WORLD WAR Z

Apa yang ada di pikiran anda jika saya menyebutkan kata: ‘zombi’? Mengerikan? Gemar memangsa manusia? Berjalan dengan super lamban sambil tertatih-tatih dengan mata melotot dan gigi hitam menyeringai? Memang sebagian zombie yang kita tahu memiliki karakteristik seperti itu, tapi zombie yang ditampilkan dalam film yang dibintangi oleh actor senior Brad Pitt ini memiliki sedikit perbedaan dengan zombie pada umumnya.

Sebelumnya, saya akan menjelaskan synopsis film ini dulu, yah.

Intinya film ini bercerita mengenai kisah seorang mantan investigator PBB bernama Gerry Lane (Brad Pitt) yang berusaha untuk menyelamatkan diri dari wabah zombie yang tiba-tiba menyerang sebagian besar penduduk di dunia. Awalnya, Gerry dan istrinya: Karin Lane (Mirelle Enos) beserta kedua putrinya: Rachel Lane (Abigail Gargrove) dan Constance Lane (Sterling Jerins) sedang melakukan rutinitas pagi mereka seperti biasa. Tapi saat sedang menghadapi kemacetan kota Philadelphia, tiba-tiba sekelompok orang yang terinfeksi virus zombie menyerang seisi kota dan mengubah setiap korban yang digigitnya menjadi zombie hanya dalam waktu dua belas detik saja. Seluruh penduduk kota pun menjadi panic sehingga menyulut berbagai kekacauan, kecelakaan, pembunuhan dan penjarahan di mana-mana.

Dalam upaya menyelamatkan diri, Gerry membawa seluruh keluarganya ke sebuah apartemen di mana sahabat sekaligus Sekertaris Jenderal Deputy PBB: Thierry (Fana Mokoena) akan mengirimkan sebuah helicopter ke atas gedung untuk menjemput mereka. Tapi usaha Gerry dan keluarganya untuk sampai ke atas gedung tidak bisa dilaksanakan dengan mudah. Hanya dalam waktu beberapa menit saja seluruh kota sudah terinfeksi virus zombie dan setiap manusia yang belum terinfeksi pun diburu, termasuk para penghuni apartemen yang mereka naiki. Untungnya keluarga Gerry diselamatkan oleh sebuah keluarga. Walau pada akhirnya keluarga tersebut tewas karena diserang juga, tapi anak laki-laki mereka: Tommy (Fabrizio Zacharee Guldoas) berhasil melarikan diri dan bergabung dengan keluarga Lane.

Mereka dan penduduk lain yang berhasil diselamatkan dibawa ke kapal U.S. Navy di lepas pantai New York City di mana di dalam kapal tersebut juga berkumpul berbagai pihak militer yang sedang berusaha mencari tahu dari mana wabah tersebut berasal dan bagaimana menanganinya. Seorang dan satu-satunya ahli virus yang selamat: Dr. Fassbach (Elyes Gabel) menyatakan bahwa mereka harus bisa menemukan di mana virus tersebut menyebar pertama kalinya sehingga mereka bisa menemukan bagaimana cara mengatasinya. Dikarenakan Gerry adalah satu-satunya mantan investigator PBB yang cukup berpengalaman dan dengan sedikit ancaman, maka komandan U.S Navy pun memintanya untuk ikut beserta rombongan peneliti ke Korea Selatan, tempat di mana virus tersebut diduga ditemukan pertama kali.

Tapi ternyata usaha mereka tidak bisa berjalan dengan mulus. Berbagai kejadian yang sangat tidak terduga terjadi sepanjang perjalanan, mulai dari Dr. Fassbach yang tidak sengaja menembak dirinya sendiri, adegan petak umpet Gerry dengan para zombie, hingga hasil penyelidikan yang membawa Gerry terbang ke Jerusalem dan bertemu dengan seorang prajurit Israel wanita bernama Segen (Daniella Kertezs) yang akhirnya menemani Gerry hingga tiba di pusat penelitian WHO di Cardliff, Wales. Di sana mereka mendapat bantuan dari para peneliti untuk menemukan cara mengatasi para zombie.

