Shakti And The Shooting Stars ( Middle Part 2 )


… … …
Terdengar suara teriakan seorang wanita dari luar caravan. Shakti langsung terdiam dan buru-buru mengikuti Tom keluar. Di depan caravan mereka melihat seorang wanita berlari tertatih-tatih sambil memegangi dadanya. Walaupun malam sudah dijelang dan langit sudah menularkan kegelapannya di sekitar caravan, Shakti masih bisa melihat dengan jelas darah segar yang mengalir dari dada wanita itu. Tom berlari menghampirinya, yang ternyata adalah Bibi Merry yang merupakan salah satu anggota sirkus yang dipimpin ayah Tom. Dengan terbata-bata sambil meringis menahan sakit dan mata terbelalak, bibi Merry berkata:
" Orang-orang Path, mereka tiba-tiba menyerang, melukai semua orang... "
Lalu bibi Merry berlari lagi, meninggalkan Tom yang terdiam sangkin kagetnya. Shakti menghampirinya, menyentuh lengannya dengan pelan, ingin bertanya atau mengatakan sesuatu, tapi suaranya tidak keluar karena tertahan oleh teriakan lain, kali ini lebih keras dan lagi-lagi membuat Tom tersadar dari keterkagetannya dan berlari menuju asal suara. Shakti juga bisa mendengar suara-suara itu dengan jelas. Suara jeritan, pukulan, bunyi dentingan logam lalu suara api yang menderak dan lebih banyak teriakan. Shakti ngeri bukan main, dia tidak tahu dan sebenarnya tidak ingin tahu suara apa itu, tapi toh dia tetap mengikuti Tom berlari ke asal suara.
Di tengah kumpulan caravan, tempat dimana beberapa hari ini Shakti dan semua kelompok Gypsy makan malam sambil menyanyi dan menari dan tempat dimana sebuah api unggun selalu dinyalakan, disana sudah tidak ditemukan suasana menyenangkan lagi. Api unggun memang masih ada di tengah, tapi apinya menyala sangat besar dan menari-nari seperti sedang marah. Disekitar api itu, pemandangan yang dapat dilihat sangat tidak menyenangkan. Lebih dari lima puluh orang tersebar di sekeliling api unggun, mengenakan pakaian lusuh dengan pedang, tombak, pisau, senjata apa pun di tangan mereka. Mereka adalah orang-orang dari kota Path. Shakti bisa melihat wajah-wajah mereka yang penuh koreng berwarna merah dan berair, tangan mereka berwarna hitam dengan kulit yang mengelupas dan mengeluarkan darah. Mata mereka merah dan melotot mengerikan sambil memukul, menebas, melukai siapa saja yang menghalangi mereka. Keadaan wajah dan kulit seperti itu jelas bukan dikarenakan luka perang, itu pasti karena wabah penyakit misterius yang diceritakan Rebeca.
Kelompok Gypsy yang berada di sekitar api unggun itu melawan dengan sekuat tenaga. Dapat dilihat dengan jelas bahwa kelompok Gypsy tidak dalam keadaan siap saat orang-orang Path menyerang. Mereka hanya menggunakan kayu bakar, panci, tongkat pemanggang, bahkan gitar untuk melawan. Shakti bergidik ngeri lagi, di depan matanya seorang Gypsy sedang berjuang mati-matian melawan seorang pasukan Path yang baru saja berhasil menusuk lengannya. Darah mengucur kemana-mana dari lengan itu, tapi dia tetap melawan. Tom juga kaget bukan main. Beberapa meter di depan dilihatnya sang ayah sedang berjuang melawan dua orang pasukan Path yang mencoba menebas lehernya. Tom langsung mengambil sebuah pedang yang terlempar dari tangan seorang pasukan Path dan berlari menerobos kerumunan langsung menuju ayahnya.
" Papa, apa yang terjadi? " Tanya Tom sambil berteriak setelah berhasil memukul dua orang pasukan Path yang mengepung ayahnya. Sekarang ayah dan anak itu melawan sambil saling memunggungi.
