Ny. Lars – Part 16 -


Black Rabbit
" NY. LARS "
- Part 16 -

 
… Episode sebelumnya …
Benar saja, acara double datenya bersama Kevin, Lars dan Cherry tidak berjalan dengan cukup mulus. Bukan hanya merasa sangat menderita melihat kemesraan Lars dan Cherry, tapi juga karena terlalu stress Jenny meminum sampanye terlalu banyak dan mengakhiri acara itu dengan muntah-muntah …

 
Kevin sudah membawa Jenny ke dalam mobilnya dan memapahnya ke kursi penumpang di depan. Setelah Cherry membawa Jenny dari toilet dengan wajah pucat pasi, dia langsung berpamitan dengan Lars dan Cherry untuk mengantar Jenny pulang. Lars masih sempat menggeleng-geleng dengan prihatin dan mendekati Jenny lalu menanyakan apa Jenny baik-baik saja sambil memegang tangan dan mengelus kepalanya. Jenny tidak bisa menjawab pertanyaan Lars itu, dia malah merasa kalau matanya panas sekali menahan air mata dan berusaha mati-matian untuk tidak menghambur kepelukan Lars dan mengadukan semua yang dirasakannya saat itu.
" Ugh! " Jenny memegangi kepalanya yang sakit dan memejamkan matanya.
" Lo udah baikan? " Tanya Kevin yang sudah ada dibalik setir.
Jenny berusaha mengangguk.
" You'r drunk. Mangkanya kalo nggak biasa minum, jangan minum! Gua anter lo pulang sekarang. " Kevin sudah memasukkan gigi satu dan mulai menjalankan mobilnya saat tiba-tiba tangan Jenny memegang lengannya untuk menghentikannya.
" Gua nggak bisa pulang kerumah itu dulu, Kev. Lo anter gua kemana aja deh, asal jangan ke rumah itu dulu. Gua butuh waktu buat nenangin diri gua dulu.. "
" But Jenny, you'r drunk… "
" Kevin, please… "
Dan Kevin menyerah. " Di dalam dasbor ada air putih, mendingan lo minum dulu, biar lo agak mendingan. " Jenny mematuhinya dengan sangat berterimakasih.
Kevin membawanya menuju salah satu perumahan elite yang terletak di bagian atas kota. Dia berhenti di salah satu bukit kecil yang dihiasi lampu-lampu kota dan bintang, membuat seolah-olah kumpulan bintang dan lampu-lampu kota adalah satu kesatuan.
" Ini tempat favorit gua. Kalo lagi suntuk biasanya gua kesini. Dari sini kita bisa ngeliat langit sama pemandangan seluruh kota. " Kevin membuka atap mobilnya, lalu menggeser jok nya sedikit kebelakang sehingga posisinya sedikit berbaring. Jenny juga melakukan hal yang sama sehingga dia bisa melihat semua bintang yang sedang bersinar sangat terang di langit sana.
" Sekarang lo pasti mikir kalo gua tuh cewek yang bego. Jelas-jelas gua udah ditolak secara nggak langsung, tapi masih aja tetep ngejer-ngejer. " Kata Jenny setelah sebelumnya terdiam cukup lama sambil menarik mantel untuk menutupi badannya dengan lebih erat karena merasakan semilir angin yang bertiup melalui atap mobil yang terbuka.
" Lo kedinginan? Mau gua tutup atepnya? "
Jenny buru-buru menggeleng.
" Gua sama sekali nggak anggap lo bego. Gua cuma baru sadar kalo ternyata lo bener-bener suka sama Lars. "
" Gua juga nggak nyadar kalo gua bisa sebegini sukanya sama Lars. " Jenny menutup matanya dan memutuskan untuk membiarkan mulutnya mengatakan semua yang dirasakannya saat itu kepada Kevin, yang sebelumnya tidak pernah dia lakukan kepada siapa pun kecuali Louise.
" Awalnya gua kira gua hanya kagum sama Lars, gua biarin perasaan gua ngalir gitu aja, dan tau-tau gua udah segini sukanya sama Lars. Akhir-akhir ini malah gua kira gua udah salah jatuh cinta. "
" Jadi lo sebenernya nggak cinta sama Lars? " Kevin bertanya dengan sangat antusias.
" Gua belum yakin. " Jenny menggeleng dengan lemah, menatap Kevin yang malah terlihat sangat bersemangat lalu menyadari ketidak sengajaannya mengatakan anggapannya yang satu ini, sehingga buru-buru ditambahkannya: " Bukan berarti gua nggak bakal ngejer Lars lagi loh! "
" Gua tau. " Jawab Kevin dengan tidak rela. " Emang nggak gampang ngelupain orang yang udah kita sukain selama bertahun-tahun. Tapi bukan berarti gua nggak bakal ngejer lo lagi. Gua tetep bakal nyuri hati lo dan ngingetin lo kalo Lars itu playboy. "
Jenny mendengus kesal dengan sedih. " Gua sadar banget kalo Lars itu memang playboy, malah gua sempet hampir nyerah gara-gara sikap Lars itu. Tapi nggak tau kenapa, gua masih ngarepin dia. Tadinya gua kira gua bakal bisa ngedapetin perasaan cinta yang selama ini gua kangenin dari dia. Sikap dewasanya, romantisnya, gua kira gua bisa ngedapetin semuanya dari Lars, sesuatu yang nggak pernah gua dapetin dari orang lain. " Jenny berhenti untuk membasahi bibirnya dengan air putih yang masih digenggamnya sedari tadi.
" Semenjak bokap-nyokap gua cerai, gua berpikir kalo cinta tuh nggak ada yang indah, gua nggak percaya sama cinta lagi. Tapi waktu gua ketemu Lars, gua ngerasain lagi rasa cinta itu. Dia selalu perhatiin gua, dia satu-satunya orang yang nggak minta gua harus keliatan tegar, kayak orang lain. " Jenny menghapus setetes air mata yang ternyata sudah mengalir dipipinya, lalu melanjutkan.
" Gua bilang gua udah punya cowok hanya gara-gara gua marah sama dia soalnya gua tau kalo dia tuh playboy. Tapi sejak itu sikapnya jadi lain, dia nggak seperhatian dulu. Gua jadi nyesel banget. "
" Mangkanya lo cari 'pacar sementara' biar Lars tau kalo lo nggak bohong, trus lo putus sama 'pacar sementara' lo itu, dan Lars bakal merhatiin lo lagi? " Jenny hanya diam menanggapi kesimpulan Kevin itu, sementara Kevin menanggapinya sebagai pengakuan bahwa kesimpulannya itu benar.
" Lars memang playboy, dia mengagumi semua wanita di dunia ini, dia bisa ngedapetin semua wanita yang mau dia dapetin tanpa bersusah payah, dan dia sadar banget soal itu. Jadi menurut gua, lo nggak bakal bahagia kalo sama dia. "
Jenny tersenyum pahit. Seharusnya dia ingat kalau Kevin yang ambisius ini tidak akan menyerah hanya karena Jenny menumpahkan semua perasaannya terhadap Lars.
" Lagian dia udah punya cewek, lo liat sendiri, kan? Walopun gua nggak yakin berapa lama mereka bisa sama-sama. "
" Lo tau sesuatu tentang Cherry kan, Kev? Kalian udah saling kenal, kan? Gua ngeliat waktu kalian kenalan tadi. Ada yang aneh, Cherry kikuk banget, dia pasti nyembunyiin sesuatu tentang lo. Iya, kan? "
Sekarang Kevin yang menghela napas dengan lemah, lalu mengangguk lebih lemah lagi.
" Lo ada hubungan apa sama Cherry? "
" Gua nggak bisa cerita, Jen. "
" Tapi ini kan ada hubungannya sama Lars, sama sahabat lo. "
" Gua tau kalo gua sama Lars itu sobatan, tapi bukan berarti gua bisa mencampuri semua urusan dia. Dia juga nggak bisa ikut campur urusan gua sembarangan. " Jenny kelihatan ingin marah, dia tidak habis pikir kalau Kevin harus menyembunyikan sesuatu mengenai Cherry yang sedang dekat dengan sahabatnya, ini kan menyangkut sahabatnya sendiri. Louise dan Jenny tidak bertindak seperti itu, walaupun Jenny tahu kalau persahabatannya dengan Louise tidak bisa disamakan dengan persahabatan Kevin dengan Lars.
" Lars juga nggak bisa ikut campur urusan gua sama lo, Jen. " Kevin melanjutkan dan Jenny menengok tidak mengerti. " Walaupun Lars itu sobat gua, gua tetep nggak bakal nyerahin lo sama dia. Dari dulu, gua dan Lars sealu bersaing, terutama masalah cewek. Kita berdua suka tipe cewek yang hampir sama, mangkanya kadang bisa suka sama satu cewek yang sama. Selama ini gua selalu ngalah, malah cenderung kalah sama Lars. Tapi sekarang gua nggak bakal ngebiarin diri gua kalah. Gua nggak bakal ngelepasin lo, Jenny. " Kevin mendadak meraih tangan Jenny dan menatapnya dalam-dalam.
" Gua nggak bakal ngebiarin lo pergi dari genggaman gua, gua bakal berjuang buat ngedapetin lo. Gua nggak bakalan bikin lo sedih, gua pasti bisa bikin lo ceria lagi. " Kini Kevin sudah memegang pipi Jenny dan mengusap matanya yang masih menyimpan air mata.
Lalu dengan sangat tiba-tiba Kevin mencium bibir Jenny. Jenny sempat terkaget-kaget, tapi entah kenapa dia tidak berusaha menghentikan Kevin. Dia malah merasa perasaan hangat yang sama seperti yang dirasakannya saat Kevin memeluknya saat berdansa tadi, dan diam-diam Jenny menikmatinya. Perasaannya tiba-tiba menjadi sangat tenang, dan terlelap.
Mereka berciuman cukup lama, hingga saat mereka berhenti, Jenny sudah merasakan kelelahannya yang memuncak dan membuatnya sangat mengantuk. Dia membenamkan diri di kursi dan memejamkan mata rapat-rapat. Kevin juga kembali merebahkan dirinya ke kursi dan mencoba meredakan hatinya yang berdebar-debar.
" Jen, kepala lo udah mendingan? " Kevin diam sambil menunggu jawaban dari Jenny, tapi nihil, Jenny tidak menjawab apa-apa. Kevin menatap Jenny dan menemukannya sudah tertidur dengan napas teratur. Kevin tersenyum. Dia mengelus pipi Jenny perlahan dan berkata lirih. " Lars pasti nyesel ngelepasin lo, Jen. "
Kevin membuka jasnya dan mengenakannya untuk menutupi tubuh Jenny yang terlelap, lalu dibetulkan posisi duduknya, ditutup atap mobilnya, dan mengecilkan pendingin mobilnya. Kevin menstater mobilnya dan membawanya dengan kecepatan yang lambat_supaya tidak membangunkan Jenny_dan membawa Jenny pulang. Entah kenapa, dia begitu yakin kalau Jenny tidak lagi membencinya seperti sebelumnya karena peristiwa ini. Jadi tidak sia-sia dia telah menerima ajakan Lars tanpa minta persetujuan Jenny dulu. Tidak sia-sia juga Jenny stress sampai mabuk begini.

