban itu berubah menjadi peluh keringat yang menetes karena kelelahan. Sebenarnya tidak ada peluh yang benar-benar menetes saat ini karena untunglah butik ini dipenuhi dengan hawa dingin dari pendingin ruangan. Tapi keadaannya bisa saja separah itu, karena pencarian kostum yang cocok untuk kencan yang nyaris tidak akan terwujud antara Lars dan Cherry ternyata tidak mudah. Mencari pakaian yang cocok untuk laki-laki memang susah-susah gampang. Pakaian laki-laki tidak punya model yang terlalu banyak sehingga sangat susah mencari pakaian yang berbeda dari yang lainnya. Apalagi untuk Lars yang merupakan salah satu jenis laki-laki yang cukup fasionable. Mangkanya, waktu yang dibutuhkan juga tidak singkat. Hampir mirip sepasang kekasih yang sedang mencari gaun yang cocok untuk dikenakannya di pesta dansa pasangan atau semacamnya, Jenny dan Lars juga sedang berkutik dengan situasi semacam itu. Tapi jika seharusnya sang laki-laki yang duduk membaca majalah sambil menunggu pasangan wanitanya keluar mengenakan salah satu gaun lalu menanyakan pendapatnya; untuk Jenny dan Lars ini berlaku sebaliknya. Jenny sedang duduk di sofa empuk berwarna putih, menggenggam majalah sambil menunggu Lars keluar dari ruang ganti dengan mengenakan pakaian dari butik. Lars akan menanyakan pendapat Jenny, dan kalau Jenny hanya menunjukkan tampang aneh sedikit saja maka tanpa bertanya dua kali Lars akan langsung masuk ke dalam ruang ganti lagi dan mencoba pakaian lain. Ini yang membuat acara mencari pakaian yang pas ini menjadi sangat lama dan sangat melelahkan.
Lars keluar entah untuk yang keberapa kalinya, kali ini dengan mengenakan kemeja berbahan katun berwarna hijau lumut dengan celana panjang jeans dengan motif sobek-sobek yang sedang sangat trend saat itu. Lars menaikkan alisnya yang sebelah kiri dengan tampang bertanya, dan Jenny yang tadinya lemas dan capai langsung sedikit bersemangat melihat Lars keluar mengenakan celana jeans itu. Kemejanya mungkin kelihatan sangat kampungan, tapi celana jeans itu sangat cocok dengan Lars. Jenny langsung menanggapi.
" Jeansnya cocok banget buat lo. Lo keliatan lebih seksi. "
Lars malah semakin menaikkan sebelah alisnya dengan sanksi. Mendengar kata seksi yang terlontar dari mulut Jenny membuatnya sedikit terkejut. Dan sedikit bangga, tentu saja.
" Kemejanya? " Tanya Lars lagi, dan Jenny langsung mengernyit.
Lars masuk lagi dengan pakaian yang dikiranya akan cocok dipadukan dengan jeansnya yang baru ini, tapi tiba-tiba ponsel Jenny berdering. Lars tidak jadi masuk, tapi malah memperhatikan Jenny yang sedang menjawab ponselnya.
" Hallo? " Sahut Jenny.
" Hai Jen, lo masih jalan sama temen lo? " Ini suara Kevin, dan Jenny langsung menghela napas dengan berat mendengar suaranya. Lagi-lagi suara yang tidak diharapkan, umpat Jenny dalam hati.
" Kenapa? " Tanya Jenny datar.
" Nggak sih, gua kira lo udah pulang. Tadinya gua udah pengen ketemu lo. Gua udah ada di depan rumah lo, nih. "
" Hah, di depan rumah gua?! " Sekarang Lars benar-benar tidak ingin kembali ke dalam ruang ganti dan mencari baju lagi. Dia lebih tertarik mengetahui kenapa Jenny tiba-tiba kelihatan panik. " Dari siapa, Jen? " Tanyanya.
" Eh… Cowok gua. " Jawab Jenny dengan sangat menyesal, sebenarnya dia tidak ingin mengatakan kalau telepon yang dia terima memang dari 'pacarnya', tapi tidak ada jawaban yang lebih bagus dari pada ini.
" Kenapa, lo mau pulang, ya? Mau gua anter? " Lars menawarkan. Jenny malah panik, buru-buru digelengkan kepalanya.
