Ny. Lars – Part 29 -


Black Rabbit
" NY. LARS "
- Part 29 -

 
… Episode sebelumnya …
Jenny sudah memutuskan jalan mana yang akan di pilihnya. Dengan berat hati dia harus mengakui kesalahan dan keegoisannya kepada Kevin. Walaupun keputusannya itu membuat Kevin sakit hati, tapi Jenny yakin kalau itu adalah keputusan yang baik bagi mereka semua. Sekarang hanya tertinggal urusannya dengan Lars yang perlu diselesaikan …

 
Rangkaian tujuh hari dalam seminggu sudah dilalui Jenny dengan Lars disampingnya. Dia sedang berperan sebagai dokter cinta yang sedang mengobati pasien yang menderita sakit hati kronis. Jenny yakin hatinya tidak akan tenang melihat Lars yang menderita seperti itu, karena itu dia memutuskan untuk mengobati luka hati Lars sebelum hari keberangkatannya tiba.
" Dua lukisan terakhir bisa gua selesaiin tiga minggi lagi, tapi lo siap-siap aja dari sekarang. "
Ini obrolan terakhir antara Jenny dan ayahnya, sekitar dua minggu yang lalu. Berarti kurang lebih seminggu lagi waktu yang tersisa bagi Jenny untuk menemani Lars dan menjadi dokter cinta baginya.
Di pagi yang cerah kali ini, Lars dan Jenny duduk diatas alat masing-masing di gym yang dulu sering mereka datangi.
" Udah lama, ya kita nggak ke sini. "
Dengan tampang secerah mungkin Jenny menoleh ke arah Lars yang disambut dengan 'tatapan sedikit senyum' yang akhir-akhir ini memang selalu ditunjukkan Lars.
" Abis ini kita mau kemana? " Tanya Jenny lagi.
" Terserah lo. " Jawab Lars masih dengan dingin.
" Hm… ok, kita ke mall. "
" Ke Mall? Mau ngapain? "
" Main game. "
" Hah? "
Jadi begitulah. Beberapa jam kemudian Jenny dan Lars sudah berada di mall, tepatnya disalah satu game center. Mereka berdua hampir seperti anak kampung yang baru pertama kali turun gunung, masuk mall dan bermain dengan game-game hebat berteknologi canggih. Mereka membeli begitu banyak koin dan menghabiskannya hampir di setiap mesin permainan yang ada. Bola basket, balap mobil, Formula Satu, menangkap boneka sampai menari. Untung saja Lars menolak saat Jenny mengajaknya bermain di kolam bola, lagipula permainan itu memiliki batasan umur yang jauh dari umur mereka.
Tapi, bagaimanapun yang paling melegakan adalah saat Lars bisa tertawa lepas. Jenny benar-benar merasa lega melihat wajah ganteng yang sedang tertawa itu karena selama beberapa minggu ini raut wajah itu sangat langka terpasang di wajah Lars.
" Pukul yang kuat! Ha…ha…ha… "
Jenny sedang memukul sebuah tombol merah besar di salah satu permainan dengan sekuat tenaga. Sementara Lars yang sudah mendapat giliran pertama menyemangatinya dari belakang. Tiga pukulan terakhir dan permainan selesai, Jenny terengah-engah mengatur napas.
" Thank's to you, Jen. " Kata Lars tiba-tiba dengan tampang serius.
" Buat apa? "
" Ngajakin gua main game. Akhirnya gua bisa ketawa lagi. "
Jenny berhasil mengatur napasnya yang ngos-ngosan tadi, lalu tersenyum dan memukul lengan Lars. " Nggak pa-pa, itu gunanya gua buat lo. Lagian lo kan playboy, masa nyerah hanya gara-gara diputusin cewek, sih? "
Lars tersenyum lagi. " Gua lapar, kita makan, yuk. " Jenny mengangguk dan mereka berdua melenggang pergi.
Malam sudah dijelang, saat ini Lars dan Jenny sudah berada di sebuah club. Well, jika selama ini syarafmu sudah begitu tegang, pergi ke club dan merasakan hingar bingarnya bisa menenangkanmu. Semboyan ini tidak pernah berubah dari dulu.
" Gua udah lama nggak ke klub, kangen juga. " Lars berkata sambil berjalan berdampingan dengan Jenny masuk ke dalam klub.
" Iya, jadian sama Cherry emang bikin lo hilang dari pergaulan. "
Jenny menimpali sedangkan Lars hanya tersenyum. Tiba-tiba dia teringat sesuatu lalu buru-buru mengatakan: " Lo nggak boleh minum sampange. "
" Emangnya kenapa? " Tanya Jenny sebal.
" Gua masih inget terakhir kali lo minum sampange, lo mabuk berat dan demam dua minggu. "
" Tapi, kan… "
" Lo minum sesuatu yang lebih aman dari pada sampange. "
Akhirnya Lars memesan segelas minuman bersoda untuk Jenny dan segelas bir untuk dirinya. Sebenarnya Jenny ingin melawan diskriminasi yang baru saja di terimanya itu, tapi mengingat Lars yang sudah kembali kepada sifatnya yang suka mengatur orang lain itu, Jenny memilih untuk menikmati diskriminasi itu.
Lars diam cukup lama. Dia tunduk menekuri gelas wiskinya tanpa menoleh atau terganggu sedikit pun dengan orang yang mondar mandir dibelakangnya atau suara musik yang membahana. Saat Jenny mau menegurnya, Lars berkata lebih dulu.
" Kalo dipikir-pikir, selama ini gua bego banget, ya? " Lars menatap Jenny yang dibalas Jenny dengan tatapan yang seolah bertanya: 'kenapa?'.
" Gua nggak sengaja ketemu Cherry di klub, jalan sebentar sama dia, tapi gua langsung jatuh cinta. Kurang dari tiga bulan gua kenal sama dia, tapi gua udah mau jadiin dia istri gua? " Lanjut Lars.
Jenny meneguk minumannya, lalu berkata: " Itu namanya bukan bego. Lo kan nggak pernah tau kapan bakal jatuh cinta sama seseorang. "
" But that's weird! Bayangin Jen, kurang dari tiga bulan! Kenapa gua nggak jatuh cinta sama lo aja yang udah gua kenal lebih dari dua tahun? "
" Mana gua tau. "
Lars akhirnya memalingkan wajahnya dari gelas bir yang belum disentuhnya itu dan memandang Jenny yang juga sedang memandangnya. Lars tiba-tiba melihat wajah polos yang sama yang dulu dilihatnya saat pertama kali bertemu dengan Jenny. Tiba-tiba timbul rasa ingin memiliki. Sosok Kevin melintas dikepalanya dan Lars langsung mengalihkan pikirannya. Dia meminum birnya hingga tinggal setengah gelas dengan cepat.
" Gimana hubungan lo sama Kevin? " Tanya Lars tanpa memandang Jenny.
" Gua belum cerita sama lo, ya? Gua udah putus sama Kevin, kira-kira dua minggu yang lalu. "
Lars nyaris menumpahkan minumannya saat mendengar jawaban Jenny, tapi untung saja dengan cepat dia bisa mengendalikan diri.
" Kenapa? "
" Nggak cocok aja. Dia orangnya terlalu blak-blakan, periang, gua nggak suka tipe kayak gitu. "
" Jadi lo suka tipe yang kayak apa? " Tanya Lars lagi akhirnya.
Jenny tahu Lars hanya bertanya dengan iseng, tapi Jenny menjawabnya dengan serius sambil membayangkan wajah Lars.
" Gua suka cowok yang sedikit pendiam, kesannya misterius dan dewasa. Gua suka cowok yang cool, yang nggak banyak omong tapi tau apa yang harus dia lakuin. Dan orang yang ngehargain wanita lebih dari apapun. "
Lars merasakan perasaan yang aneh. Dia merasa seolah ada seorang wanita yang sedang menyatakan cinta kepadanya, dan wanita itu sedang berada di depannya sekarang. Wanita itu Jenny. Tapi Lars terlalu yakin kalau Jenny tidak akan pernah melakukan itu. Walaupun dia merasa kalau tipe laki-laki yang dikatakan Jenny tadi persis seperti sifatnya, tapi dia yakin Jenny sedang tidak membicarakannya. Jenny sangat tidak suka dengan laki-laki playboy. Lars playboy, jadi Jenny tidak akan pernah suka dengannya.
" Udah ampir jam dua belas, kita pulang, yuk! "
Lars tersadar dari lamunannya. Dia mengangguk lalu mengikuti Jenny keluar klub dan pulang.