 
...Bersambung...

Kartini ( Hanya Milik ) Ku


Hari ini adalah hari Kartini dan aku sedang menatap seorang Kartini yang membuatku terkagum-kagum sampai tidak bisa berkata apa-apa selain menggelengkan kepala.
Semangatnya masih sama seperti dulu, memperjuangkan hak-haknya sebagai seorang wanita yang ingin dihormati dan dihargai, dicintai dan disayangi. Perbuatannya masih sama, dimana untuk membuktikan dirinya, dia harus berjuang sekuat tenaga untuk melawan penjajahan kaum lelaki yang superior atau bahkan melawan sesama wanita yang sama sekali tidak mengerti bagaimana caranya saling mendukung.
Tapi Kartini ini tidak lagi mengenakan kebaya sederhana dan sanggul dikepala. Sekarang beliau sudah mengenakan celana jeans, dengan rambut yang dicat kecoklatan dan sudah sangat terlatih menggunakan teknologi secanggih handphone atau bahkan laptop.
Wajahnya lembut di tengah sifatnya yang keras tapi penuh keibuan. Nalurinya untuk melindungi dan menjaga selalu membuatku terharu walau kadang malah terasa begitu mengganggu dan terkesan kuno. Tapi ternyata semua itu berdasarkan perasaan cinta yang sangat mendalam. Perasaan cinta yang membuatnya rela melakukan apa pun dengan sepenuh jiwa. Kartini ini bahkan rela banting tulang, melawan rasa sakitnya sendiri, menentang keinginan pribadinya, mengacuhkan pendapat orang lain. Semua itu hanyalah demi mereka yang kadang kala malah berteriak kepadanya, malah mengacuhkannya, malah menganggapnya remeh atau malah dengan tidak perduli membuatnya khawatir setengah mati.
Tapi dia melakukannya dengan senyum tulus. Bahkan beliau rela menahan tetesan air matanya yang hampir saja tidak bisa dibendungnya lagi agar mereka tidak perlu melihat air mata itu dan menjadi khawatir, tidak perduli jika itu adalah air mata kesedihan ataupun air mata kebahagiaan.
Karena Kartini ini adalah Bundaku, yang berjuang demi kami, anak-anaknya.
Aku buru-buru mengusap air mata yang tahu-tahu sudah ada di pipiku, agar Kartini ini tidak melihat air mata itu dan mengira aku sedang bersedih. Aku malah sedang sangat bergembira karena diberi kesempatan untuk bisa menjadi bagian dari dirinya dan belajar untuk menjadi seorang wanita yang kuat, bukan saja demi aku sendiri tapi juga demi dia, demi Kartini-ku tercinta.
200410 ~ Black Rabbit ~

 

Ny. Lars – Part 15 -


Black Rabbit
" NY. LARS "
- Part 15 -

 
… Episode sebelumnya …
Jenny sedang menghadapi dilemma besar dalam hidupnya saat menghadapi detik-detik terakhir acara double datenya bersama Lars. Dia tahu acara itu tidak akan berjalan dengan lancar, tidak perduli seberapa yakinnya Louise tentang hal sebaliknya. Sekarang Jenny hanya bisa berharap semoga Kevin benar-benar bisa menjadi penyelamatnya …