Memang benar, inti cerita dalam film ini terasa klise. Bahkan, menurut saya, World War Z ini menggunakan tema yang sangat sederhana jika dibandingkan dengan film apocalypse atau pun post apocalypse lainnya. Plot dan settingnya terlalu melompat-lompat dan latar belakang cerita tidak terlalu dapat disampaikan dengan detail sehingga mungkin membingungkan untuk sebagian penonton. Karakteristik para tokohnya pun tidak tergali dengan cukup baik sehingga ikatan emosional antara tokoh dan penonton tidak bisa terjalin dengan kuat. Kecuali emosi penonton terhadap sang tokoh utama yang diperankan oleh Brad Pitt sendiri, sih. Dengan kamera yang (terlalu) intense menyorot Brad Pitt dan melupakan para tokoh lain yang tidak diperankan oleh actor dan actress yang cukup terkenal, saya rasa tidak heran jika sebagian penonton mengatakan bahwa film ini hanya ‘menjual’ Brad Pitt saja.

Untungnya, shocking scene film ini juara. Beberapa scene bahkan cukup membuat saya menjerit kaget atau membuat saya tidak bisa duduk diam menahan rasa gemas di kursi saya yang empuk. Actionnya juga cukup menegangkan, walaupun didominasi dengan adegan lari dan pengejaran. Dan animasinya juga patut diacungi jempol, terutama saat scene-scene yang menampilkan pergerakan massive para zombie yang bisa bergerak dengan sangat cepat, lincah dan agresif.

Oh iya, film ini dibuat berdasarkan novel berjudul sama karangan Max Brooks. Saya memang belum membaca novel tersebut, tapi berdasarkan synopsis yang saya baca, versi bukunya memang sangat berbeda dengan versi layar lebarnya. Dalam versi novel, kisah ini menceritakan mengenai penyelidikan dan berbagai wawancara yang dilakukan Gerry Lane terhadap para pihak terkait mengenai wabah zombie tersebut. Gaya penulisan sang author terasa begitu kental dengan unsure politik, pandangan social dan budaya dan cukup jauh dari unsure emosional sang tokoh utamanya.


Saya hanya bisa memberikan tiga setengah dari lima bintang untuk film ini. Saya memberi setengah bintang ekstra dari tiga bintang yang ingin saya berikan di awal review ini khusus untuk shocking scenenya yang berhasil membuat adrenalin saya mengalir dan membuang rasa bosan. Tapi jika mengingat usaha Brad Pitt dan rumah produksinya: Plan B untuk membuat film ini yang penuh dengan perjanjian, perubahan scenario, pergantian scriptwriter, jadwal shooting yang molor dan jadwal tayang yang juga mundur, saya rasa Marc Forster sebagai sutradara masih bisa disebut cukup berhasil. But, sorry to say, bagi saya pribadi menonton film ini seperti menonton film I’m A Legend dengan versi yang lebih baik. Tidak lebih.


MAN OF STEEL

Selama beberapa tahun belakangan ini Marvel sedang merajai pasar film dunia dengan keberhasilan para pahlawan super mereka seperti Iron Man, Thor, Captain America dan Hulk. Belum lagi semua pahlawan super itu akhirnya dipertemukan dalam satu film fenomenal: The Avenger yang berhasil menancapkan taring sebagai salah satu film paling sukses di tahun 2012 kemarin. Seolah tidak mau kalah dengan saingan abadinya, kini DC Comic menghadirkan salah satu pahlawan super mereka yang paling kuat, sekuat namanya: Superman. Dengan menggandeng Zack Snyder di bangku sutradara PLUS membawa nama besar Christopher Nolan sebagai produser, reboot Superman kali ini memang terdengar cukup menjanjikan bahkan sebelum film ini benar-benar release.

Cerita di mulai di planet Crypton yang sedang terancam dengan pemberontakan General Zod (Michael Shannon) yang haus kekuasaan. Zod berkeinginan untuk menguasai Cyrpton dan mengancam para Petinggi di Pemerintahan untuk tunduk dengan kuasanya. Tapi usahanya tidak bisa berjalan dengan lancar karena planet Crypton sudah lebih dulu mengalami gejala awal kehancuran dikarenakan sumber daya alamnya telah dikuras habis sehingga planet tersebut menjadi tidak stabil. Jor-El (Russell Crowe), seorang ilmuwan, telah memperingatkan kepada para Petinggi Pemerintah Crypton tentang kiamat yang akan melanda planet mereka dan menyarankan agar Pemerintah mulai melakukan evakuasi. Tapi Pemerintah tidak menggubrisnya sama sekali dan menganggap saran Jor-El adalah omong kosong. Jor-El yang merasa kecewa tidak putus asa begitu saja. Dengan bantuan sang istri, Lara Lor-Van (Ayelet Zurer), Jor-El yang juga diam-diam memiliki anak melalui proses kelahiran alami, tidak seperti sebagian besar anak di Crypton yang lahir dengan proses yang tidak alami, memutuskan untuk mengirim anak semata wayang mereka ke planet lain agar sang anak selamat. Sementara itu, Zod memutuskan untuk mencuri sebuah Codex yang sangat berharga tapi ternyata Codex tersebut telah lebih dulu diambil oleh Jor-El dan ‘menanamkan’ Codex tersebut ke dalam tubuh sang anak. Zod yang kesal akhirnya membunuh Jor-El dan atas kesalahan tersebut dia pun dibuang ke Phantom Zone oleh para Petinggi Crypton.