 
...Bersambung...

Ny. Lars – Part 28 -


Black Rabbit
" NY. LARS "
- Part 28 -

 
… Episode sebelumnya …
Situasi berubah dengan sangat cepat. Cherry memutuskan hubungannya dengan Lars, membuat Lars menjadi sangat patah hati. Jenny berusaha menemani Lars dan membuatnya tenang, tapi di tengah suasana hati yang labil dan dibawah pengaruh alcohol, Lars malah mengatakan bahwa sebenarnya dia juga menyukai Jenny…

 
Pagi berikutnya, Jenny pulang kerumah ibunya dengan pakaian yang sama, tanpa make up, dan tampang kusut. Di tengah jalan saat hendak masuk ke kamarnya, Jenny bertemu dengan Kevin di ruang duduk yang sedang menemani ibunya bermain catur.
" Jenny… kemana kau semalaman? Apa baik seorang anak gadis tidak pulang semalaman? " Tanya ibunya.
" Nginep di rumah temen. "
" Teman? "
Jenny sedang tidak siap menerima pertanyaan-pertanyaan manyebalkan dari ibunya ini, jadi dia hanya menjawab seadanya. Untung saja terdapat Kevin 'sang penyelamat' di sana. Dia menyentuh lengan ibu Jenny lalu berkata:
" Oh iya, kemarin Jenny memang mengatakan padaku kalau dia akan menginap di rumah Louise. Iya kan, Jen? "
Tanpa mengerti apa yang Kevin maksud, Jenny hanya mengangguk pelan.
" Maaf, aku lupa memberitahumu. " Lanjut Kevin kepada ibu Jenny.
" Oh, baiklah… Lebih baik aku bersiap-siap untuk sarapan… Kau mau ikut dengan kami, Jen? " Jenny mengangguk lagi.
Jadi begitulah. Entah jurus apa yang dilancarkan Kevin, tapi ibu Jenny sudah begitu percaya kepadanya, padahal Jenny tidak pernah memberitahukan apa-apa kepada Kevin tentang semalam. Jenny berjalan menghampiri Kevin, lalu duduk di bangku tempat ibunya duduk tadi.
" Thank's. " Kata Jenny pelan.
" Nggak masalah, sayang… Mau main? " Jawab Kevin dengan bangga, lalu menunjuk papan catur didepannya. Jenny menggeleng kali ini.
" Catur bikin gua migrain. "
Lalu keduanya diam.
" Tumben lo dateng pagi-pagi? " Kata Jenny lagi.
" Sebenernya gua mau ngomong sama lo. "
" Wah, kebetulan. Gua juga mau ngomong sama lo. Lo duluan aja. "
Wajah Kevin mendadak menjadi berseri-seri, matanya berbinar, bibirnya membentuk senyuman bahagia. " Gua udah ngomongin ini sama nyokap lo, and—" Dia mengeluarkan sesuatu dari saku celana hitamnya. Kotak kecil, berwarna merah beludru, berbentuk hati. Kevin membukanya dan terdapat sebuah cincin di sana, satu berlian di tengah-tengah dan emas putih mengelilinginya. " Would you be my vionce? "
Jenny makin diam dan makin merasa bersalah. Semalam dia sudah berpikir panjang lebar dan memutuskan apa yang akan dilakukannya. Tapi mendapat ajakan pertunangan dari Kevin ini membuatnya sedikit goyah. Apa dia berani mengatakan keputusannya kepada Kevin? Apa lagi setelah Kevin memintanya menjadi tunangannya? Keputusan yang akan Jenny buat tidak akan membuat Kevin senang, apa Jenny berani mengatakannya? Jenny membulatkan tekadnya lagi.
" Lo nggak mau tau sebenernya kemarin malam gua kemana? "
Wajah gembira Kevin langsung hilang, digantikan dengan ekspresi tegang yang menakutkan. Dia diam, meletakkan cincin tadi diatas meja lalu mendengarkan Jenny.
" Semalam gua dirumah Lars. " Wajah Kevin memucat tapi Jenny tetap melanjutkan. " Sebenernya gua mau ngomongin masalah kita. Mendingan hubungan kita selesai sampe disini aja. "
" Lho, kenapa nih? Gua salah apa sama lo? Gua salah ngomong? Atau gua nyakitin perasaan lo? Gua kurang ajar sama lo? " Kevin menjadi panik. Dia mengguncang pundak Jenny dan berkata-kata tanpa tanda baca, titik ataupun koma. " Selama ini gua pikir gua udah berhasil bikin lo jatuh cinta sama gua. Gua pikir kita udah mulai serius! Gua—"
" Lo nggak salah apa-apa, Kev. Gua yang salah, semua salah gua. Seharusnya dari awal gua nggak usah ikutan biro jodoh itu dan ketemu sama lo, minta lo pura-pura jadi cowok gua, minta lo jadi tempat pelarian gua-- "
" Siapa yang jadi pelarian? Gua bener-bener cinta sama lo! Gua suka sama lo! Gua serius! " Suara Kevin sudah mulai meninggi dan napasnya juga sudah mulai memburu.
" Gua tau lo bener-bener sayang sama gua, tapi gua nggak bisa menghilangkan Lars dari pikiran gua! Gua manfaatin lo buat ngelupain Lars, tapi gua nggak berhasil dan itu salah gua! Gua minta maaf, gua nggak bisa ngebohongin diri gua sendiri lagi. "
" Lo jangan kayak Cherry, Jen! Lo bukan Cherry! "
" Gua emang Cherry! Gua malah jauh lebih jahat dari pada Cherry! Mangkanya gua nggak mau ngebikin lo tambah sakit hati! Gua sayang sama lo, Kev, tapi hanya sebagai kakak—"
" Tapi gua nggak mau kita jadi sodara! "
" Ada apa ribut-ribut begini? "