 
Jenny berjalan ke dalam restoran tempat perjanjiannya dengan Lars, yaitu sebuah restoran kecil favorit Lars yang benar-benar mencerminkan diri Lars. Arsitekturnya terkesan simpel, elegan tapi klasik. Setiap meja dibatasi dengan dinding tripleks yang dilukis sederhana setinggi 1,5 meter, cukup memberikan privasi bagi orang-orang di balik bilik itu. Di ujung ruangan terdapat panggung yang selalu dinaiki seorang penyanyi yang membawakan lagu-lagu slow_lagu kesukaan Lars. Dan apa yang menjadi favorit Lars dari restoran ini adalah restoran ini menyuguhkan sampanye_minuman favoritnya_secara legal. Tidak heran kalau harga satu botol sampanye saja benar-benar selangit.
Setelah menyerahkan mantelnya kepada salah seorang pelayan di tempat penitipan mantel dan topi, dan setelah Kevin menyebutkan nama Lars kepada pelayan lain, mereka berdua berjalan mengikuti pelayan itu yang menjadi petunjuk jalan. Sepanjang perjalanan Jenny baru sangat menyesal telah memilih gaun yang begitu terbuka di bagian belakang punggungnya itu. Tadinya dia begitu ingin terlihat cantik dan sedikit seksi dengan mengenakan gaun ini supaya_paling tidak_penampilannya tidak akan terlihat sangat jauh berbeda dengan Cherry yang pasti akan terlihat sangat mengesankan. Tapi dia tidak memperhitungkan salah satu kemungkinan ini: kalau Kevin yang akan memeluknya sepanjang malam ini, karena Kevin memang pacarnya. Tadinya dia kira tidak perlu ada acara berpelukan atau sekadar merangkul pinggul. Tapi ternyata ada, dan Jenny tidak bisa menghindar karena memang baginilah kalau menjadi sepasang kekasih.
Kalau mau jujur, yang membuat Jenny sedikit jengah dengan aktifitas sepasang kekasih antara dia dan Kevin adalah kenyataan kalau Kevin memang pria baik yang cocok menjadi pacar yang baik, seperti yang dikatakan Louise beberapa waktu yang lalu. Dan Jenny sempat mempertimbangkan kemungkinan itu, sehingga keberadaan Kevin jadi berubah dari yang pada awalnya hanyalah pacar sementara yang tidak ada spesialnya menjadi seorang pria yang terang-terangan menyukainya dan ternyata layak dipacari juga. Ini berdampak sangat besar terhadap Jenny, mangkanya sekarang dia sedikit jengah kalau berada di dekat Kevin. Tapi langsung Jenny buang jauh-jauh pemikirannya yang itu, dan meyakinkan dirinya kalau semua itu hanya hal biasa, bukan sesuatu yang penting dan patut diperhatikan.
Mereka sampai di salah satu bilik di pojok ruangan. Pelayan yang mengantar mereka tadi berpamitan setelah sampai di depan bilik dan mereka berdua masuk ke dalam. Ruangan itu tidak terlalu besar dan tidak terlalu terang dengan sebuah meja bundar berukuran sedang dengan empat bangku berlapis kain putih mengelilinginya. Kelihatannya cukup nyaman. Tapi Jenny langsung menyesal karena baru saja mengatakan kepada dirinya sendiri kalau semuanya akan baik-baik saja karena ternyata semuanya tidak baik-baik saja. Yang membuat keadaan menjadi tidak baik-baik saja adalah dua manusia yang duduk di dua kursi yang disediakan disana. Itu Lars, dengan balutan kemeja putih yang dua kancing teratasnya tidak terkancing dengan benar dan jas hitam. Didepannya ada seorang wanita cantik mengenakan long dress pink pucat bertali bahu dengan belahan dada yang sedikit terbuka memperlihatkan buah dadanya yang menggiurkan.
' 35B. Oh Bukan, 36A. ' Pikir Jenny cepat.
Wanita itu Cherry, dengan rambut hitam panjang dan kulit coklat sempurna. Sayangnya wanita itu sedang memegang pipi Lars dan bibir mereka hanya berjarak beberapa senti, mereka nyaris berciuman.
Tubuh Jenny kontan lemas. Tangannya gemetar dan hatinya tak keruan. Ini diluar skenario, seharusnya mereka berempat akan double date, berbincang-bincang mengenai masa-masa sekolah Lars dan Kevin dulu, dan tertawa-tawa karenanya. Mungkin Jenny nantinya memang tidak bisa menghindari pemandangan mesra antara Lars dan Cherry, tapi tidak adegan ciuman dan tidak sedini ini. Tanpa sadar Jenny menggenggam lengan Kevin dengan tangannya yang gemetar. Sebenarnya Kevin pun kaget melihat adegan itu dan melihat wanita yang akan mencium sahabatnya, tapi saat Jenny menggenggam lengannya dengan gemetar, pikirannya langsung teralihkan.
Untunglah adegan itu tidak berlanjut sampai puncak, karena sepertinya Lars dan Cherry menyadari keberadaan Kevin dan Jenny di pintu, mereka langsung memisahkan diri. Lars naik dan menghampiri sahabatnya lalu memeluknya. Jenny yang sadar kalau adegan itu tidak jadi mencapai 'puncak' langsung mengubah raut wajahnya dan mengecup pipi Lars.
" Kalian telat tau! " Kata Lars dengan sumringah.
Jenny dan Kevin hanya bisa tersenyum.
" Oh, kenalin. Ini Cherry. Cherry, ini asisten gua, Jenny. Dan ini sahabat gua, Kevin. " Lanjut Lars sambil memperkenalkan mereka satu per satu.
Cherry mengulurkan tangan ke arah Jenny dan berkata sambil tersenyum manis: " Hai, kita pernah ketemu, kan? "
" Iya, tapi baru kali ini kita kenalan. " Balas Jenny.
Tapi saat hendak menjabat tangan Kevin, Cherry diam sesaat. Dia melihat wajah Kevin yang tenang dan dia berubah menjadi kikuk. Akhirnya Kevin mengulurkan tangan lebih dulu, disambut Cherry yang berkata 'Hai' dan tersenyum, lagi-lagi dengan kikuk. Jenny sempat aneh dibuatnya, tapi sepertinya Kevin dan Cherry tidak merasa aneh lagi, karena ketika mereka mulai duduk dan mengobrol, baik Cherry maupun Kevin bersikap biasa-biasa saja. Lagi pula, bukan itu yang memenuhi pikiran Jenny. Yang memenuhi pikirannya adalah umpatan kasar yang diteriakkannya dalam hati saat melihat adegan romantis antara Lars dan Cherry yang ternyata terus berlanjut. Lars sering meraih tangan Cherry dan menggenggamnya dengan lembut, atau memainkannya naik turun sambil terus berbicara. Jenny tidak tahan. Dia langsung meraih lengan Kevin yang duduk di sampingnya dan ikut tersenyum kikuk sambil menahan napas. Saat itu, entah bagaimana, ternyata hanya Kevin lah satu-satunya orang yang bisa menjadi sandaran bagi Jenny saat ini. Tidak ada Louise, tidak ada Norman, hanya ada Kevin, 'pacar sementara' nya yang ternyata memang bisa diandalkan. Dan Jenny semakin bersyukur saat Kevin_yang sepertinya mengerti dengan penderitaan Jenny kali ini_membalas genggaman tangannya, memainkan tangannya naik turun sambil terus berbicara dan meremasnya dengan lembut dan mengelus kepala Jenny dengan halus saat mendengar lelucon sambil tertawa, seolah-olah menyamakan kedudukan dengan Lars. Kali ini Jenny tidak merasa jengah sama sekali, dia malah merasa sangat bersyukur. Ada Kevin di sampingnya. Walaupun statusnya hanya 'sementara', paling tidak malam ini Jenny punya pacar yang ternyata sangat mengerti dirinya.