" Orang-orang Path ini... sepertinya mereka tidak bisa menahan diri untuk menyerang kita. "
TRANG! Pedang beradu pedang. Tom mendorong ke depan sekuat tenaga saat pedangnya menghantam pedang seorang pasukan Path. Dia terpelanting ke belakang dan Tom langsung menusuk jantungnya.
" Dimana mama? " Tanya Tom lagi yang dalam hatinya sedang sangat bersyukur karena sang ayah telah mengajarinya bagaimana menahan serangan lawan sejak dia masih kecil. Selama ini anggota Gypsy Group lain mengatakan kalau ayah Tom adalah orang aneh, yang mengatakan kalau semua orang harus bisa melindungi, paling tidak dirinya sendiri. Sekarang hasil pembelajarannya terbukti membantu Tom melawan pasukan Path yang menggila seperti banteng mengamuk.
" Aku tidak tahu. Tadi dia pergi menyingkir bersama Viera dan wanita-wanita yang lain. Kau pergilah, cari mamamu, selamatkan dia! "
" Bagaimana dengan papa? " Tanya Tom.
Ayah Tom menusuk perut seorang pasukan Path, membuat orang itu jatuh tersungkur lalu menjawab lagi: " Aku bisa menangani mereka! Kau pergi saja! Cepat! "
Tom menatap ayahnya lagi, ingin sekali membantah perintahnya kali ini, tapi sang ayah memandanginya seolah mengancam sehingga Tom mau tidak mau melangkah pergi tepat saat lengan ayahnya tertusuk tombak.
Sementara itu, Shakti yang tadi ditinggal sendiri oleh Tom terpaksa mengambil sebuah kayu dan menghantamkannya ke kepala seorang pasukan Path yang mendekatinya dengan membabi buta dan membawa pisau. Dia tidak pernah berkelahi sebelumnya, dia tidak tahu bagaimana caranya meninju orang lain, jadi dia memutuskan untuk menyingkir. Dia berjalan ke belakang sebuah caravan yang tidak terlalu ramai tapi malah menemukan Viera dan beberapa wanita duduk meringkuk dan sedang bersembunyi di caravan lain. Shakti berlari untuk bergabung bersama mereka, tapi baru saja melangkah dilihatnya seorang pasukan Path menyelinap tepat dibelakang Viera sambil mengacungkan pedang, siap menyerang. Secara otomatis Shakti berteriak: " Awas! "
Diambilnya sebongkah batu besar yang tergeletak di samping kakinya lalu dilemparnya tepat mengenai wajah musuhnya. Pasukan Path itu terhunyung, pedangnya jatuh dan Viera dengan gagah berani mengambil pedang yang terjatuh itu dan menusukkannya ke dada pasukan Path itu. Jeritan memekakkan telinga, membuat semua wanita itu juga ikut menjerit. Shakti sudah bergabung dengan rombongan itu saat Viera berteriak: " Dia wanita! Orang-orang Path ini membiarkan wanita ikut menyerang sedangkan kita tidak! Kita harus melarikan diri! Masuk ke hutan! "
Kumpulan wanita itu menjerit lagi karena beberapa pasukan Path sudah menemukan tempat persembunyian mereka dan mulai menyerang. Semua wanita Gypsy itu berlarian ke segala arah, mencoba melarikan diri. Ada yang tidak berhasil, ada yang tertusuk pedang, ada yang jatuh terjembab dan menjadi sasaran empuk tendangan, ada juga yang rambutnya dijambak, sedangkan Shakti terdorong kesana kemari sambil membelalak menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri pembantaian tanpa belas kasihan ini.