Terdapat satu suara yang asing diantara kedua suara tadi, dan itu membuat Jenny dan Kevin langsung diam. Keduanya menoleh ke asal suara dan menemukan seseorang. Laki-laki berumur sekitar hampir lima puluh tahun, mengenakan kemeja kotak-kotak berwarna abu-abu yang menutupi perut besarnya, dan matanya ditutupi kacamata bergagang emas. Pria itu adalah Filemon, ayah tiri Jenny, suami kedua ibunya.
Dari arah berlawanan terdengar suara teriakan ibu Jenny dan derap lari menuju tempat dimana Filemon berdiri.
" Honey… Kenapa tidak menelepon kalau kau pulang hari ini… ? "
" Aku ingin memberimu kejutan, Honey… "
Mereka berpelukan lalu berciuman cukup lama dan cukup membuat Jenny jengah melihatnya. Selesai berciuman, Filemon memandang Kevin dan Jenny bergantian lalu bertanya sekali lagi.
" Apa yang terjadi disini? "
" Kebetulan semua udah ngumpul, Jenny mau ngomong sesuatu. " Jenny yang sudah bertekad bulat kini memberanikan diri untuk mengatakan keputusannya. Semua mata menatapnya sekarang.
" Jenny… mau ikut sama ayah ke Jerman. "
Semuanya terdiam, lalu…
" Jenny, apa yang kamu bicarakan? " Ibunya berteriak histeris, Kevin menatapnya dengan wajah yang jauh lebih kaget dan Filemon menatapnya tanpa bergeming.
" Mom, Jenny disini cuma buat nemenin mom, sekarang Fil—papa, udah pulang, jadi tugas Jenny udah selesai. "
" Tadi bagaimana dengan Kevin? Dia tunanganmu! Kalian—"
" Mom, Kevin bukan tunangan Jenny. Dari awal kita nggak ada hubungan apa-apa, kita hanya pura-pura pacaran. "
Ibu Jenny semakin membelalakkan matanya. Dia menatap Kevin meminta penjelasan, tapi Kevin hanya diam. Menjawab pun hanya akan menambah kacau suasana.
" Apa-apaan kalian ini?! Jenny, apa yang kamu harapkan dari ayahmu itu? Dia hanya mementingkan lukisannya! Dia tidak akan bisa membiayaimu! Dia itu— "
" Mom, Jenny udah gede! Jenny tau mana yang bener dan mana yang salah dan Jenny bisa ngebiayain hidup Jenny sendiri! Sampe kapan mom mau ngejelek-jelekin ayah di depan Jenny, anak kandung kalian sendiri?! "
" Jenny, kamu—"
Tiba-tiba Filemon menengahi pertengkaran antara ibu dan anak itu dan ibu Jenny langsung bungkam.
" Aku tau kau anak yang sama keras kepalanya dengan ibumu ini. Aku berterima kasih karena kau sudah mau menemani Lili selama aku pergi. Tentu saja aku akan sangat senang jika kau mau menemani kami lebih lama lagi, tapi semua keputusan ada di tanganmu. Kalau kau ingin menemani ayahmu di Jerman, kurasa kita tidak bisa mencengahnya. Benarkan Lili? " Filemon menatap istrinya yang tidak bisa berkata apa-apa.
" Tapi jangan lupa, " lanjut Filemon. " Kau harus menyelesaikan semua masalahmu yang belum selesai. " Filemon mengangguk kepada Kevin dan Jenny juga mengangguk mengerti.
" Jenny tau, dan Jenny harap mom bisa ngerti. " Tanggap Jenny memandang ibunya.
Mata ibunya berkaca-kaca. " Apa kau tidak menyayangiku, Jenny… "
" Bukan begitu, mom. Jenny sayang mom, cuma kadang mom suka lupa kalo Jenny udah bukan gadis kecil lagi. Jenny udah bisa memutuskan hidup Jenny sendiri. " Sekarang air mata ibunya sudah menetes. Jenny mendekati ibunya. " Mom… "
" Kau harus sering menghubungiku, hanya kamu anakku satu-satunya, jangan lupa… " Dan ibunya memeluk Jenny sambil bercucuran air mata. Jenny juga menangis, tidak pernah dia merasa sedekat ini dengan ibunya sendiri, ternyata dia memang masih punya ibu.
Setelah acara tangis-tangisan itu selesai dan Filemon serta ibunya mengundurkan diri untuk beristirahat sambil sarapan, tinggal Jenny dan Kevin yang tinggal diruangan itu. Masalah mereka belum selesai.
" Kevin, gua—"
" Ternyata gua tetep nggak bisa menang dari Lars, ya? " Kata Kevin memotong omongan Jenny, wajahnya masih penuh dengan kekecewaan tapi tidak dengan panik seperti tadi. Jenny menggeleng.
" Semua orang punya kelebihan masing-masing. Lo nggak pernah kalah dari Lars, dari siapa pun. Gua yang kalah dari lo. Lo udah nawarin cinta yang tulus buat gua, tapi gua nggak bisa terima itu. Bukan gua yang cocok buat lo, pasti ada seorang cewek diluar sana yang sebenernya jodoh lo, yang bisa bikin lo bahagia. Yang jelas cewek itu bukan gua, dan gua nggak mau bikin lo menderita gara-gara gua yang egois. "
Kevin tersenyum pahit. " Sebesar itu rasa cinta lo sama Lars? "
Jenny mengangguk dan ikut tersenyum pahit. " Gua sendiri juga nggak nyadar. "
Mereka berdua diam. Kevin merasa kalau harapannya tidak ada lagi. Cita-citanya tidak akan pernah tercapai. Padahal dia sudah tahu akan berakhir seperti ini dari awal perkenalannya dengan Jenny, tapi entah kenapa dia seolah ingin membuktikan kekhawatirannya itu dengan mengalaminya langsung. Tapi saat semuanya memang benar terjadi, ternyata rasanya lebih pahit dari yang dia kira.
" Lo bener-bener mau pergi ke Jerman? " Tanya Kevin lagi akhirnya.
" Iya. "
" Lars gimana? "
" Bisa diurus. "