Terpilihlah bumi sebagai planet tujuan sang bayi yang diberi nama Kal-El (Henry Cavill). Di bumi Kal-El ditemukan oleh sepasang suami-istri Jonathan Kent (Kevin Costner) dan Martha Kent (Diane Lane) yang tidak memiliki anak dan akhirnya mengadopsinya dan memberinya nama: Clark. Clark kecil tumbuh sebagai anak yang aneh. Sebagai seorang anak dari luar angkasa, keadaan lingkungan di bumi membuat seluruh panca indranya menguat sehingga awalnya Clark sangat menderita. Keadaan ini membuatnya kondisi tubuhnya berbeda dari anak kebanyakan dan membuat Clark bingung sehingga akhirnya dikucilkan oleh teman-temannya. Tapi Jonathan Kent mendidik Clark dengan sangat baik dan ‘senormal mungkin’ dan meminta Clark untuk merahasiakan kekuatannya.

Saat Jonathan Kent meninggal dunia, Clark memutuskan untuk hidup nomaden dan bekerja serabutan dengan menggunakan nama samaran untuk mencari tahu asal usulnya. Dia sampai di Kutub Utara di mana ditemukan sebuah pesawat pengintai Kryptonian. Di sana dia bertemu dengan hologram sang ayah dan mendapatkan penjelasan mengenai siapa dirinya yang sebenarnya. Tapi secara tidak sengaja Clark juga bertemu dengan Lois Lane (Amy Adams), seorang Jurnalis pemenang Pulitzer Award yang bekerja untuk surat kabar Daily Planet dan datang ke tempat yang sama untuk menulis berita mengenai penemuan pesawat luar angkasa tersebut. Secara tidak sengaja Clark berhasil menyelamatkan nyawa Lois sebelum menghilang bersama pesawat tersebut.

Ternyata Lois tidak bisa melupakan pertemuannya dengan Clark begitu saja. Awalnya Lois menulis sebuah artikel mengenai seorang manusia dengan kekuatan luar biasa dan berniat mencetaknya di surat kabar, tapi sang editor: Perry White (Laurence Fishburne), menolak mentah-mentah artikel tersebut. Tapi Lois tidak putus asa. Masih dengan semangat yang sama, Lois memutuskan untuk menyelidiki siapa sebenarnya sang penyelamatnya dan akhirnya tiba di kota Smallville tempat rumah orang tua Clark Kent berada. Clark pun akhirnya menemui Lois dan menceritakan segala hal mengenai dirinya.

Sementara itu, Zod akhirnya menemukan planet di mana pesawat luar angkasa yang membawa Kal-El jatuh. Bersama anak buahnya, Zod mendatangi bumi dan meminta Kal-El menyerahkan diri. Tapi setelah sampai di bumi, tujuannya sedikit berubah. Dia akhirnya bukan saja ingin mencari Codex yang dicuri Jor-El sebelum planet Crypton hancur, tapi juga berkeinginan merubah bumi menjadi planet Crypton berikutnya dengan mengorbankan semua penghuni planet bumi. Clark yang sudah merasa menjadi bagian dari penduduk bumi tidak bisa membiarkan hal ini. Dengan bantuan Lois beserta tentara Amerika yang sebenarnya juga merasa terancam dengan keberadaan Clark Kent sebagai seorang manusia super, mereka berusaha sekuat tenaga untuk menggagalkan usaha jahat Zod tersebut.

Sebelum saya membahas mengenai film ini saya ingin mengajak kalian untuk melupakan sejenak segala hal yang sebelumnya kita tahu mengenai Superman. Jangan salah paham, saya bukannya ingin mengajak kalian untuk menilai secara lebih objectif (ini sebenarnya tugas saya, bukan kalian J), tapi karena film ini sendiri secara tidak langsung memberikan detail cerita yang sebelumnya tidak pernah kita tahu mengenai seorang Superman. Dan ini adalah langkah yang bagus, menurut saya, karena dengan semua detail ini bukan hanya para fans Superman saja yang akan terpuaskan pengetahuannya mengenai asal usul manusia super ini, tapi juga para penonton yang berasal dari generasi baru pun akan bisa menerima Superman sebagai seorang superhero secara ‘utuh’.