Disisi lain, beberapa caravan mulai terbakar, kuda-kuda meringkik ketakutan dan berlari pergi begitu juga dengan kerbau-kerbau dan kambing perliharaan. Derak api makin terdengar menyeramkan, teriak kesakitan dan kemarahan terdengar memilukan. Anak-anak menangis, ibu-ibu menangis, bau darah tercium dimana-mana. Tom mencari sosok ibunya kalang kabut, memasuki setiap caravan yang belum terbakar sambil memanggil ibunya, tapi tidak ada hasil. Dia sudah sangat panik. Jumlah caravan yang terbakar juga sudah semakin banyak, orang-orang makin banyak bergelimpangan, Tom sendiri tidak yakin apa ayah dan ibunya bisa selamat. Jumlah orang-orang Path ini begitu banyak, seperti tidak ada habisnya dan mereka menyerang dengan sangat mendadak dan membabi buta, tidak membiarkan kelompok Gypsy melawan sedikit pun. Tom bersandar di balik caravan yang gelap, merasa lelah. Marah, sedih dan kesal. Matanya sudah sangat panas, dia ingin menangis. Tapi tiba-tiba sebuah suara terdengar dari samping kanannya. Tom menggenggam pedang dengan kuat, siap menyerang siapa pun yang menampakkan diri. Dibelakangnya, sebuah caravan meledak terbakar lagi, itu klinik Viera. Dengan api yang berkobar, Tom dapat melihat dengan jelas siapa yang sedang berjalan ke arahnya dan buru-buru menahan gerak pedangnya yang hampir saja membunuh. Karena orang itu adalah Shakti, berjalan dengan hati-hati lalu kaget melihat Tom mengarahkan pedang kepadanya.
" Tom! " Teriak Shakti.
" Shakti! " Tom langsung mengesampingkan pedangnya.
" Kau melihat ibuku? … Apa kau melihatnya? " Tanya Tom.
Shakti menggeleng dengan terburu-buru. " Aku hanya melihat banyak darah, banyak mayat, aku tidak bisa mengenali satu pun! "
Lalu keduanya terlonjak kaget. Seseorang berlari ke arah mereka dan menabrak punggung Tom. Ia langsung mengangkat pedangnya lagi, tapi ternyata orang itu adalah Marion, berlari dengan tergesa-gesa sambil memeluk bola kristal, kartu tarot dan botol-botol sherrynya.
" Kalian! " Katanya setelah menyadari siapa yang ditemuinya. " Cepat pergi! Sudah kubilang akan terjadi bencana! Sudah kuramalkan dengan jelas! Pergilah! Kalian berdua harus pergi, sekarang! " Marion memelototi Shakti dan Tom lalu menunjuk ke arah hutan dengan telunjuk kanannya sehingga kartu tarotnya jatuh dari pelukan. Tapi sepertinya Marion tidak perduli dengan kartu tarotnya lagi, dia malah kelihatan sangat marah dan entah kenapa saat ini Shakti begitu percaya dengan semua perkataan Marion. Dia tidak meragukannya sedikitpun, bahkan sekarang dia sangat ingin berlari kehutan seperti yang diperintahkan Marion. Jadi dengan sedikit tidak sadar, Shakti menarik tangan Tom dan mengajaknya berlari masuk ke dalam hutan yang ditunjuk Marion itu. Mereka masih bisa mendengar Marion yang berteriak lagi: " Ya, begitu! Kalian harus pergi jauh—AH!! " Selanjutnya yang terdengar hanya suara botol-botol sherry milik Marion yang jatuh dan pecah berkeping-keping, lalu terdengar teriakan:
" Ada yang kabur ke hutan! Kejar mereka! Jangan sampai ada yang lolos! Bunuh semuanya! "
Shakti sebenarnya ingin sekali berbalik menolong Marion, dan dia yakin Tom juga menginginkan hal yang sama dengannya, tapi dia terus saja berlari menerobos dahan-dahan pohon, semak-semak dan akar pohon yang membuat limbung. Shakti bisa mendengar langkah-langkah kaki berat berlari di belakang mereka sementara dia sendiri bisa merasakan napasnya yang berat dan terengah-engah. Dahan dan semak masih saja melukai tangan dan wajah Shakti walaupun sudah diusahakan untuk disingkirkannya. Lalu terdengar sebuah suara tarikan busur dan sebuah anak panah melesat melewati ujung matanya dan menancap di batang pohon. Suara tarikan busur terdengar lagi, lalu Tom berteriak mengalahkan suara derap lari pasukan Path di belakang mereka. Shakti menghentikan larinya dan berbalik melihat Tom yang sudah jatuh terjembab sambil memegangi lengan kirinya.
" Tom, kau kena! " Teriak Shakti, melihat lengan Tom yang luka dan wajah Tom yang meringis menahan sakit.