" Nggak perlu, gua bisa pulang sendiri. "
" Siapa tuh, Jen? Temen lo, ya? Lo mau pulang? Mau gua jemput nggak? Lo dimana? " Kevin bertanya dan sekaligus menawarkan bantuan yang malah membuat Jenny tambah panik. Kalau Kevin menjemputnya sekarang, maka dia akan bertemu dengan Lars, padahal ini bukan waktu yang tepat untuk mempertemukan keduanya.
" Nggak usah, gua bisa pulang sendiri. Lo tunggu aja disitu, gua pulang sekarang. " Tanpa mendengar jawaban Kevin lagi, Jenny menutup ponselnya dan kembali menatap Lars. " Gua harus pulang sekarang. "
" Nggak mau gua anter? "
" Nggak usah, gua bisa pulang sendiri. " Jenny menjawab dengan sedikit kesal, menyadari benar kalau dia mesti mengatakan jawaban yang sama untuk pertanyaan yang sama yang di tanyakan dengan dua orang yang berbeda.
" Ya udah, kalo gitu gua anter lo naik taksi. " Lars beralih memandang pramuniaga butik itu dan berkata: " Saya ambil jeans ini dan kaos pertama yang saya coba tadi. " Pramuniaga yang berwajah sendu itu tersenyum dan beranjak untuk menyiapkan pakaian yang diminta Lars tadi, sedangkan Jenny kembali duduk di sofa dan tidak habis pikir bagaimana Lars bisa memutuskan untuk mengambil baju pertama yang dicobanya tadi setelah sekian banyak baju lain yang di cobanya setelah itu. Benar-benar melelahkan.
Setelah menelepon Jenny tadi, Kevin langsung menelepon Louise untuk menanyakan sesuatu. Sesuatu itu adalah sikap Jenny yang sangat aneh tadi. Tadi Jenny bersikap sangat skeptis. Bukan berarti selama kenal dengan Jenny sikapnya lebih baik dari pada ini, tapi tadi sikapnya lebih tertutup seolah-olah dia tidak ingin Kevin tahu siapa yang pergi dengannya tadi. Selama kenal dengan Jenny dan bersedia menjadi pacar sementaranya, Jenny memang cenderung bersikap menghindar setiap kali Kevin mencoba mengorek pribadinya lebih dalam. Kevin mencoba mengerti selama ini tapi lama-lama dia sebal juga, mangkanya dia sekarang menelepon Louise, orang yang dianggapnya paling tahu tentang Jenny dan akan memberitahu apa yang ingin dia tahu. Kevin memang merasa kalau Louise lebih bersikap manis dengannya dari pada Jenny.
" Tadinya gua mau ngajak dia nonton, tapi kayaknya dia nggak mau. Dia bilang mau pergi sama temennya. BT juga gua. " Kata Kevin kepada Louise dari telepon. Louise yang berada disana mendesah lelah.
" Dia emang gitu, Kev. Lo baru kenal sebentar sama Jenny, nggak heran lo bingung sama sikapnya, tapi dia orangnya baik kok, asik. Lo yang sabar aja ngadepin Jenny, ya. "
" Emang dia pergi sama siapa sih? Kok kayaknya nggak mau gua tau? "
" Nggak tau, ya. " Louise menjawab dengan berbohong. Dia tidak bisa mengatakan kepada Kevin kalau Jenny pergi dengan Lars. Dia bahkan tidak bisa mengatakan apa pun tentang Lars kepada Kevin karena Jenny sudah berhasil mengancamnya. Pokoknya Kevin tidak akan tahu apa pun tentang Lars kecuali Jenny memutuskan sudah waktunya dia tahu. Itu pun harus dari mulut Jenny sendiri.