Penderitaan Jenny belum selesai sampai disitu. Kini setelah makanan utama dihabiskan, Lars dan Cherry melangkah menuju lantai dansa dan ber-slow dance mengikuti irama. Kali ini rasa syukurnya kepada Kevin yang telah 'menolongnya' tadi sudah hilang entah kemana. Yang sekarang dirasakannya hanyalah rasa tercekik di tenggorokan dan panas dipelupuk mata saat melihat Lars dan Cherry yang saling berpelukan sambil berdansa. Cherry semakin merapatkan diri ke tubuh Lars yang kekar dan mereka tertawa bersama. Sekarang tubuh Jenny sudah menggigil. Dia mencoba menenangkan diri dengan membayangkan tubuhnyalah yang berada di pelukan Lars dan berdansa dengannya, tapi pikiran itu malah membuatnya makin nelangsa. Kevin sendiri memandangi pasangan Lars-Cherry dan Jenny bergantian dengan pandangan kesal.
" Jen, lo kenapa sih dari tadi? " Tanyanya kesal. Jenny hanya terdiam dengan masih memandangi dua sejoli itu. " Kalo gua tau bakalan jadi kayak gini, gua nggak bakal terima ajakan double date dari Lars. "
" Emang siapa yang suruh terima ajakan Lars? Lo sendiri kan? Lo tanya pendapat gua dulu nggak? Nggak kan? "
" Gua hanya mau nunjukin ke lo kalo Lars cowok playboy. Dia udah punya cewek baru dan dia keliatan bahagia. Walopun gua nggak yakin dia bakalan bisa bahagia sampe kapan. "
" Maksud lo? "
Kevin meraih gelas sampanyenya dan mengesapnya sedikit. Asam. Dia sudah mengatakan sesuatu yang seharusnya tidak dikatakannya. Kevin memilih untuk menanggapi pertanyaan Jenny dengan diam. Jenny juga meraih gelas sampanyenya dengan kesal, tapi bukan hanya mengesapnya, dia malah menegaknya sampai habis. Kevin kaget, apalagi melihat Jenny meraih botol sampanye di ujung meja, menuangkannya lagi. Kevin tahu, Jenny bukan tipe orang yang menyukai minuman keras, apalagi sampanye yang bisa memabukkan itu. Buru-buru direbutnya gelas dan botol dari tangan Jenny dan menarik Jenny ke lantai dansa, berusaha mengalihkan perhatian Jenny. Kevin merangkul Jenny ke dalam pelukannya dan mulai berdansa. Jenny kaget melihat sikap Kevin ini, dia melihat wajah Kevin yang sekarang sudah sangat dekat dengan wajahnya dan menatapnya keheranan dengan kepala yang mulai pusing. Kevin baru saja sadar kalau dia dengan sangat lancang telah memeluk Jenny dan sekarang Jenny sedang memelototinya, tapi dia tidak mengendurkan pelukannya. Kevin malah memeluk Jenny dengan lebih erat dan berkata ditelinga Jenny dengan mantap. " Gua emang nggak bisa se-romantis Lars, but I know how to treat a lady. "
Hangat. Dan Jenny malah membalas pelukan Kevin itu dan berdansa mengikuti irama. Tidak tahu karena apa_mungkin karena dia sudah mulai mabuk_untuk sesaat Jenny terhanyut di dalam ketenangan dan kehangatan pelukan Kevin. Rasanya ada sebuah tangan kekar yang telah menyelamatkannya dari jurang yang sangat dalam dan tak bertepi yang hampir saja menelan Jenny. Jenny memejamkan matanya untuk merasakan kehangatan itu lebih lama lagi.
Tapi saat membuka mata dan melihat Lars yang sedang menumpahkan wajahnya ke leher Cherry, hatinya pedih lagi. Ternyata jurangnya masih ada. Tangan Jenny gemetar lagi, matanya panas lagi, hatinya berdebar-debar lagi, dan kehangatan Kevin sudah pergi entah kemana. Kevin melihat ke arah yang sama dengan Jenny dan menyadari bahwa Jenny sedang memperhatikan Lars dan Cherry lagi. Dia memutar tubuhnya dan tubuh Jenny yang dipeluknya, sehingga pandangan Jenny terhalangi, lalu Kevin berkata: " Nggak usah dipaksain kalo lo nggak sanggup, Jen. "
Terlambat, Jenny sudah tidak bisa kembali tenang seperti tadi. Dia melepas pelukan Kevin dan melangkah ke meja. Diraihnya gelas yang sudah diisi sampanye tadi dan diminumnya hingga habis. Kepalanya pusing, hatinya sakit, matanya berat menahan air mata dan perutnya sudah sangat mual, tapi Jenny tidak perduli. Diraihnya botol sampanye lagi, dituangkannya lagi ke dalam gelas, lalu diminumnya lagi sampai habis. Tapi saat dia hendak menuangkan sampanye ke gelas berikutnya, Kevin menghentikannya. Kevin merebut botol sampanye dan gelas itu lalu diletakkannya jauh dari jangkauan dan menarik Jenny menjauhi meja.
" Lo apa-apaan sih!? "
Jenny tidak mendengar perkataan Kevin. Dia sedang merasakan perutnya yang terasa mual bukan main dan ingin muntah. Buru-buru dia berlari kearah kamar mandi dan menabrak Lars yang selesai berdansa dan akan kembali ke meja.
" Jen? " Lars menyapanya, tapi Jenny tidak menjawab apa-apa dan hanya melesat pergi. " Dia kenapa, Kev? " Tanya Lars sesudah sampai di meja.
Kevin terlihat sangat kacau. Raut wajahnya menunjukkan gabungan dari perasaan marah, kesal, panik dan tidak tahu harus berbuat apa, bercampur menjadi satu. Dia hanya menjawab dengan singkat. " Dia minum sampanye, kayaknya dia mabuk. "
" Mabuk? Dia minum berapa banyak? " Tanya Cherry dengan terkaget-kaget.
" Tiga Gelas. "
Lars menggeleng. " Dia nggak pernah minum, apalagi minum sampe tiga gelas. "
" I'll get her. "
Cherry menyusul Jenny ke toilet dan menemukan Jenny tengah membungkuk di salah satu bilik toilet dan mengeluarkan seluruh makanan yang tadi dimakannya. Kalau bisa, Jenny rela memberikan apa saja asalkan dia bisa mengeluarkan semua perasaannya saat itu bersama dengan muntahannya.