 
Jenny sekarang berada di kamarnya setelah meninggalkan Kevin yang katanya akan pulang. Dia meraih ponselnya dan menghubungi ponsel ayahnya.
" Ayah, soal tawaran ayah ke Jerman itu… Iya… Jenny mau ikut. Kapan kita berangkat? Ok, siang ini Jenny udah ada dirumah Jenny. He-eh. See you soon. "
Telepon ditutup. Hatinya sudah sangat lega karena telah melakukan apa yang harus dilakukannya dengan benar. Hanya tinggal satu hal lagi yang harus dikerjakannya, dan setelah itu semuanya selesai, mudah-mudahan dengan akhirnya yang membahagiakan bagi semuanya.

 
...Bersambung...

Ny. Lars – Part 27 -


Black Rabbit
" NY. LARS "
- Part 27 -

 
… Episode sebelumnya …
Jenny dan Kevin sudah membagi tugas untuk menyelamatkan Lars dan patah hati yang sangat menyakitkan. Sekarang seharusnya Jenny sedang berusaha meyakinkan Cherry untuk mengatakan hal yang sebenarnya kepada Lars. Tapi keadaan malah berbalik. Cherry malah membuat Jenny goyah dengan mengatakan apa yang selama ini selalu Jenny tutup-tutupi. Dan semua itu membuat Jenny kembali terombang-ambing …

 
Sore itu, Lars sedang berada di dalam kantornya bersama Kevin, sahabatnya. Mereka berdua sedang membicarakan sesuatu tapi sepertinya tidak terlalu berjalan lancar dan damai. Lars menjawab pertanyaan Kevin dengan nada sedikit membentak.
" Lo maunya apa sih? Dari tadi nyuruh gua putusin Cherry? "
" Gua udah bilang, Cherry bukan cewek yang baik buat lo. "
" Mau baik kayak gimana lagi? Cherry yang paling baik yang pernah gua kenal! "
" Your wrong! Dia nggak sebaik yang lo pikir. "
" You make me angry, man. Tugas lo bikin Jenny bahagia, jadi urusan gua nggak perlu lo campurin. "
Lars tampak jauh lebih kesal dan marah, membuat Kevin menjadi lebih berhati-hati berbicara dengannya.
Tapi belum sempat Kevin berbicara lagi, tiba-tiba pintu kantor Lars terbuka tanpa diketuk lebih dahulu. Cherry masuk, mengenakan celana jeans selutut dan t-shirt ketat berwarna hijau muda. Seperti biasa, penampilannya selalu memukau.
" Lars, ada yang mau gua omongin sama lo. '
Lars hanya diam memandang Cherry yang datang begitu cepat, juga mengagumi kecantikan Cherry sekaligus. Sementara itu Cherry melihat tajam ke arah Kevin.
" We need to talk. Privatly! "
Kevin mengerti situasinya dan langsung mengundurkan diri dari ruangan itu setelah berkata: " Gua ada di luar kalo lo butuh gua. " kepada Lars.
Pintu sudah ditutup dan Lars yang sudah sadar dari reaksi keterpesonaannya, mendekati Cherry dan mulai memeluk dan menciumnya.
" Sweet, kenapa nggak telepon dulu kalo mau dateng? "
Cherry mundur untuk menghindari pelukan dan ciuman dari Lars, lalu berkata masih dengan lembut.
" Lars… "
" Hm? "
" Gua mau kita putus. "