" Sebenernya, siapa sih yang harus Jenny bohongin sampe dia harus nyari pacar sementara segala? " Kevin bertanya dengan putus asa
" Gua nggak bisa ngasih tau soal itu sama lo, Kev. Tapi gua yakin kalo lo bisa lebih baik dari pada orang yang harus Jenny boongin itu. Jujur aja, gua nggak yakin sama orang itu, dia nggak bisa bikin Jenny bahagia, tapi lo pasti bisa bikin Jenny bahagia. Gua yakin, dan lo juga harus bisa. Ok, Kev? "
" Wah, ternyata lo punya cita-cita yang besar sama gua. "
" Iya, gua harap lo bisa jadi yang terbaik buat Jenny, soalnya gua yakin lo juga suka kan sama Jenny. "
" Iya, sih. Sikapnya memang agak skeptis sama gua, tapi nggak tau kenapa gua malah tertarik sama dia. "
" Well, I'm telling you, Kev. Lo harus dapetin hati Jenny. "
Dorongan hati yang ingin lebih tahu tentang Jenny yang terkesan misterius itu yang membuatnya ingin sekali bertemu dengan Jenny lagi. Mangkanya dia datang ke rumah Jenny dengan berbekal alamat yang didapatnya dari Louise. Dan saat tidak menemukan Jenny di rumahnya, dia memutuskan menelepon Jenny sehingga akhirnya dia berdiri di depan rumah Jenny menunggu yang punya rumah kembali entah dari mana.
Tidak terlalu lama waktu yang dihabiskan Kevin untuk menunggu Jenny pulang kerumahnya, karena setelah lima belas menit yang lalu Jenny mengatakan akan pulang, disinilah gadis manis itu sekarang berada: di teras, sedang membuka pagar rumahnya sendiri. Wajahnya tidak terlalu bersahabat, sehingga Kevin memutuskan untuk diam saja.
" Ngapain lo kesini? " Tanya Jenny setelah mereka berada di ruang tamunya.
" Gua hanya pengen ketemu sama lo. " Jenny memutar bola matanya. " Emang gua nggak boleh ketemu lo? Lo nggak mau ketemu gua? " Jenny bersikap skeptis lagi dan Kevin mulai sebal.
" Emangnya lo pergi sama siapa sih tadi? Kok kayaknya gua nggak boleh tau banget? " Nada suara Kevin berubah menjadi sedikit sebal dan marah, membuat Jenny sedikit kaget.
" Buat apa lo tau? "
" Gua patut tau, Jen! Gua emang cuma pacar sementara lo, tapi gua tetep dan punya hak buat tau siapa lo, dan apa tujuan lo nyari pacar sementara? Nggak mungkin hanya buat iseng, kan? "
" Gua bukan orang iseng. "
" Kalo gitu kasih tau sama gua. "
" Nggak ada gunanya—"
" Kalo gitu gua nggak bisa bantu lo apa-apa. " Sambar Kevin yang membuat Jenny semakin kesal.
" Bos gua. Gua mau ngeyakinin bos gua kalo gua emang udah punya pacar. " Jawab Jenny dengan kesal.
" Buat apa lo ngeyakinin bos lo kalo lo udah punya pacar? Nggak ada hubungannya, kan? "
" Kan gua bilang, itu bukan urusan lo! Yang penting lo bisa jadi pacar sementara gua yang baik, selesai perkara! " Kali ini Kevin yang terdiam. Sikap skeptis Jenny berubah menjadi kemarahan. Jenny hendak meninggalkan Kevin masuk ke dalam dapurnya untuk mengambilkan sedikit air minum, tapi tiba-tiba Jenny ingat kalau dia harus mengatakan sesuatu yang cukup penting kepada Kevin juga. " Oh, gua baru inget, kayaknya lo nggak perlu repot-repot ngedeketin gua, ato nelpon gua mulu. Lo bakal jadi pacar sementara gua buat waktu singkat, jadi kita nggak perlu terlalu akrab. "
" Ok. " Sikap Kevin yang sedari tadi kelihatan sangat sabar, kini berubah menjadi sedikit skeptis juga. Mungkin sikap Jenny yang tidak bersahabat itu membuatnya kesal, sehingga dengan senang hati dia akan meladeni sikap Jenny itu. " Kalo gitu dalam waktu singkat itu, gua bakal ambil hati lo. Gua tipe orang yang nggak gampang nyerah dan bakal ngelakuin apa aja buat ngedapetin apa yang gua mau. Gua bakal bikin lo jadi bersimpati sama gua, ato malah jadi suka sama gua. "
" Nggak perlu seyakin itu, nggak bakalan kejadian kok. "
" Oh, ya? Kita liat aja nanti. "
" Ok, kita liat aja. "

 
...Bersambung...