 
...Bersambung...

Ny. Lars – Part 14 -


Black Rabbit
" NY. LARS "
- Part 14 -

 
… Episode sebelumnya …
Louise mengingatkan lagi kepada Jenny betapa baiknya Kevin dan betapa Kevin bisa membahagiakannya, sesuatu yang selama ini tidak pernah Jenny bayangkan bisa dilakukan oleh orang lain selain Lars. Dan Louise juga meyakinkan bahwa Kevin bisa menjadi seorang penyelamat yang baik saat acara double date mereka nanti. Jenny sendiri masih tidak yakin …

 
Hari ini hari Sabtu, hari double date yang dijanjikan Lars dengan Jenny. Hati Jenny sudah berdebar-debar sejak sore tadi karena menunggu acara ini. Beberapa hari yang lalu Jenny sudah mencoba menelaah lagi perasaannya terhadap Lars karena kata-kata Louise waktu itu. Mungkin saja Lars memang bukan untuknya, mungkin saja Kevin memang cowok yang baik dan cocok dipacari, mungkin saja selama ini Jenny salah jatuh cinta, dan masih banyak kemungkinan yang lainnya. Tapi herannya, semakin dipikirkan seperti itu, Jenny malah semakin yakin kalau Kevin bukan untuknya, Lars memang laki-laki yang diidamkannya sedari dulu, dan keseriusannya untuk mencintai Lars yang playboy sama mantapnya seperti pertama kali dia memutuskan untuk membiarkan Lars masuk kedalam hatinya.
Kalau kita ambil perumpamaan, mungkin perasaan Jenny saat ini sama dengan perasaan yang dirasakan Rose dalam film Titanic saat dia diminta terjun ke kapal penyelamat lebih dulu dan meninggalkan Jack di kapal yang akan tenggelam. Tapi semakin dilepas seperti itu, dia malah semakin tidak ingin meninggalkan Jack yang dicintainya sendirian, sehingga Rose meloncat kembali ke dalam kapal dan mengejar kembali kepelukkan Jack lagi (You'll jump, I'll jump, right?). Dalam kasus Jenny kali ini, Rose diperankan dirinya sendiri sedangkan Jack adalah Lars. Anehkan? Entahlah, Jenny juga merasa aneh. Mungkin cinta itu terdiri dari magnet yang saling tarik menarik dan kutub utara dan kutub selatannya adalah sepasang kekasih.
Jam antik diatas meja rias Jenny sudah menunjukkan pukul 18.15 sore, sebentar lagi Kevin akan menjemputnya. Jenny memoleskan blush on sebagai sentuhan terakhir make up minimalisnya lalu melihat dirinya lagi di cermin. Bayangan di cermin memperlihatkan Jenny yang mengenakan gaun hitam panjang model kemben dengan motif tali dipunggung yang memamerkan punggungnya yang halus dan putih hingga ke pinggang. Dia memilih sandal berwarna hitam dengan hak tiga senti yang tidak terlalu tinggi dan menenteng sebuah tas hitam kecil. Rambut coklatnya dibiarkan tergerai dan dia mengenakan mantel coklat sebagai penghangat tubuhnya. Udara di bulan yang rawan hujan biasanya tidak terlalu bersahabat.
Pintu diketuk dari luar dan setelah Jenny berteriak mempersilahkan masuk, datang seorang pelayan.
" Maaf nona, Tuan Kevin sudah menunggu di ruang tamu. "
" Udah deh, nggak usah manggil 'Nona' dan 'Tuan' segala, ini bukan istana. " Jawab Jenny sambil meraih sisir dan menyapukannya di rambut. Pelayan itu hanya tersenyum. " Dia nunggu sendirian? " Tanya Jenny lagi.
" Tidak, nona, ada nyonya yang menemaninya. "
" Hah? "
Tadinya Jenny berniat untuk membiarkan Kevin menunggunya sedikit lebih lama, sekaligus menguji seberapa sabarnya seorang laki-laki yang bernama Kevin itu, tapi setelah mengetahui kalau ternyata Kevin tidak sendiri, melainkan ditemani ibunya, Jenny langsung melesat keluar dan menemui Kevin secepat yang dia bisa. Tidak baik meninggalkan tamu dengan seorang ibu yang menyebalkan seperti Lili. Lagi pula, Jenny pernah membaca sebuah artikel yang mengatakan bahwa orang yang berambisi kuat tidak akan cocok dengan orang yang keras kepala. Jangankan untuk berhubungan, berteman saja bisa menyebabkan pertengkaran hebat, begitu kata artikelnya. Jenny yakin benar kalau Kevin adalah salah satu orang paling ambisius yang pernah ditemuinya, sedangkan ibunya adalah seorang yang keras kepalanya lebih keras dari pada batu, mereka akan langsung bertengkar bahkan sebelum mereka sempat resmi berkenalan. Jenny berlari ke ruang tamu dengan takut setengah mati, dia sedang membayangkan kalau ibunya sudah siap mencengkram leher Kevin, atau bisa-bisa anggar yang diletakkan di dinding ruang tamu untuk dipajang itu bisa mereka gunakan untuk saling menyerang.
Kalau kamar Jenny di dekorasi seperti kamar seorang putri di abad ke-17, lain halnya dengan ruang tamu. Ruangan itu didekorasi dengan berbagai macam senjata sehingga keadaannya hampir mirip dengan gudang senjata. Terdapat sepasang pedang anggar yang disilangkan diatas perapian, pistol rakitan dari abad ke-16, tombak-tombak yang digunakan pendekar Cina seperti di televisi, sampai samurai dari zaman Edo di Jepang. Yang membedakan ruangan itu dengan gudang senjata hanyalah satu set sofa besar yang berada ditengah ruangan yang mengelilingi meja berukiran naga dan perapian asli disudut ruangan. Walaupun senjata-senjata itu tidak pernah digunakan lagi, tapi tetap masih bisa digunakan oleh 'si ambisius' dan 'si keras kepala' untuk berperang.
Saat Jenny sampai diruang tamu, Jenny menyaksikan pemandangan yang sama sekali berbeda dengan apa yang diperkirakannya tadi. Ibunya sedang duduk dan memangku salah satu koleksi hamsternya yang tergemuk ( ibunya menamai hamster itu Sisi). Sementara disebelahnya ada Kevin yang duduk berdampingan dengan ibunya, sedang mengelus hamster yang dipegang ibunya di tangan kiri dan mereka tertawa bersama. Astaga, ternyata artikel itu bohong! Teriak Jenny dalam hati.
" Ah, itu dia Jenny… sebaiknya kalian pergi sebelum terlambat... "
Lili dan Kevin melihat Jenny yang diam tak bergerak di depan pintu, lalu Kevin tersenyum dan beranjak dari duduknya. Kevin berpamitan dengan ibunya lalu KEVIN MENCIUM KEDUA PIPI IBUNYA!!! Tanpa berpamitan Jenny berjalan keluar dan mendengar ibunya menjerit " Have Fun! " sebelum menutup pintu.
" Kalian ngomongin apa aja tadi? " Tanya Jenny dengan sengit setelah dia dan Kevin sudah berada di dalam mobil BMW milik Kevin.
" Cuma ngobrol biasa aja, kok sewot gitu? Lagian nyokap lo menyenangkan juga ya, dan punya hobi yang sama kayak gua. "
Jenny memukul tangan kirinya ke jidat lalu menempelkan sikunya di daun pintu mobil. " Jangan bilang kalo lo juga suka hamster. "
" Emang kenapa? I do like hamster. Gua pelihara dua hamster Rumania di rumah. "
" Ya ampun… Gua benci hewan pengerat. "
" Hamster bukan hewan pengerat. "
" Dia punya gigi, hidung dan muka kayak tikus. "
" Bukan berarti dia hewan pengerat. Dia cuma makan daun dan biji-bijian. "
" Terserah, deh. " Jawab Jenny sambil masih memegangi kepalanya
" Use your seatbelt, gua mau ngebut, kita udah telat. By the way, you look beautiful tonight. " Kata Kevin sambil memindahkan perseneling ke gigi satu dan mulai menjalankan mobilnya. Sementara Jenny sendiri malah terdiam. Bukan gara-gara dia takut kalau Kevin ngebut, tapi karena dia kembali teringat kalau sekarang dia sedang berada di perjalanan menuju mimpi terburuknya yang bersangkutan dengan Lars dan wanita lain. Dan jujur saja, Jenny belum memutuskan akan bersikap bagaimana saat bertemu mereka nanti.