Kenapa saya sebut ‘utuh’? Sebenarnya ini adalah salah satu hal paling menarik dari film ini. Dengan sangat pintar dan dengan cara yang sangat menarik, Snyder dan Nolan me-reboot film ini benar-benar dari akarnya sehingga para penonton tidak hanya disajikan mengenai kisah sang manusia super ini tanpa latar belakang yang jelas seperti film-film Superman sebelumnya. Kali ini kita diperkenalkan kepada seorang alien yang terdampar di bumi dan diizinkan mengikuti petualangannya mencari jati diri dan berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan di bumi. Lihat perbedaannya? Menurut saya, perkembangan film berbanding lurus dengan perkembangan penontonnya. Pada zaman sekarang penonton mana yang masih akan tertarik jika diberikan sebuah film mengenai pahlawan super yang jatuh cinta dengan seorang wartawan dan tidak tahan dengan sebuah batu krypton? Ini bukan ‘dunia Harry Potter’ and that theme is so last year…

Jika kita berbicara mengenai cerita, saya sangat suka dengan plotnya di mana semua detail disajikan dengan lengkap. Alurnya pun cukup cepat. Walaupun dihiasi dengan beberapa adegan flashback, tapi porsinya terasa  pas dan tidak terlalu membingungkan. Karakter para tokohnya cukup kuat, dengan tidak menyajikan terlalu banyak tokoh sehingga setiap karakter dapat berperan dengan baik dalam memperkuat cerita. Adegan aksinya pun cukup menyenangkan dan mengundang adrenalin sehingga penonton akan dengan senang hati menyerukan ‘wow’ dan ‘ah’ berkali-kali dan tidak akan sudi beranjak dari tempat duduk mereka barang sejenak. Saya secara khusus begitu menyukai karakter tokoh Lois Lane, di mana kali ini sang wartawan pemenang Pulitzer Award ini tidak hanya berperan sebagai love interest Clark Kent saja tapi juga bisa memanfaatkan kepintarannya untuk menemukan siapa sebenarnya Clark Kent, sesuatu yang seharusnya memang cukup mudah dia lakukan. Dan film ini juga mengundang para penonton untuk merasakan dengan cukup intim bagaimana perjuangan Clark Kent untuk bisa menerima dirinya sendiri dan diterima oleh masyarakat. Benar, film Superman kali ini memang terasa sangat realistis, tidak lagi terlalu mengada-ada seperti sebelumnya sehingga terasa dekat dan lebih bisa diterima para penontonnya.

Saya memberikan empat dari lima bintang karena film ini memang terasa lengkap hampir pada segala aspek. Saya suka detail ceritanya, saya suka latar belakang tokohnya, saya suka plotnya yang penuh dan saya suka adegan aksinya yang konstan. Sebagai penggemar Superman atau pun tidak, film yang satu ini memang sangat sayang untuk dilewatkan begitu saja. Dan untuk Marvel, berhati-hatilah, formula Snyder dan Nolan kali ini terbukti sukses. Jika mengingat nama besar Nolan beserta kebiasaan membuat film masterpiecenya dalam format Trilogy, maka kemungkinan besar Man Of Steel akan menghadirkan dua sequel lagi. DAN jika Nolan bersama siapa pun sutradaranya nanti berhasil mempertahankan atau bahkan meningkatkan kualitas mereka, maka Marvel mungkin saja akan berada dalam zona bahaya J.


Oh iya, saya menunggu dengan tidak sabar akan kehadiran sang ‘musuh bebuyutan’ Superman: Lex Luthor. Kapan tokoh iconic itu akan muncul dan apakah kemuculannya akan se-fenomenal seperti kemunculan The Joker dalam The Dark Knight? Kita tunggu saja… 