" Aku tidak apa-apa. " Tom membalas.
" Itu mereka! " Pasukan Path itu masih mengejar mereka, malah terlihat tepat di belakang Tom terdapat seorang pasukan Path yang membawa sebuah busur panah yang siap ditembakkan. Tom mengambil pedang yang terjatuh di dekat kakinya yang sedari tadi dibawa lalu memegangnya seperti sebuah tombak dan melemparkannya kearah pasukan Path yang memegang panah itu. Pedang itu tepat mengenai perut pasukan itu.
" Lari! " Tom berdiri sambil berteriak lalu berlari lagi dengan tangan kanan memegangi lengan kirinya yang berdarah. Shakti mengikuti Tom, pikirannya makin kalut, tidak perduli kemana Tom akan membawanya yang penting mereka harus bisa lepas dari orang-orang Path ini. Shakti memandang kebelakang, dia dapat melihat pasukan Path itu mengacung-acungkan senjata mereka yang memantulkan cahaya bulan. Lalu baru disadarinya kalau pepohonan tidak lagi tumbuh disekitarnya dan Shakti menabrak sesuatu. Dia memandang kedepan lagi dan melihat Tom yang berhenti dan menunduk memandang sesuatu dibawahnya. Shakti ikut berhenti juga, ia memandang kebawah dan menemukan sebuah lubang yang dalam sekali sehingga Shakti tidak dapat melihat dasarnya yang gelap. Tom menggerang putus asa lalu memandang sekeliling lubang yang ternyata sudah dikelilingi oleh pasukan Path lain sehingga Tom dan Shakti buru-buru berbalik kearah jalan yang dilewati mereka tadi tapi malah dihadang oleh pasukan Path yang sudah berdiri beberapa meter dihadapan mereka, memegang senjata sambil menyeringai dengan senang.
" Mau kemana lagi kalian? " Seorang pasukan Path yang berdiri paling depan berkata sambil menyeringai. Giginya kuning sekali dan koreng di wajahnya dipenuhi nanah yang berwarna kuning kehijauan menjijikkan. Pasukan lain terkekeh geli.
" Sudah ku bilang, kalian tidak bisa lari... " Katanya lagi.
" Kalian telah membunuh semua keluarga dan saudara-saudaraku, tidak akan aku izinkan kalian puas dengan membunuhku juga. Tidak ada pilihan lain... " Tom menggerutu dengan berbisik sehingga hanya Shakti yang bisa mendengarnya.
" Apa katamu, Tom? " Tanya Shakti, juga dengan suara berbisik.
" Kita harus lompat. " Kata Tom lagi, masih dengan berbisik. Sementara itu pasukan Path mulai melangkah maju dan siap menghunuskan senjata mereka. Shakti dan Tom benar-benar terpojok jadi Tom memegang tangan Shakti lalu berteriak sekali lagi:
" Lompat!!! " Akhirnya Tom dan Shakti melompat, membiarkan orang-orang Path itu mengutuk keras karena tidak menyangka Tom dan Shakti akan melakukan lompatan bunuh diri itu. Shakti bisa merasakan angin disekitarnya menderu karena dia jatuh, lalu tubuhnya menghantam tanah dan terus berguling kebawah. Teriakan Tom terdengar disampingnya, tangannya masih memegang tangan Shakti sementara mereka terus berguling dan akhirnya terhempas.