 
Enam puluh menit kemudian (benar-benar enam puluh menit kemudian, tidak kurang tidak lebih, karena Kevin benar-benar menghitung setiap menitnya), Cherry akhirnya keluar dari kantor Lars dengan mata yang sembab. Dia tidak menoleh sedikit pun ke arah Kevin untuk menjelaskan sesuatu, dan itu membuat Kevin tidak tahan. Dia menarik tangan Cherry dan bertanya tanpa basa-basi.
" Lo ngomong apa sama Lars? "
" Gua ngomong semuanya sama Lars, sekarang kita nggak ada hubungan apa-apa lagi. "
Cherry melepas pegangan tangan Kevin dan langsung pergi. Kevin terdiam. Dia tahu apa yang diinginkannya sudah terpenuhi, tapi kini kekhawatirannya yang lain akan terbukti.
Kevin masuk ke dalam kantor dan menemukan Lars duduk di sofa dengan tampang kusut. Wajahnya tegang dan kedua tangannya memegangi kepalanya yang terasa berat. Kevin tidak pernah melihat Lars sesedih ini semenjak kedua orang tuanya meninggal akibat kecelakaan delapan tahun yang lalu. Kevin mendekati Lars pelan-pelan lalu menepuk bahunya dengan lembut dan berkata:
" Hei Lars, I'm… "
Lars memotong pembicaraan Kevin. Dia menatap Kevin dengan wajah 'sakit hati'nya lalu mengangkat telapak tangan kanannya dan berkata, dengan nada serius yang berat.
" Kev, I need to be alone. "
Kevin langsung diam lalu menghela napas dan berjalan keluar kantor tanpa berkata apa-apa lagi. Dia tahu benar rasa sakit seperti itu.
Tiga jam berikutnya, hari sudah gelap saat Lars berjalan terseok-seok keluar dari kantornya menuju mobil Mercedes yang terparkir di depan bengkel. Kepalanya masih berdenyut kencang dan otaknya sedang berpikir ekstra keras, sedang memproses semua penjelasan Cherry tadi dan memilah-milah mana yang benar dan mana yang bohong. Sinar mata Cherry yang Lars perhatikan saat menjelaskan kepadanya tadi mengatakan kalau Cherry tidak berbohong, ini malah membuat Lars semakin nelangsa.
Lars mengendarai mobilnya dengan sedikit ugal-ugalan. Lalu dia memarkirkan mobilnya didepan salah satu klub. Dia masuk, langsung menghampiri bartender dan memesan beberapa gelas minuman beralkohol. Lars menghabiskan minumannya dalam waktu singkat lalu memesan lagi. Begitu terus hingga gelas ketujuh. Tiba-tiba dia tersadar kalau lingkungan klub itu membuat sakit kepalanya bertambah parah. Jadi dia tinggalkan beberapa lembar uang dan keluar dari bar itu dalam keadaan setengah mabuk.
Mobil Mercedes milik Lars kini melaju ke arah apartemennya. Dan setelah sampai, Lars langsung menjatuhkan dirinya diatas sofa ruang duduk. Suasananya sunyi, tak ada suara hingar bingar musik seperti di klub tadi. Ini membuatnya sedikit nyaman, walaupun sakit kepalanya terasa lebih menyakitkan.
Kevin mengambil sebotol sampange dari dalam lemari dan membukanya, tidak perduli niatnya dulu yang ingin memendam sampange itu sampai beberapa tahun lagi. Lars meneguknya, nyaris lebih cepat dari pada tegukannya di klub tadi.
Tiba-tiba ponsel Lars berbunyi nyaring, dan Lars yang sudah mabuk itu menjawab panggilan telepon itu tanpa melihat nomor siapa yang tercantum di layar ponselnya.
" Ha…lo… "
" Lars? Gua udah denger soal lo sama Chery tadi sore. Gua—"
" Oh, hai Jenny! My sweet heart… Kemana aja lo… ? "
" Lars? Lo mabuk, ya? "
" Nggak sayang… Nggak mungkin gua mabuk… "
" Lo dimana Lars? "
" Ya dirumah lah… Mau dimana lagi… ? Di hotel… ? Sama Cherry… ? Ha…ha…ha… "
" Gua kesana sekarang juga. "
Klik! Telepon diputus, dan Lars tertawa tanpa sadar apa yang ditertawakannya. Dan setelah beberapa menit tertawa tidak jelas, Lars terdiam dan menutup matanya. Dia tertidur, diatas sofa ruang duduk, masih menggenggam segelas sampange.
Jenny masuk ke apatemen Lars sekitar dua puluh menit kemudian. Dia menemukan Lars tertidur di sofa dengan keadaan kacau. Rambut berantakan, kemeja yang kusut, dasi yang tergantung dileher tapi tidak terikat rapi, dan botol sampange yang terbuka dan mengeluarkan bau yang menyengat. Jenny bergidik ngeri melihat botol sampange itu. Dia masih ingat insiden sampange dan tidak ingin kejadian itu terulang lagi. Jenny mendekati Lars dan meraih botol sampange itu dan meletakkannya jauh-jauh. Lalu Jenny berusaha membangunkan Lars dengan menepuk pipi Lars. Lars terbangun, tapi pengaruh alkoholnya belum juga hilang.
" Jenny… akhirnya lo dateng juga… "
" Lars, lo mabuk. "
" Gua nggak mabuk. Lo tau apa yang Cherry bilang sama gua tadi sore? Lo tau, Jen? Dia bilang dia lesbian, Jen… Dia lesbian… " Lars berkata-kata sambil memegang kedua pundak Jenny dan menatapnya dengan pandangan sayu, khas seorang pemabuk yang sedang stress.
" Dia bilang, dia nggak cinta sama gua… dia bilang, gua hanya pelarian, Jen… Lo denger? Pelarian! Dia bukan calon istri gua! Gua ditipu! "
Lars semakin menjadi-jadi marahnya. Dia mengguncang-guncangkan tubuh Jenny sambil terus mengomel. Jenny merasa pusing, juga takut melihat Lars yang benar-benar frustasi.
" Lars! Gua tau lo sakit hati, tapi lo nggak boleh jadi kayak gini! "
Kini giliran Jenny yang memegang pundak Lars dan berkata sambil mengguncang-guncangkan tubuh Lars. Posisinya sudah berbalik, tapi Lars tidak kelihatan pusing karena diguncang-guncang, dia malah menyeringai bodoh.