AFTER EARTH

Siapa yang tidak kenal dengan tema global warming, gempa bumi, gelombang tsunami dan bahkan serangan alien? Dalam beberapa tahun belakangan ini, isu mengenai usia bumi yang kian menua dan ketakutan akan kedatangan hari kiamat semakin sering digunakan di dunia perfilman Hollywood. Sejak bertahun-tahun yang lalu, film yang mengangkat tema ini semakin banyak dibuat, seperti Armagedon, The Day After Tomorrow dan masih banyak film lainnya. Bisa dibilang puncaknya terjadi pada saat film 2012 diputar di bioskop. Setelah kejadian ‘kiamat yang gagal’ tersebut, isu kiamat tersebut perlahan bergeser maknanya dan mulai digantikan oleh tema ‘setelah kiamat’ atau yang lebih sering kita kenal dengan sebutan ‘post apocalypse’.
Nah, tema inilah yang disandang oleh film terbaru yang dibintangi oleh pasangan ayah dan anak Will dan Jaden Smith. Film dengan genre science fiction adventure drama ini berjudul After Earth, yang disutradarai oleh M. Night Shyamalan, diproduseri oleh suami istri Will dan Jada Pinkett Smith via perusahaan mereka: Overbrook Entertainment, PLUS ide cerita yang dicetus oleh Will Smith sendiri. Benar, ada banyak nama Smith di paragraph ini. :D
After Earth mengambil setting pada seribu tahun setelah kiamat di mana penduduk bumi yang tersisa berhasil menemukan sebuah planet baru yang bisa mereka huni bernama Nova Prime. Film ini bercerita mengenai kisah seorang anak bernama Kitai Reige (Jaden Smith) yang dididik secara militer oleh sang ayah, Cypher Reige (Will Smith) yang merupakan Komandan Ranger Corps, organisasi penjaga keamanan di seluruh Nova Prime. Saat itu, Nova Prime sedang mengalami konflik dengan sejumlah alien bernama S’krell yang ingin menguasai Nova Prime. Makhluk luar angkasa itu menggunakan sebuah monster bernama Ursa yang mampu menemukan keberadaan manusia dengan hanya ‘mencium’ ketakutan mereka. Selama ini hanya Cypher satu-satunya orang yang dapat melawan Ursa dengan teknik ‘menghilangkan rasa takut’ sehingga Ursa tidak bisa mendeteksi keberadaannya. Teknik tersebut dinamakan ‘Ghosting’.
Sementara itu Kitai yang masih mengalami trauma mendalam karena kehilangan sang kakak: Senshi (Zoë Kravitz) yang dibunuh oleh Ursa di depan matanya sendiri berjuang sekuat tenaga untuk bisa diterima dalam satuan Ranger Corps seperti sang ayah. Tapi pada tes lapangan dia gagal. Melihat anaknya sedih dan kecewa, sang ibu: Faia (sophie Onokedo) meminta suaminya untuk mengajak Kitai ikut dalam salah satu misinya sebelum Cypher pensiun dengan tujuan agar kedua ayah dan anak ini dapat memiliki quality time bersama.
Tapi saat dalam perjalanan sebuah kecelakaan terjadi. Pesawat yang mereka tumpangi terjebak di dalam hujan asteroid sehingga mereka terdampar di sebuah planet. Nah, di sinilah petualangan mereka yang sebenarnya di mulai. Karena sang ayah mengalami patah kaki yang parah sehingga tidak bisa bergerak, sementara semua kru yang lain tewas, Kitai harus menjalani misi berbahaya sendirian untuk mencari ujung pesawat yang terbelah di mana sebuah alat pengirim sinyal untuk meminta bantuan berada. Dengan ancaman seekor Ursa yang berkeliaran bebas di sebuah planet yang dikategorikan sebagai planet berbahaya kelas satu: Bumi, tugasnya kali ini bisa membahayakan nyawanya.
Walaupun masuk dalam kategori science fiction movie, tapi kesan drama yang dimiiki film ini terasa sangat menonjol dari awal. Tema yang disandang cukup umum digunakan dan ceritanya pun tidak begitu kuat. Alurnya cukup lambat sehingga saya tidak akan heran jika ada segelintir penonton yang akan mulai gelisah karena bosan sejak awal. Actionnya tidak banyak, shocking scenenya sangat minim sehingga tidak cukup adrenalin yang bisa penonton hasilkan untuk membuat mereka bertahan tidak menutup mata karena mengantuk. Animasi? Menurut saya biasa saja. Karakter para tokoh? Anehnya, walaupun tokoh yang dimunculkan dalam film ini cukup sedikit, tapi karakter masing-masing tokohnya tidak cukup tergali. Mungkin sang creator ingin mempertahankan agar film ini tetap pada kategori PG, tapi menurut saya tema yang diangkat agak terlalu berat bagi anak-anak dan terlalu dangkal bagi orang dewasa. Sayang sekali.
Satu-satunya hal yang patut diacungi jempol adalah acting Jaden Smith yang semakin matang di film ini. tapi jika dibandingkan dengan nihilnya actor dan actress senior yang hadir di film ini selain sang ayah, Will Smith, juga karakter tokoh yang minimalis dan cerita yang standart, menurut saya semua actor pemula akan bisa menonjol dalam film seperti ini, tidak peduli siapa ayahnya. Saya hanya mendapat satu pesan yang sangat jelas ketika film ini berakhir, yaitu: Will Smith ingin mengabarkan kepada dunia bahwa Jaden Smith adalah penerusnya yang siap mengikuti jejaknya di dunia perfilman. That’s it.
Saya tidak mengatakan bahwa film ini jelek, tapi saya juga tidak bisa mengatakan bahwa film ini benar-benar bagus. Hanya saja, saya hanya berani memberikan dua setengah dari lima bintang untuk film ini tanpa bisa memberi alasan yang cukup kuat agar kalian juga menontonnya. Yah, semoga saja Shyamalan tidak kapok karena menghasilkan film yang ‘tidak cukup bagus’ berturut-turut dalam beberapa tahun belakangan ini.