… … …

Shakti And The Shooting Stars ( Middle Part )


… … …
Memang ada pesta disana. Suara denting piano, suara nyanyian yang nyaring, pukulan pada gelas kristal dan petikan gitar semakin jelas terdengar. Sekarang Shakti berada di atas balkon dengan sebuah tangga yang menghubungkan balkon itu dengan lantai di bawahnya yang bundar, sepertinya dia berada di sebuah rumah besar, atau sebuah kastil. Tapi tidak seperti rumah atau kastil lain, yang ini pastilah tidak pernah dibersihkan, soalnya ada begitu banyak sulur-sulur, batang pohon, akar-akar dan bunga berwarna-warni dengan berbagai ukuran memenuhi dinding dan langit-langit. Hampir sama seperti ruangan tempat Shakti terbangun dari tidurnya tadi, bedanya ruangan ini jauh lebih banyak bunga dan jauh lebih harum. Tapi kesan tidak terawat ini malah membuat kastil ini menjadi sangat mengagumkan dan indah. Tidak ada orang lain di rumah itu selain Shakti seorang diri, padahal Shakti dengan jelas masih bisa mendengar suara musik dan tawa cekikikan. Alih-alih orang, yang dapat dilihat oleh mata Shakti hanya gumpalan cahaya putih menyilaukan sebesar dua telapak tangan orang dewasa melayang disekitar ruangan dengan jumlah yang sangat banyak. Shakti maju beberapa langkah lagi, masih berusaha mencari sosok seseorang, tapi tetap saja tidak menemukan apa-apa selain gumpalan cahaya putih yang jumlahnya bertambah banyak. Shakti mulai merasa sedikit merinding takut. Mendengar begitu banyak suara tapi tidak menemukan satu orang pun memang tidak bisa dikatakan hal yang biasa. Dilangkahkan lagi kakinya ke depan, mencoba meraih ujung tangga dihadapannya, tapi Shakti dikagetkan oleh gumpalan cahaya yang bergerak kearahnya seolah-olah ingin menabrak wajah Shakti. Buru-buru ditepisnya gumpalan itu dengan tangan kanannya, tapi anehnya gerakan tangan Shakti terhenti di udara, sepertinya ada sesuatu yang menghalangi tangan Shakti menyentuh gumpalan cahaya itu.
" Hei! Hati-hati dengan tanganmu, aku hanya ingin mengucapkan halo ! "
Sebuah suara tiba-tiba terdengar dari bawah tangan kanan Shakti dimana gumpalan cahaya tadi berada. Buru-buru dilihatnya ke balik tangan kanannya yang masih ditahan sesuatu dan langsung terpekik kaget.
Ada sesuatu dibawah sana yang sangat mirip dengan manusia kecil sedang menahan tangan kanan Shakti dengan kedua tangan diatas kepalanya, tampak bersusah payah mendorong tangan Shakti ke arah sebaliknya. Badannya mungil sekali, mengenakan pakaian berwarna ungu dengan mata melotot besar dan pipi yang bersemu merah. Shakti yakin benar kalau makhluk itu adalah peri, soalnya sepasang sayap bergetar dibelakang punggungnya, putih, transparan tapi kelihatan begitu kokoh dan indah.
" Apa kau sudah bisa menyingkirkan tanganmu dari atas kepalaku? " Kata peri itu lagi sambil tetap menopang tangan Shakti dengan suara melengking dan nyaring. Buru-buru Shakti menarik tangannya sambil berkata: " Maaf ... "
" Tidak apa-apa! Aku senang akhirnya kau bangun juga! " Peri itu berkata sambil tersenyum lebar sekali. Setelah tidak ditutupi tangannya, Shakti bisa melihat kalau peri itu kelihatan sangat bercahaya, bahkan rambutnya yang berwarna hitam dan digelung ke atas kepalanya pun seperti bercahaya juga. Rasanya seperti berbicara dengan bola lampu.
" Memangnya sudah berapa lama aku pingsan? " Tanya Shakti lagi, masih mengagumi cahaya yang dikeluarkan peri itu. Si peri membelalakkan mata besarnya dengan bergairah, sepertinya sangat senang Shakti menanyakan hal itu.
" Oh, berjam-jam! Dua belas jam, kurasa! Atau mungkin lima belas jam! Entahlah, aku tidak sempat menghitungnya! Hi... hi... hi... " Peri itu mengikik dengan nyaring.
" Kalau begitu, kau yang telah menyelamatkan aku? " Shakti bertanya lagi dengan telapak tangan yang membuka dan si peri yang kecil mungil itu duduk di atasnya.