" Mana Lars yang playboy? Mana Lars yang cuek? " Percuma. Apa pun yang dilakukan Jenny, Lars masih saja menyeringai bodoh dan memamerkan gigi putihnya. Malah Jenny yang tambah sedih. Akhirnya Jenny memutuskan untuk membujuk Lars tidur dikamarnya. Sekuat tenaga Jenny menarik tubuh Lars dan menyeretnya ke dalam kamar.
Lars berhasil ditarik ke tempat tidur dan duduk diatas kasur. Jenny terengah-engah lalu menarik sepatu Lars keluar dari kakinya. Lars masih mabuk, tapi membantu Jenny melepas sepatunya sendiri dan melemparnya ke sudut kamar. Kini Jenny mulai menarik dasi yang dipakai tidak rapi tadi dan melepaskan dua kancing teratas kemeja Lars, supaya Lars bisa merasa sedikit lebih nyaman. Tapi Lars malah berpikir lain. Dia memeluk Jenny dan berkata dengan bau sampange keluar dari mulutnya.
" Jenny… Jen… Lo emang paling tau soal gua… Lo yang paling gua sayang… "
Jenny diam. Dia kaget karena Lars tiba-tiba memeluknya dan lupa kalau Lars sedang mabuk.
" Gua mau lo jen… Dari dulu gua mau lo… tapi lo pacaran sama Kevin… "
Jenny masih diam. Perkataan Lars ini membuatnya jauh lebih kaget lagi. Banyak yang mengatakan kalau perkataan orang mabuk adalah perkataan yang sebenarnya yang biasanya disembunyikan orang itu selama dia sadar. Tapi, apa kata-kata Lars itu adalah kebenaran?
Lars sedang mabuk, mangkanya Lars bisa melakukan hal seperti ini, Jenny menyakinkan hatinya. Tapi saat secara tiba-tiba Lars mencium Jenny, dia tidak bisa berpikir apa-apa lagi. Lalu Lars mendorong Jenny ke atas tempat tidur dan mulai mencium leher Jenny, bahkan mulai melepas kancing kemeja Jenny.
Sebenarnya Jenny panik. Tapi kepanikan yang didasari karena tahu yang melakukan semua itu adalah Lars, orang yang selama ini di cintainya, yang menjadi bunga mimpi Jenny selama beberapa tahun ini, membuat Jenny tidak berbuat apa-apa. Dia malah merasa jantungnya berdetak kencang dan adrenalinnya sedikit demi sedikit memuncak. Dan Jenny merasakan rasa menggelitik itu lagi. Butterfly, dan kali ini jauh lebih dalam dan jauh lebih menggelitik. Singkatnya, Jenny menikmatinya.
Tapi akhirnya Lars diam, menjatuhkan wajahnya diatas leher Jenny dan mengatakan " Jenny. " dengan suara lirih, lalu Lars tertidur. Jenny tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Jika dia bergerak, Lars akan terbangun dari tidurnya yang kelihatan nyenyak itu, jadi dia memilih diam dan mencoba menetralkan detak jantungnya. Dia kembali ingat kalau Lars sedang patah hati dan mabuk. Diam-diam dia menyesalinya. Kalau saja Lars tidak mabuk… Kalau saja Lars bercumbu dengannya dalam keadaan sadar…
Mendadak Jenny ingat pertemuan pertamanya dengan Lars, ingat saat Lars tidak sengaja menabraknya, saat Lars meneleponnya dan saat Lars mengajaknya bekerja sebagai asistennya. Jenny ingat kalau dia sudah jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Lars, dan sadar atau tidak, rasa cinta itu tidak berubah. Jenny juga ingat saat dia tidak sengaja mengatakan kalau sebenarnya dia sudah punya pacar dan reaksi Lars yang kelihatan kecewa, saat itu Jenny sangat ingin mengatakan kalau sebenarnya dia berbohong tapi tidak bisa. Dia juga ingat saat dia menjemput Lars di klub dan membopongnya hampir seperti sekarang ini. Bedanya, hari itu diakhiri dengan Lars yang tertidur dengan wajah babak belur dan Jenny yang menangis; tapi hari ini Lars tertidur dengan wajah tanpa goresan sedikitpun (mungkin hanya hatinya yang tergores), dan berada di pelukan Jenny. Jenny memeluk Lars, benar-benar merasa hangat dan terdapat perasaan memiliki yang kuat.
Lalu Jenny teringat saat dia bertemu dengan Kevin, berpura-pura pacaran, lalu sakit hati melihat Lars jatuh cinta dengan Cherry, dan saat Kevin menenangkannya dan menawarkan cintanya sebagai pengganti sosok Lars. Saat itulah Jenny mulai menyadari kalau dia tak jauh berbeda dengan Cherry. Dia menyakiti Kevin dengan menjadikannya sebagai pelarian. Memang awalnya Kevin yang mati-matian mengatakan akan bisa mencuri hati Jenny, tapi kalau saja Jenny bisa bersikap lebih tegas, tidak egois dengan hanya memikirkan sakit hatinya sendiri, Jenny bisa saja tetap menolak Kevin. Tapi Jenny tidak melakukannya, Jenny terlalu egois dan tidak ingin kehilangan orang yang memang ingin mencintainya tapi sebenarnya Jenny sendiri tidak bisa menanggapi perasaan laki-laki itu. Iya, Kevin bukan orang yang diinginkannya. Jenny baru sadar bahwa setiap kali Kevin menciumnya, di dalam hati Jenny membayangkan sosok Lars yang sedang menciumnya. Kevin bukan Lars, Jenny sudah menipunya.
Jadi disinilah Jenny sekarang, berada di atas tempat tidur Lars dengan Lars berada dipelukannya. Nyaris melakukan adegan percintaan, tapi gagal karena Lars hanya sedang mabuk berat. Dan saat itulah, saat paling menyedihkan dimana Jenny telah menyadari semua kesalahannya dan bertekad untuk mengakhiri semua kebohongan ini. Menyadari cintanya kepada Lars sekaligus menyadari kesalahannya kepada Kevin. Dan paduan keduanya membuat Jenny merasa sangat kejam, menjadi seorang penjahat paling kejam yang menyandera Lars sekaligus menggantung Kevin. Jenny sudah memutuskan, dia harus menyelesaikan semuanya tanpa melakukan kesalahan lagi.