 
...Bersambung...

Ny. Lars – Part 13 -


Black Rabbit
" NY. LARS "
- Part 13 -

 
… Episode sebelumnya …
Tidak bisa dielakkan lagi, Jenny dengan sangat terpaksa harus mau pindah ke rumah ibunya selama beberapa waktu. Tapi baru saja tiba di rumah ibunya, dia mendapatkan kabar yang lebih buruk lagi, Lars mengajak Jenny dan Kevin untuk double date! …

 
" Apa yang kau lakukan dengan pisaumu, Jenny? "
" Nusukin ke daging, liat kan? "
" Pisau digunakan untuk memotong, bukan untuk menusuk. Gunakan garpumu, dan perbaiki cara bicaramu. "
" Whatever. "
Jenny menusuk daging steaknya dengan garpu dan memotongnya dengan sedikit kasar menggunakan pisau yang digunakan untuk menusuk tadi. Sementara itu di depannya duduk berdampingan Louise dan Norman yang sedang tertunduk dan menahan tawa. Mereka langsung berhenti saat Jenny memelototinya.
Ini adalah hari ketiga kepindahan Jenny ke rumah ibunya dan selama tiga hari itu dia tidak pernah lepas dari 'penderitaan'yang diberikan ibunya. Saat ini mereka berempat sedang makan malam bersama. Sebenarnya keberadaan Louise dan Norman ini di luar rencana, bahkan makan malam kali ini diluar rencana juga. Hanya saja saat kebetulan Lili menjawab telepon dari Louise tadi pagi, dia langsung mengundang Louise dan Norman untuk ikut makan malam. Untuk menghargai tawaran ibu Jenny yang baik itu Louise dan Norman tidak bisa berkata tidak, jadi disinilah mereka sekarang: duduk berdampingan dengan mengenakan pakaian semi resmi mereka_ Louise mengenakan long dress berwarna pink pucat sedangkan Norman memakai kemeja polos dan jas hitam. Menurut Jenny mereka seperti akan makan malam dengan istri Presiden saja sedangkan Lili kelihatan sangat senang. Kalau dibandingkan dengan putrinya sendiri yang telah gagal dibujuknya untuk mengganti baby T-shirt dan celana jeans selututnya dengan salah satu gaun malam yang cantik di butik temannya, tentu saja Lili lebih senang memandang tamu-tamunya kali ini. Jenny sendiri cuek saja. Dia bahkan menaikkan salah satu kakinya ke atas kursi, membuat ibunya lebih melotot lagi seolah-olah ingin menjatuhkan bola matanya sendiri.
" Kamu masih sibuk siaran, Louise? " Tanya Lili sambil berusaha mengacuhkan Jenny yang sekarang menyeruput minumannya dengan bersuara.
" Iya. " Jawab Louise singkat dengan senyum manis tersinggung di bibirnya. Jenny mendengus kesal melihat tingkah sahabatnya itu. Kalau saja mereka hanya makan malam bertiga tanpa ibunya, Louise akan bersikap jauh lebih menyenangkan dan jauh lebih cuek dari ini. Misalnya saja, Louise akan bersendawa keras-keras kalau selesai makan. Jenny menatap ibunya dengan tatapan aneh. Ada yang salah didengarnya tidak?
" Kok mom tau kalo Louise penyiar? Jenny kan belum pernah cerita? " Tanya Jenny bingung.
Ibunya mengacuhkan Jenny. Dia malah membalas senyum manis Louise dan beralih menatap Norman, yang sedang berperang dengan dagingnya yang ternyata lebih alot dari pada yang dia kira, jadi dibutuhkan energi ekstra untuk sekedar memotongnya menjadi potongan kecil dan melahapnya. Norman buru-buru mengurungkan niatnya untuk memotong steak itu.
" Kamu masih sibuk dengan pembuatan film mu, Norman? "
" Masih… Tidak pernah ada kata cukup untuk berkarya. " Norman juga tersenyum. Jenny lebih manyun lagi.
" Mom juga tau kalo Norman sutradara film? " Tanya Jenny lagi. Tapi dia masih saja tidak ditanggapi oleh ibunya sendiri.
" Kalau tidak salah, kamu dan Louise akan menggarap film bersama-sama. Aku tebak Louise akan menjadi salah satu pemain dalam karya terbarumu, Norman? " Lili bertanya lagi.
Norman mengangguk, sedangkan Jenny malah melotot memandangnya dan Louise bergantian. " Lo bener-bener mau main film? Kok nggak cerita sama gua? " Jenny bertanya kepada Louise.
Louise tersenyum lagi, membuat Jenny ingin sekali menjitaknya, lalu menjawab dengan anggun. " Aku baru saja ingin menceritakannya denganmu. "
" I hate your words. " Desis Jenny kesal. Dia memandang ibunya dengan pandangan yang lebih marah dari pada sebelumnya, merasa kalau ibunyalah yang membuat kedua sahabatnya ini berubah menjadi orang lain.
" Jadi, mom mau ngejelasin nggak, kenapa mom bisa tau tentang Louise sama Norman? Jenny kan belum cerita apa-apa sama mom. " Jenny berkata dengan manja, persis seperti seorang anak kecil.
" Aku tidak perlu bertanya denganmu tentang sahabat-sahabatmu, aku bisa tau segala hal mengenai siapa pun yang aku mau. " Langsung saja Jenny merasa sangat menyesal karena sudah bertanya, karena sekarang tampang ibunya terlihat sangat puas seolah-olah dia sudah berhasil memanjat gunung tertinggi di dunia.
Jenny menyodorkan potongan terakhir daging steaknya dengan kasar ke dalam mulut, lalu membanting garpu dan pisaunya dengan asal. Ibunya memelototinya lagi, tapi buru-buru tersenyum kepada tamu-tamunya dan berkata seolah tidak terjadi apa-apa.
" Bagaimana kalau kita mulai makanan penutupnya? "