NOW YOU SEE ME

Kali ini saya menonton sebuah Heist film yang juga termasuk golongan Caper film yang berjudul ‘Now You See Me’ yang disutradarai oleh Louis Leterrier. Sebelumnya sang sutradara asal Perancis ini lebih dulu sukses menyajikan film-film seperti The Transporter, Transporter 2, The Incredible Hulk hingga Clash Of The Titans.

Film ini bercerita mengenai—oke, tunggu sebentar. Sebelum saya menceritakan lebih rinci mengenai film ini, sepertinya saya harus menjelaskan lebih dulu apa yang dimaksud dengan Heist dan Caper film sebelum para pembaca yang sudah mengerutkan kening sedari tadi mulai lelah dan berhenti membaca review ini. Eit, tapi saya hanya akan menerangkan sedikit saja, yah. Detailnya akan saya bahas lebih rinci di kesempatan yang lain.

Heist film adalah jenis film yang menceritakan mengenai sekelompok orang yang melakukan pencurian besar, contohnya trilogy Ocean 11, 12 dan 13 atau Italian Job. Sedangkan Caper film adalah jenis film yang menceritakan mengenai dua atau lebih tindak kejahatan yang terjadi dalam satu film, termasuk penculikan, pencurian dan penipuan. Contoh film yang termasuk dalam genre Caper film adalah The Talking Of Pelham 123 dan juga Argo. Keduanya merupakan sub genre dari crime fiction film di mana Heist film merupakan sub genre yang lebih spesifik dari pada Caper film.

Oke, sekarang saya akan menceritakan mengenai filmya. Now You See Me menceritakan kisah mengenai empat orang pesulap jalanan yang bergabung bersama untuk membentuk satu group yang diberi nama The Four Horsemen. Keempat pesulap itu terdiri dari Daniel Atlas (Jesse Eisenberg) seorang pesulap yang ahli melakukan trik kartu; Merritt McKinney (Woody Harrelson) seorang mentalist ahli hipnotis dan membaca pikiran; Jack Wilder (Dave Franco) sang ahli kecepatan tangan; dan Henley Reeves (Isla Fisher) yang sangat ahli dalam melakukan trik meloloskan diri dengan cepat.

Mereka berempat melakukan aksi sulap dengan Arthur Tressler (Michael Caine) sebagai sponsornya. The Four Horsemen melakukan aksi sulap spektakuler yang berbeda dan tidak pernah dilakukan para pesulap lain pada umumnya. Mereka merampok sebuah bank di Paris lalu membobol tabungan pribadi milik Tressler dan membagi-bagikan uang itu kepada para penonton. Kejadian ini tentu saja membuat Tressler dan pihak kepolisian kewalahan. Mereka tidak bisa menangkap keempat pesulap tersebut karena tidak adanya barang bukti.
Tapi semua itu tidak membuat seorang anggota FBI bernama Dylan Rhodes (Mark Ruffalo) untuk menyerah menangani dan menuntaskan kasus tersebut. Dengan bantuan seorang petugas Interpol baru bernama Aima Vargas (Melanie Laurent), Rhodes yang sama sekali tidak percaya dengan sulap dan magic harus mempelajari sulap agar bisa menangkap The Four Horsemen. Mereka menyelidiki keempat pesulap hingga menemukan fakta bahwa tindakan mereka itu dilakukan sebagai syarat agar bisa bergabung dengan sebuah kelompok pesulap yang menyebut diri dengan sebutan ‘The Eye’.