 
...Bersambung...

Ny. Lars – Part 26 -


Black Rabbit
" NY. LARS "
- Part 26 -

 
… Episode sebelumnya …
Kevin tahu sesuatu mengenai Cherry yang selama ini berusaha untuk di tutup-tutupinya, dan sekarang Jenny memutuskan untuk mencari tahu tentang rahasia itu. Dan ternyata rahasia itu cukup mengguncangkan juga. Pada akhirnya keduanya memutuskan untuk menyelamatkan Lars, sahabat mereka …

 
" Gua udah beberapa kali nyoba ngomong sama Cherry, tapi gagal. Lo kan sama-sama cewek, kali aja dia mau ngedengar omongan lo. Jadi, lo bisa nyoba ngomong sama dia pelan-pelan, dan gua bakal ngomong pelan-pelan sama Lars. "
Ini rencana yang disusun Kevin untuk misi penyelamatan kali ini, tapi sepertinya tidak semudah yang mereka bayangkan. Sekarang Jenny sudah bertemu dengan Cherry dan benar-benar berniat 'menyadarkan' Cherry, tapi kenyataannya berbeda. Cherry dan Jenny sedang sibuk membicarakan Lars.
" Lo inget waktu kita pertama kali ketemu? " Kata Cherry.
Dia mengenakan setelan tenis terbaik yang pernah Jenny lihat. Cherry memakai baju serba biru muda, dengan rok tenis warna senada. Tungkainya mulus putih tanpa bulu (benar-benar waxing yang bagus!) dengan telapak kaki yang dibalut sepatu olahraga polos beraksen biru yang lebih tua. Handban nya berwarna putih polos dan bandana yang melingkar di kepalanya berwarna putih bergaris biru. Benar-benar paduan yang sempurna disertai dengan make up minimalis yang membuatnya kelihatan manis.
Jenny mengangguk menanggapi pertanyaan Cherry tadi sambil mengamati penampilannya sendiri. Celana jeans bertali silang dari paha hingga mata kakinya dan tank top ketat. Benar-benar ketinggalan jaman dan tidak serasi jika dibandingkan dengan Cherry. Tidak heran kalau Cherry dikagumi banyak laki-laki, terlepas dari kenyataan kalau ternyata Cherry punya kelainan.
" Gua inget banget. Lars mabuk berat sekaligus babak belur gara-gara berantem. Trus gua nelpon lo dari ponsel Lars. Muka lo keliatan panik banget loh waktu itu. "
" Oh iya? "
" Iya! Gua aja jadi nggak enak sama lo. Tapi untung deh ada lo, kalo nggak gua nggak tau mesti bawa Lars kemana. "
Mereka berdua tertawa bersama, padahal di dalam hati Jenny sedang berpikir keras mencari cara untuk mengalihkan pembicaraan ke arah semula.
" Jen, sebenernya lo suka sama Lars, kan? "
Jenny berhenti berpikir karena kaget. Dia yakin sudah mengubur ingatannya akan hal itu, tapi kenapa ketika Cherry mencoba menggalinya sedikit, rasanya semuanya keluar lagi dengan cepat? Jenny panik. Dia benar-benar harus menemukan jalan kembali ke tujuan awal.
" Cherry, gua—"
" Dari awal ngeliat lo sepanik itu waktu tau Lars babak belur, gua tau kalo lo suka sama Lars. " Cherry mengatakan semuanya dengan begitu tenang, sedangkan Jenny malah panik tidak keruan.
" Lo udah lama memendam perasaan lo, kan? Gua tau lo udah dua taun kenal sama Lars, jauh lebih lama dari pada gua. Kenapa lo nggak ngomong aja langsung? Kenapa lo—"
" Cher, sebenernya gua mau ngomong sama lo. " Potong Jenny dengan semantap mungkin. Sekarang Cherry yang diam. " Beberapa minggu yang lalu, gua ngeliat lo jalan sama cewek jangkung. Mesra banget. Padahal lo bilang sama Lars kalo lo ada rapat. Untung aja Lars nggak ngeliat lo, kalo ngeliat gimana? "
Cherry tampak kaget, tapi memilih untuk tetap diam.
" Terus, gua ngeliat lo berpose nyaris bugil di studio lukis bokap gua, sama cewek yang sama. Gua juga ngeliat foto-foto lo sama cewek itu di kamar bokap gua. Jadi, gua mau denger penjelasan dari lo. Langsung. " Akhirnya setelah selesai, Jenny diam menunggu jawaban atau reaksi apapun dari Cherry. Kini giliran Cherry yang berbicara untuk menjelaskan semuanya kepada Jenny. Tapi Cherry hanya diam. Dia terlihat seperti putri Cinderlela yang sedih melihat sang pangeran yang mencari pemilik sepatu kaca tetapi tidak menghampirinya, pemilik sepatu kaca yang asli. Bedanya, Cinderlela yang satu ini mengenakan setelan tenis terbaik di dunia.
" Cewek itu… " Cherry mulai berkata, tapi langsung diam seribu bahasa lagi. Sepertinya masih enggan menjelaskan apa-apa.
" Dia Tommy Mariam Pratama. Anak sulung dari Hendrawan Surya Pratama, orang ke lima terkaya di Indonesia. " Kata Jenny menimpali, Cherry memejamkan kedua matanya lalu mengangguk pelan.
" Iya. Dan dia… orang yang gua cintai. "