" Aku? Bukan-bukan! Mereka yang telah menolongmu... " Peri itu menggeleng-geleng lalu menunjukan tangannya ke belakang Shakti. Shakti melihat ke arah yang ditunjuk peri itu dan semakin kaget lagi. Yang ditunjuk si peri adalah gumpalan cahaya lain yang sudah melayang menggerumuni Shakti. Dan semua gumpalan-gumpalan itu ternyata adalah peri-peri lain, sama kecil dan bercahaya dengan peri pertama tadi. Semuanya, yang jumlahnya banyak sekali sampai mata Shakti sedikit sakit menahan cahaya terang benderang yang berasal dari semua peri itu, mengepakkan sayap kecil mereka dengan suara berdegung. Dan semuanya memandang Shakti dengan sangat antusias, memamerkan gigi runcing mereka dan hampir serentak menyapa Shakti sehingga terdengar seperti paduan suara dengan suara nyaring.
" HALOOO... !!! "
" Ha—lo juga ... " Jawab Shakti dengan salah tingkah sekaligus tidak percaya, lalu berkata pelan lagi: " Kalian—"
" Kau tidak tahu siapa kami? " Sambar peri lain yang berdiri dekat sekali dengan peri pertama yang menyapa Shakti tadi. Peri ini memakai gaun berwarna putih dan rambut keriting merahnya tergerai hampir menutupi sayapnya sendiri. Shakti menggeleng.
" Kami adalah bangsa peri! " Jawab peri lain yang juga berdiri, atau melayang lebih tepatnya, tak jauh dari peri tadi. Warna rambutnya hampir sama hijaunya dengan warna daun di sulur yang Shakti perhatikan di dalam ruangan tadi.
" Dan tempat ini bernama Fairy Castel ! " Kata peri yang lain dengan suara nyaring dan sayap yang mengepak-ngepak tidak berhenti. Mata kecilnya menunjukkan betapa bersemangatnya dia.
" Fairy... Castel... ? " Jawab Shakti bingung.
" Iya! Tempat dimana kau bisa terus bernyanyi dan menari! " Peri lain yang menjawab kali ini membuat semua peri lain mengumam setuju dan menganggukkan kepala dengan antusias.
Setelah itu, entah bagaimana, suara dentingan piano dan suara musik lainnya terdengar lagi, kali ini lebih keras dari pada sebelumnya. Pelan-pelan aroma wangi yang tadi dicium Shakti menyeruak lagi, lebih wangi dan lebih menyenangkan dari pada sebelumnya. Kerumunan peri sudah memudar, kembali berpencar dan terkikik, sementara lima peri yang tadi berbicara dengan Shakti sudah menarik-narik tangan Shakti, dua di tangan kiri dan tiga di tangan kanannya.
" Kalian mau membawaku kemana? " Tanya Shakti memandang dari tangan kiri ke tangan kanannya.
" Bersenang-senang! " Jawab salah satu peri di tangan kirinya.
" Iya! Kau harus ikut bernyanyi dan menari bersama kami! " Peri berambut hitam yang menyapanya pertama kali tadi juga menjawab di tangan kanannya.
Dan akhirnya Shakti mengikuti kelima peri itu yang membawanya ke lantai bundar dibawah yang selain penuh dengan bunga, sulur-sulur dan lilitan akar, juga dipenuhi dengan rumput-rumput pendek berwarna hijau yang kelihatannya halus sekali. Dipinggir tangga terletak sebuah piano besar yang terdiri dari begitu banyak pipa berongga yang menjulang tinggi. Beberapa peri bermain-main di atas tuts piano, meloncat sambil terkikik menekan salah satu tuts dan duduk diam sambil tertawa saat menekan tuts agak lama. Anehnya, cara mereka bermain piano malah menciptakan musik yang unik dan indah. Sementara itu beberapa peri yang lain sedang asik berterbangan di atas pipa berongga yang tinggi itu, mengikik riang saat pipa berbunyi dan mengeluarkan udara dari rongganya sehingga peri-peri itu terlempar ke atas. Di sampingnya berdiri sebuah lemari rendah dengan sebuah bunga matahari besar mekar dengan indah diatas permukaannya. Beberapa peri menari berpasangan di atas bunga matahari itu, menari balet, tap, tango bahkan berdansa gila-gilaan dan tidak beraturan. Disamping piano yang lain ada sebuah meja panjang yang diatasnya berderet biola, gitar dan cello besar yang masing-masing dikerumuni beberapa peri. Dua orang peri memegangi alat gesek biola dan menggerakkannya ke kiri dan ke kanan sementara beberapa peri yang lain berloncatan di atas senarnya. Keadaan gitar dan cello besar disampingnya tidak jauh berbeda, hanya saja tidak ada alat gesek pada gitar sehingga seorang peri memegang alat petik gitar yang pipih bulak balik pada senarnya. Sedangkan pada cello dibutuhkan lebih dari sepuluh peri untuk memegangi alat gesek dan menekan senarnya.