Sementara itu seorang mantan pesulap bernama Thaddeus Bradley (Morgan Freeman) yang selama ini menghasilkan uang dengan membuka rahasia aksi para pesulap melalui acaranya, berkeinginan untuk mengungkap berbagai trik yang dilakukan The Four Horsemen. Mengetahui keinginan Thaddeus ini, Rhodes meminta bantuannya untuk bisa menangkap keempat pesulap itu saat pertunjukan final yang akan mereka lakukan di sebuah gedung di New Orleans.

Ternyata usaha mereka cukup sulit dan membingungkan. Thaddeus bahkan menyimpulkan bahwa terdapat anggota kelima dari The Four Horsemen yang membantu melakukan aksi mereka selama ini. Sekarang timbul pertanyaan baru: siapa orang kelima itu? Dan siapa sosok di balik ‘The Eye’ yang sebenarnya?

Cerita dalam film ini disajikan dengan cukup kuat dan setiap detail sengaja dihadirkan sedikit demi sedikit seperti pecahan puzzle. Alurnya cukup cepat dengan shocking scene yang konsisten dan karakter masing-masing tokoh dihadirkan dengan kadar yang pas, tidak terlalu berlebihan. Adegan aksinya pun pasti membuat penonton berdecak kagum atau bahkan geleng-geleng kepala, bukan karena adegan penuh ledakan atau berdarah-darah, tapi karena adegan aksi yang penuh trik yang sama sekali tidak disangka-sangka. Sang penulis scenario seolah dengan sengaja mengundang para penonton untuk menebak-nebak bagaimana akhir dari film ini. Tapi, sama seperti tagline film ini: The Closer You Look, The Less You’ll See. Tidak perlu repot-repot menebak, kalian bisa saja tertipu, seperti saya J.

Oh iya, twist yang disajikan memang cukup rumit dan beberapa penonton mungkin akan sedikit bingung dengan beberapa twist yang seolah tidak ada penyelesaian atau penjelasan. Tapi hei, ini kan film mengenai sulap! Tidak semua hal harus dijelaskan secara logika di dunia yang penuh magic, kan? Where’s the fun in that? Nikmati sajalah, lagi pula endingnya begitu tidak diduga-duga, kok!

Saya selalu mengatakan bahwa film yang ‘bagus’ tidak hanya menyuguhkan adegan aksi yang memukau atau pun memasang actor/actress papan atas saja, tapi juga harus memiliki cerita yang kuat dan tema yang bagus. Kombinasi ini akan bisa membuat sebuah film terasa ‘lengkap’ dan pas dinikmati. Nah, khusus untuk film ini, saya harus mengacungkan keempat jempol saya untuk penulis skenarionya karena telah dengan sangat ahli mengambil satu titik dalam cerita, mengangkatnya menjadi adegan fantastis dan menyelipkan detail cerita yang sebenarnya di antara adegan itu sehingga sang tokoh utama pun seolah ‘tersamarkan’. Kalau saja penulis scenario menyajikan cerita dengan alur yang biasa saja, saya rasa film ini tidak akan bisa menjadi semenarik ini.


Saya begitu jatuh cinta dengan cerita, tema yang unik, aksi yang memukau dan twist cerita yang tidak biasa yang dimiliki film ini, jadi tentunya saya dengan senang hati memberikan empat dari lima bintang untuk film ini. Namun jika mengingat jadwal release film ini yang begitu dekat dengan beberapa film lain yang mengedepankan actor dan actress terkenal Hollywood seperti After Earth-nya Will Smith, Man Of Stell-nya Nolan dan juga Fast & Furious 6-nya Vin Diesel, film ini mungkin saja tidak akan dilirik sebagian besar penonton yang tidak tahu. Tapi bagi kalian yang menyukai Heist film yang berbeda dengan film-film dengan genre serupa, atau tidak berhasil mendapatkan tiket film yang kalian inginkan, coba saja tonton film ini. Percayalah, kalian tidak akan menyesal. Oh iya, titip salam buat Dave Franco yah... ;) 