Jenny tidak punya rasa kaget lagi yang tersisa untuk menanggapi pengakuan Cherry ini.
" Gua kenal dia hampir seumur hidup gua. Dia temen gua dari kecil, dan dari kecil kita nggak pernah pisah. Dia anak sulung keluarga Pratama, emang. Awalnya keluarganya pengen punya anak cowok, tapi yang lahir malah cewek, mangkanya dari kecil Tommy diperlakukan kayak anak cowok. Pake celana, main mobil-mobilan, sampe dikasih nama cowok. "
Jenny terus menyimak cerita Cherry, sementara yang bercerita tidak pernah menatap wajah Jenny sedikit pun.
" Masuk kuliah, kita mulai sadar kalo kita berdua nggak bisa pisah lagi. Kita saling ngebutuhin, bukan hanya secara fisik, tapi juga secara emosi, secara perasaan, secara hati. "
" Jadi sejak itu, kalian… "
" Iya, kita jadian. " Cherry berhenti sebentar untuk meneguk teh manisnya. " Semenjak itu gua mengalami hari-hari paling indah bareng Tommy. Dia orang yang paling tau tentang gua, orang yang paling bisa pahamin gua. Tapi waktu orang tua kita tau, semuanya jadi kacau. Mereka ngebuang kita. "
" Ngebuang? " Ulang Jenny tidak percaya.
" Iya. Mereka mau ngebiayain gua sama Tommy di Amerika, asalkan kami nggak pulang ke sini dan bikin mereka malu. Lo mau ngomong kalo gua harus mutusin Lars, kan? "
Jenny mengangguk dengan kikuk.
" Sebenernya, gua juga nggak mau nyakitin dia. Lars cowok yang baik, tapi gua hanya manfaatin dia buat jadi 'obat' gua. "
" Obat? "
" Gua pulang kesini buat ngobatin 'sakit' gua. Gua nggak mau terus-terusan di pandang jelek sama orang, gua nggak mau Tommy di jelekin mulu. Mangkanya gua nyari cowok buat nyembuhin gua. Gua ketemu Lars, dan gua langsung ngerasa kalo dia bisa ngobatin gua. Tapi gua salah. Gua nggak bisa ngelupain Tommy. Semakin gua berusaha ngelupain Tommy, gua malah semakin cinta sama dia. "
Jenny tahu benar perasaan seperti itu. Dia pernah merasakannya. Tapi… tapi bagaimana dengan Lars? Tanya Jenny dalam hati.
" Tapi gimana sama lars? Dia serius banget sama lo, nggak pernah seserius ini selain sama lo. Lo calon nyonya Lars-nya! " Tanya Jenny dengan sedikit berteriak, bertanya panik dan sedikit memohon sambil memegang tangan Cherry. Cherry dengan tenang melepas pegangan tangan Jenny dan menggenggam tangan Jenny itu dengan mantap.
" Gua nggak pantes jadi nyonya Lars. Ini sebutan yang cocoknya buat lo. " Jenny diam, mencoba mencerna perkataan Cherry dengan keyakinan seratus persen lebih. Cherry melanjutkan perkataannya: " Lo cinta sama Lars, dan Lars juga cinta sama lo. Kalian cocok, tapi kalian nggak pernah sadar. "
" Nggak. Gua bukan calonnya. Dia nggak suka sama gua, gua cuma asisten Lars, nggak lebih! " Jenny panik membayangkan sesuatu yang hanya menjadi angan-angannya selama ini. Lars tidak mencintainya, Lars hanya menganggapnya sebagai asisten, semua keinginan untuk menjadi nyonya Lars itu hanya angan-angan Jenny saja. Dia tidak berhak meminta lebih. Sudah sangat beruntung Lars bisa menerima Jenny sebagai sahabatnya.
" Kalau Lars nggak peduli sama lo, buat apa dia selalu ngomongin lo di depan gua? Kenapa cuma nomor ponsel lo yang ada di memori teleponnya? Setelah ngedapetin gua, mungkin Lars bakal mikir kayak yang lo bilang tadi. Tapi sebelum gua dateng, sebelum Kevin ada, apa yang dia rasain sama lo? Lo tau? "
Jenny menggeleng, lalu diam lagi. Dia merasa kalau keadaannya sedang terbalik. Seharusnya saat ini Cherry yang sedang bingung seperti ini, bukan dia.
" Lo sama Kevin baru pacaran dua bulan, bukan setaun kayak yang lo bilang sama Lars, kan? "
Jenny diam lagi. Iya. Perjanjian itu masih berlangsung sampai sekarang, tapi Jenny sudah lupa tujuan awal perjanjian itu. Awalnya Kevin dibutuhkan hanya untuk meyakinkan Lars kalau Jenny memang sudah memiliki pacar, tidak lebih. Kalau berdasarkan hal itu, tugas Kevin seharusnya sudah selesai sejak sebulan yang lalu. Tapi semuanya masih berjalan, Jenny lupa untuk mengakhirinya. Atau tidak berani?
Cherry berkata lagi, kali ini dengan wajah Jenny tepat didepannya. Pandangannya lembut dan sarat akan keseriusan.
" Gua tau apa yang harus gua lakuin, tapi gua mau yakin dulu kalo lo juga harus ngelakuin apa yang harus lo lakuin dari dulu. "
" Apa? " Tanya Jenny dengan bingung.
" Dapetin Lars. Omongin perasaan yang selama ini lo rasain sama sia. Jadi nyonya Lars buat dia. "

 
...Bersambung...