Lili menepuk tangannya dua kali dan segera saja beberapa pelayan masuk mengambil piring kotor mereka dan menggantinya dengan sepiring puding coklat dingin yang menggiurkan. Mereka menghabiskan makanan penutup itu tanpa banyak berbicara, dan langsung setelah menyuap suapan terakhir pudingnya, Jenny melangkah untuk kembali ke kamarnya bersama dengan Louise dan Norman yang terlebih dulu berpamitan dengan ibu Jenny. Jenny sendiri tidak mengatakan apa-apa.
" Wow, you'r room is georgous. "
" No, this house is georgous. "
Louise dan Norman berdecak kagum bergantian setelah masuk ke dalam kamar Jenny, tapi Jenny sendiri malah jengah mendengarnya.
" Kalo kalian yang tinggal disini dan ngerasain koreksian nyokap gua yang nyebelin itu, pandangan kalian bakal berubah. "
" Kalo gua yang tinggal disini, gua nggak bakalan rela keluar dari rumah ini walopun cuma satu langkah. " Norman menanggapi sambil melihat sekeliling kamar Jenny. Jenny mendengus.
" Kenapa lo nggak anggap fun aja sih, Jen? " Tanya Louise yang sekarang sedang duduk di tepi tempat tidur di samping Jenny.
" Kalo gua nggak anggap ini fun, gua udah keluar dari rumah ini waktu pertama kali gua injek kaki di sini. " Balas Jenny kesal.
" Hehehehe… Hiper bola banget. " Tanggap Norman yang sekarang sedang menyalakan televisi yang ada di samping lemari Jenny.
" Anggap aja lo lagi ada di sekolah kepribadian. " Kata Louise lagi.
" Lo kan tau kalo gua paling benci sekolah kepribadian, apalagi kalo gurunya nyokap gua sendiri. "
" Ya… kalo gitu, welcome to your night mare. " Celetuk Norman tanpa berpaling dari layar televisi yang menyiarkan program dari Korea.
" Lo lupa, ya? I already in! "
Norman dan Louise tertawa, sedangkan Jenny tambah manyun.
" Jadi lo mau double date sama Lars sabtu ini? " Louise bertanya untuk mengalihkan perhatian Jenny dari kekesalannya dengan ibunya.
" Iya… Ini baru yang namanya night mare. " Jawab Jenny kearah Norman yang ditanggapi dengan cengiran lebar dari Norman. " Ini semua gara-gara Kevin yang mutusin mau ikut secara sepihak. Ini kan nggak adil banget, dia nggak konsultasi dulu sama gua, main setuju aja. "
" Tapi kan ada bagusnya juga kalian ikut. Lo bisa nunjukin sama Lars kalo kalian memang pasangan. " Louise membela Kevin lagi.
" Iya! Tapi sebagai timbal baliknya, gua harus rela ngeliat Lars mesra-mesraan sama cewek yang namanya Cherry itu? Gua nggak bakal tahan kalo ngeliat itu! "
" Well, mau nggak mau lo emang harus ngeliat Lars sama cewek lain. Dia kan bukan pacar lo, jadi dia bebas jalan sama siapa aja. "
" Iya, tapi nggak di depan gua! "
" Namanya juga double date, kalian harus jalan bareng. Lagian kan ada Kevin, dia kan pacar lo. "
" Bukan, 'pacar sementara'! " Koreksi Jenny.
" Lars nggak tau kalo Kevin 'pacar sementara' lo. Jadi kalo lo butuh tempat sandaran kalo udah bener-bener nggak tahan ngeliat Lars sama tuh cewek, lo bisa mengandalkan Kevin. " Jawab Louise dengan bijaksana.
" Lo kenapa sih ngebelain Kevin mulu? Heran deh gua! Kalo lo emang suka sama Kevin, lo aja yang jadi pacarnya, nggak usah gua—sorry, Man. " Jenny buru-buru minta maaf saat melihat Norman yang langsung menatap Jenny dan Louise yang sudah mulai bertengkar mulut, bukan karena khawatir mereka bertengkar, tapi karena mendengar kalau Jenny menyuruh Louise berpacaran dengan Kevin.
" Kan yang butuh 'pacar sementara' itu lo, bukan gua. Gua udah punya Norman. " Louise menatap Norman dan mereka berpandangan lalu saling menyampaikan sun jauh.
" Lagian. " Lanjut Louise. " Kevin memang orang baik. Dia bener-bener suka sama lo, keliatan dari cara dia mandang lo. Dan menurut gua, sorry kalo gua mesti bilang kayak gini, tapi menurut gua Kevin lebih bisa bikin lo happy dari pada Lars. Gua perhatiin selama lo suka sama Lars, dia hanya bikin lo nangis mulu. Gua hanya mau lo bahagia, dan siapa tau Kevin yang bisa bikin lo bahagia, bukan Lars, bukan orang lain. "
Jenny diam. Selama bersahabat dengan Louise, Jenny tidak pernah mendengar Louise berkomentar se-serius ini. Louise tersenyum lagi dan mengelus pundak Jenny yang masih bengong.
" Lo pikirin aja semuanya pelan-pelan. Jangan selalu mikir kalo Kevin itu cuma 'pacar sementara', pikirin kalo Kevin tuh sahabat lo. Buka hati lo, jangan ditutup mulu. " Jenny mengedipkan matanya berulang-ulang, berusaha meyakinkan diri kalau wanita yang berdiri di depannya benar-benar adalah Louise, sahabatnya yang suka gokil. Tapi berkali-kali dikedipkan, tetap hanya Louise yang duduk di depannya.
Sayup-sayup terdengar bunyi dengkuran halus disekitar mereka. Louise mencari asal suara ke kiri dan ke kanan, dan ternyata bunyi dengkuran itu berasal dari Norman yang tertidur di bangku yang didudukinya sedari tadi dengan televisi yang masih menyala. Louise dan Jenny menggeleng bersama-sama lalu tertawa.
" Kok lo bisa-bisanya pacaran sama orang kayak dia sih, Lou? " Tanya Jenny disela tertawanya.
" Gua juga nggak tau. " Jawab Louise sambil tertawa. Dia meraih bantal orange milik Jenny dan melemparkannya tepat ke wajah Norman, membuat Norman terbangun dengan kaget dan berteriak bodoh.
" Cut! "

 
...Bersambung...