Hal yang lebih lucu adalah melihat sekumpulan peri di pojok ruangan lain yang menggerumuni satu set perangkat minum yang terbuat dari kristal. Semua peri berebut ingin memukul-mukul kristal yang bisa mengeluarkan bunyi nyaring itu. Ada dua orang peri yang sedang memperebutkan sebuah gelas kristal berkaki tinggi sehingga gelas itu bergerak ke kiri dan ke kanan dan akhirnya terjatuh dengan bunyi nyaring. Kedua peri melanjutkan pertarungan dengan saling memukul anggota tubuh lawan yang bisa dicapai, sedangkan peri-peri lain menertawakan di sekitar mereka. Ada juga seorang peri yang sepertinya terjebak di dalam sebuah botol kristal kosong, seorang peri lain duduk diatas tutup botol itu sehingga si peri yang terperangkap tidak bisa keluar, sedangkan beberapa peri lain memukul botol itu bergantian sehingga si peri yang terperangkap harus menutup telinganya rapat-rapat supaya suara dentingan kristal itu tidak memekakkan telinganya. Celakanya, si peri yang malang itu tidak bisa menutup kedua telinganya dengan rapat sehingga dentingan kristal masih terdengar di telinganya dan matanya berputar-putar karena pusing. Ada juga seorang peri yang berada di dasar gelas panjang sambil cegukan, matanya berputar-putar dan mulutnya menyeringai bodoh. Sepertinya peri itu telah meminum habis seluruh isi gelas itu dan langsung mabuk. Sementara itu seorang peri berdiri di luar gelas, menatap peri di dalam gelas itu sambil berkacak pinggang, lalu menggeleng dan mulai marah-marah. Shakti tertawa-tawa melihat tingkah peri-peri itu.
Lalu tiba-tiba terdengar suara paling aneh yang pernah di dengar Shakti, membuatnya buru-buru berbalik ke asal suara. Di seberang ruangan yang lain Shakti menemukan sekumpulan peri yang berjejer rapi makin kebelakang makin tinggi, mengepakkan sayap dan menangkupkan tangan di depan dada mereka. Berdiri paling depan dan membelakangi Shakti, terdapat seorang peri yang menggenggam sebuah tusuk gigi yang digerakkannya di udara memberi aba-aba kepada peri-peri lain. Tepat di hadapannya, melayang sebuah buku musik besar yang ternyata memandunya menggerakkan tusuk gigi tadi di udara. Setelah Shakti bergesar lebih ke kiri, dilihatnya dua orang peri yang dengan susah payah menopang buku musik yang besar itu. Koor peri itu terus membahana, bernyanyi dengan suara mereka yang nyaring dan melengking.
Kami adalah bangsa peri
Dengan sayap putih kami menari
Juga dengan musik kami menyanyi dan menari
Mengikik dan berlari
Bukan waktunya untuk bersedih
Tidak perlu merasa gundah dan lirih
Buang jauh-jauh rasa resah
Tinggalkan saja pikiranmu yang lemah
Selama kau bersama kami, kaum peri
Riang yang akan manghampiri
Senang akan mengelilingi
Menyanyi saja tralala trilili
Ayo goyangkan kakimu
Kalau punya, kepakkan saja sayapmu
Menari mengikuti alunan lagu
Lupakan semua yang mengganggu
Dengar, musik masih dimainkan
Berarti kita akan terus menyanyikan
Lagu-lagu yang menyenangkan
Yang akan menggembirakan
Ya! Kamilah para peri
Yang suka bernyanyi tralala trilili
Ayolah, ikuti kami menari
Melompat dan mengikiklah hihihi
… … …