BANDUNG TAK LAGI RAMAH

Saya sudah tinggal selama hampir dua puluh tahun di Bandung, dan sebagai pendatang, secara tidak langsung saya mengikuti perkembangan kota kembang yang sudah berumur lebih dari dua ratus tahun ini. Tapi sayangnya, selama dua puluh tahun ini, perkembangan kota Bandung tidak terlalu menggembirakan. Memang nama kota Bandung semakin mewangi seiring dengan bertambahnya jumlah factory outlet dan berbagai tempat rekreasi lain. Berbagai event pun banyak digelar di kota Bandung, mulai dari yang bertaraf regional, nasional maupun internasional. Belum lagi setelah diresmikannya penggunaan tol Cipularang, penduduk kota Jakarta dan kota lain kini dapat dengan mudah datang ke Bandung hanya dalam hitungan jam saja. Dampaknya? Pembangunan merebak bak jamur di musim hujan.
Berbicara mengenai hujan, kota Bandung begitu sensitive dengan kata yang satu ini. Rumusannya begini: jika kota Bandung ditambah dengan hujan sama dengan banjir dan macet. Hampir seluruh jalan di sepanjang kota Bandung, baik itu jalan raya maupun jalan kecil, dihiasi dengan lubang dan genangan air. Hujan atau pun tidak, genangan air yang kotor akan selalu ada, membuat bukan saja para pengendara roda dua saja tapi juga pengendara roda empat pun harus berhati-hati. Walaupun saya tidak bisa membuktikan secara akurat dan menuliskan jumlah yang specific, tapi saya bisa memastikan bahwa jumlah kecelakaan yang terjadi di jalan kini sebagian besar didominasi karena kerusakan jalan.
Keadaan ini juga sama tidak menyenangkan bagi para pengguna kendaraan roda empat atau lebih. Kondisi jalan raya yang penuh lubang, fasilitas rambu lalu lintas yang tidak memadai, jumlah jalan satu arah yang membingungkan dan banjir di mana-mana membuat ketidaknyamanan bagi semua pengendara. Belum lagi kemacetan yang harus mereka hadapi setiap harinya sehigga membuat keadaan lalu lintas kota Badung tidak jauh berbeda dengan lalu lintas ibukota Jakarta yang jauh lebih padat penduduk.
Dan bagaimana dengan para pejalan kaki? Percaya atau tidak, nasib mereka tidak kalah memprihatinkannya. Kondisi angkutan umum yang tidak memadai memang sudah menjadi rahasia umum, tapi bukan hanya itu. Fasilitas untuk pejalan kaki pun tidak memadai, dengan kondisi trotoar yang rusak, jalan yang banjir dan kotor dan dipenuhi oleh pedagang kaki lima, serta lampu jalan yang tidak berfungsi, bahu jalan yang dipenuhi berbagai kendaraan yang berebut untuk melintas dan tindak kriminalitas yang semakin tinggi membuat lahan dan keselamatan para pejalan kaki seolah dijajah.
Betul, Bandung sudah tidak ramah lagi, bahkan untuk para pejalan kaki.
Bagaimana solusi terbaik untuk masalah ini? Memberantas korupsi di pemerintahan sudah merupakan wacana basi untuk dibahas. Menumbuhkan kecintaan lebih kepada kota Bandung pun sudah tidak perlu dilakukan lagi. Semua orang justru sangat mencintai Bandung, kalau tidak bagaimana mungkin mereka mau datang ke Bandung setiap akhir minggu, bukan? Mengajak para penduduk untuk melestarikan lingkungan pun tidak akan bisa terlaksana dengan baik jika bahkan pemerintah daerah tidak mau mendukung dan ikut berpartisipasi. Dengan hanya memiliki luas ± 167.67 km², sudut kota Bandung mana lagi yang akan ditutupi oleh besi dan beton? Apa lagi yang harus kita bangun jika ingin kota Bandung kita yang tercinta ini ‘tenggelam’ dengan cepat? Jadi, apa yang bisa dilakukan?
Kenapa pemerintah tidak mencoba untuk mengharamkan pembangunan dan menghalalkan peremajaan saja? Ada begitu banyak bangunan indah dan megah di kota kita ini dan sebagian besar belum digunakan secara maksimal. Kenapa pemerintah tidak memaksimalkan apa yang ada saja dan menggunakan lahan yang tersisa untuk sesuatu yang lebih berguna, seperti menambah ruang terbuka hijau dan daerah resapan air, misalnya? Kenapa pemerintah tidak memberikan kewajiban bagi setiap pengusaha yang membangun mall, hotel dan semua gedung tinggi di sekitar Bandung untuk memanfaatkan minimal seperempat luas tanah yang mereka gunakan untuk membangun taman, menanam pohon dan menyerap air?

Lagipula, kota Bandung merupakan ibukota Jawa Barat yang tidak terlalu besar dan terkenal dengan masyarakatnya yang ramah. Saya rasa semua penduduk Bandung setuju bahwa mereka tidak memerlukan keberadaan mall dan hotel disetiap sudut rumah mereka jika dari satu mall ke mall yang lain bisa ditempuh dengan nyaman dan aman hanya dalam waktu kurang dari sepuluh menit dengan berjalan kaki.