Ny. Lars – Part 12 -


Black Rabbit
" NY. LARS "
- Part 12 -

 
… Episode sebelumnya …
Ternyata belum cukup juga masalah yang harus dihadapi Jenny. Setelah pusing dengan Kevin dan Lars, Jenny juga dipusingkan oleh ibunya yang tiba-tiba meneleponnya dan meminta Jenny untuk tinggal menemaninya untuk beberapa waktu …

 
Jenny sampai ke rumah ibunya satu jam kemudian. Untunglah ibunya masih di salon sehingga dia tidak perlu mengingat lagi insiden mobil box tadi. Jenny disambut dengan sederet pembantu di ruang tamu yang berseragam biru muda dan berbandana berwarna senada_persis seperti seorang nona muda yang baru pulang berlayar ke lautan mana dalam rangka liburannya yang entah berapa lama. Jenny merasa risih juga diperlakukan seperti itu_dia kan tidak seperti ibunya yang harus diperlakukan seperti ratu_tapi dia diam saja. Dia juga diantar ke kamar yang sudah disediakan di lantai dua, melewati lorong yang dipenuhi dengan pintu yang menutupi ruangan-ruangan di setiap sisinya. Rumah itu besar sekali, lengkap dengan pilar-pilar tinggi, tembok berwarna crem dan replika patung dewa-dewi Yunani. Terdapat kolam berenang berbentuk persegi, bioskop mini, mini bar dan kamar yang penuh dengan Hamster_binatang kesayangan Lili.
Sebenarnya, kalau mau jujur, ini adalah rumah yang sangat menyenangkan untuk ditinggali. Apalagi bagi Jenny yang memang anak rumahan, rumah itu bisa menjadi surga dengan segala fasitilas yang mirip hotel berbintang lima. Hanya kenyataan bahwa Lili, ibunya, tinggal di rumah itu yang membuat segala bayangan tentang surga bintang lima itu sirna. Lili selalu cerewet menyikapi tata krama setiap orang yang tinggal di rumah itu. Dulu, Jenny sempat tinggal selama sebulan di sana, dan selama itu tidak ada satu pun tindakan yang dilakukan Jenny dengan benar di mata Lili. Cara makan Jenny yang salah, cara duduk yang kurang feminim, cara jalannya yang sedikit membungkuk bahkan sampai cara berpakaian Jenny yang jelek. Ini sangat menjengkelkan Jenny, terutama masalah cara berpakaian tadi, soalnya dia merasa kalau cara berpakaian ibunya sendiri tidak bisa dibilang bagus. Kalau perlengkapan syal bulu yang selalu dikenakannya itu dibilang bagus, Jenny tidak heran kalau cara pakaiannya yang sederhana itu dinilai sangat jelek menurut ibunya.
Kamar Jenny sendiri sangat mengagumkan. Pintunya terbuat dari kayu jati berwarna coklat tua yang melengkung di bagian atas dengan pengetuk pintu berbentuk daun Ek di tengahnya. Dinding kamarnya ditutupi wallpaper berwarna coklat muda dan crem dengan bunga Lili yang menjalar ditengah. Lemari besar, meja, kursi dan meja riasnya terbuat dari kayu dengan warna pink lembut. Ditengah ruangan berdiri tegak sebuah ranjang berwarna putih dengan empat tiang mengelilingi setiap sudutnya. Bad cover nya berwarna biru muda dan bantal-bantal yang ditutupi sarung berwarna orange lembut di tata rapi di bagian kepala ranjang. Sepertinya hanya bantal orange itu yang berwarna mencolok. Oh, kecuali warna gorden yang menutupi pintu yang menghubungkan kamar dengan balkon yang berwarna merah marun bergaris vertikal. Juga kusen pintu tak berdaun pintu yang menghubungkan kamarnya dengan kamar mandi serba abu-abu di sudut ruangan sebelah kanan yang berwarna biru tua dengan aksen gelembung udara.
Mata Jenny terhenti menatap lukisan dirinya saat berumur tujuh belas tahun tergantung di atas tempat tidurnya. Dia ingat betapa senangnya dia saat menerima lukisan itu sebagai hadiah ulang tahun dari ayahnya. Jenny bersiul panjang untuk mengakhiri kegiatan melihat-lihatnya itu.
" Dia bener-bener nyiapin kamar ini buat gua, ya? " Kata Jenny, lebih untuk dirinya sendiri.
" Maksud anda nyonya? Iya. Beliau memang menyediakan kamar khusus untuk anda, nona. " Jawab salah seorang pelayan yang ternyata mengikuti Jenny di belakang sambil membawa kopernya ke kamar.
" Kan udah gua bilang, jangan panggil gua 'Nona', panggil 'Jenny' aja. " Kata Jenny dengan kesal. Memang semua pembantu di rumah Lili harus memanggil majikan mereka dengan panggilan 'Nyonya', 'Tuan' atau 'Nona'. Jenny sudah berulang kali mengatakan kalau mereka tidak perlu memanggilnya dengan sebutan seperti itu, tapi mereka tetap saja tidak berubah. Tanggapan semua pelayan selalu sama: mereka hanya akan tersenyum dan menjawab: " Itu sudah peraturan di rumah ini. " Pelayan yang mengantar Jenny ini juga menjawab seperti itu, lalu berkata lagi.
" Kamar ini sudah ada sejak dua tahun yang lalu. Saya permisi, selamat beristirahat, Nona. "
Pelayan itu meninggalkan kamar dengan menutup pintu tanpa bersuara sedikit pun, sementara Jenny merenung. Dua tahun yang lalu itu berarti terakhir kalinya Jenny datang menginap di rumah itu. Dan saat itu dia mengatakan kepada ibunya kalau ternyata ibunya itu tidak memperhatikan Jenny, tapi lebih memperhatikan dirinya sendiri, bahkan untuk menyediakan sebuah kamar untuk Jenny saja tidak bisa. Sebenarnya itu hanya alasan supaya Jenny bisa pulang, tapi ternyata ibunya menanggapinya dengan serius sehingga kamar ini disiapkannya khusus untuk Jenny.
Lama merenung, akhirnya dia memutuskan untuk membongkar isi kopernya dan menempatkannya ke dalam lemari sebelum semua pakaiannya kusut dan harus di setrika ulang lagi. Tapi baru saja mulai, tiba-tiba pintu kamarnya diketuk.
" Masuk! " Jawab Jenny tanpa menoleh.
Seorang pelayan masuk. " Maaf Nona, ada telepon untuk anda. "
" Dari siapa? "
" Seorang pria yang bernama Lars. "
" Lars? Oh, thank's. " Pelayan itu keluar dan menutup pintu, dan Jenny langsung menyambar telepon di samping tempat tidurnya. " Halo? "
" Hai, Jen. Gimana rumah nyokap lo? "
" How did you know I'm here? " Jenny malah balik bertanya.
" Gua telpon ponsel lo, tapi nggak aktif, jadi gua telepon Kevin. Dia bilang lo ada di sini. Dia ngasih nomor rumah ini ke gua. "
" Kok Kevin tau nomor telepon rumah ini? "
" Mana gua tau? "
Louise. Jenny menjawab di dalam hati.
" Gua nelpon lo buat bikin janji. " Kata Lars lagi.
" Janji apa? "
" Gua mau double date sama lo. Lo sama Kevin, gua sama Cherry. Sabtu depan jam tujuh malem, di restoran biasa. Oke? "
Jenny merasa seperti baru saja disiram air dingin dari atas kepala, merasa tidak percaya kalau ternyata Lars jadi juga berkencan dengan wanita itu. " Tapi, Kevin… " Jenny mencoba mencari berbagai alasan.
" Gua udah ngomong sama Kevin, dia mau aja. Jadi oke kan? "
" Eh—ya… "
" Oke! Sabtu depan jam tujuh malem di restoran biasa. See you there! "
Telepon di putus. Bagaimana ini? Lars ingin double date dengan Jenny dan Kevin malah menyanggupinya? Apa wewenangnya untuk memutuskan jadwal acara Jenny? Dia kan bukan pacar gua! Jenny menjerit dengan kesal dalam hati. Semprul!

 
...Bersambung...