Banyak sekali teman yang
kebingungan untuk membedakan antara alur dan plot. Sekarang, kita coba untuk
membahas tema yang satu ini, yuk!
Sebenarnya alur dan plot adalah
dua hal yang sama. Keduanya adalah jalan cerita yang bertugas ‘membawa’ tokoh
kita melewati berbagai konflik sampai ending. Tapi ada juga beberapa orang yang
membedakan keduanya. Jika alur lebih merupakan kronologis cerita dari bab awal
sampai ending, maka plot adalah perkembangan tema yang melibatkan hukum sebab-akibat
sehingga menimbulkan konflik. Di mana perkembangan konflik yang
berkesinambungan akan membawa tokoh kepada ending cerita, yaitu penyelesaian
konflik yang terjadi di awal bab.
Intinya sama saja, alur dan plot
adalah kerangka cerita, tahap-tahap yang dilalui tokoh untuk mencapai ending.
Jika pada Tips Nulis #8 tentang
‘Bermain Alur’ yang sudah dibahas sebelumnya saya menerangkan bagaimana
perjalanan alur yang bisa dipilih setiap penulis untuk dituangkan dalam
naskahnya, maka kali ini saya akan mencoba membahas kerangka plot/alur yang
biasanya terbentuk.
Sebuah novel yang utuh biasanya
memiliki beberapa bagian cerita, yaitu: bab awal/perkenalan, konflik, klimaks,
anti klimaks dan ending. Unsur-unsur tersebut tidak perlu disusun secara
sistematis, semua tergantung kreatifitas dan tujuan tertentu yang ingin
disampaikan penulisnya. Tapi biasanya, kelima unsur tersebut adalah unsur dasar
yang wajib ada dalam satu novel utuh.
Bab awal atau bab perkenalan
adalah bab di mana pembaca diajak untuk mengenal para tokoh yang ada. Bagaimana
sifat mereka, keadaan fisik mereka, karakter mereka dan hubungan mereka dengan
para tokoh lainnya.
Sedangkan konflik adalah bab di
mana para tokoh mulai mengalami masalah, mulai mempertanyakan segala hal dan
mengalami pergulatan batin. Seberapa rumit konflik yang ingin disajikan
tergantung kepada seberapa banyak penulis ingin para pembaca terlibat ke dalam
kehidupan para tokoh.
Lalu semua konflik akan memuncak
pada klimaks, di mana para tokoh dihadapkan pada sebuah pilihan dan harus
menentukan keputusan.
Dan apa yang dibahas pada bab
anti klimaks? Pada anti klimaks semua permasalahan yang belum terselesaikan
dapat diselesaikan pada bab ini. Termasuk berbagai penjelasan yang mendasari
sang tokoh mengambil keputusan pada bab klimaks sebelumnya.
Dan akhirnya pada bab ending para
tokoh sudah ‘matang’ dan berhasil menjadi seseorang yang lebih baik dari pada
tokoh yang diperkenalkan pada awal bab.
Se-simpel itulah cara menyusun
plot/alur, sama persis seperti kita menyusun kerangka cerita. Sisanya
tergantung pada kreatifitas kita mengolah tema menjadi kisah yang menarik untuk
diikuti serta pemilihan kata atau diksi yang tepat dan cara berdeskripsi yang
lancar dan menarik.
Apa kesulitan yang biasanya
paling menghambat saat menyusun plot/alur?
Biasanya, tema yang lemah dan
konflik yang terlalu simpel dapat membuat kita mengalami Writers Block (untuk
mengetahui tips tentang Writers Block, silahkan baca Tips Nulis #1). Karena itu
cobalah pilih tema yang unik tapi kuat dan menarik untuk dibahas. Konflik yang
kita hadirkan juga haruslah bisa membuat penasaran dan sulit ditebak. Jangan
memilih konflik yang ‘terlalu sinetron’ sehingga membuat pembaca bosan atau dapat
dengan mudah memperkirakan endingnya.
Tapi bagaimana jika kita memang
memilih tema dan konflik yang sudah sangat umum? Kalau begitu, pilihlah metode
menulis yang tidak biasa. Misalnya menggunakan alur mundur, menyajikan tokoh
yang memiliki karakter yang tidak biasa atau bercerita melalui media lain.
Sebagai contoh, kalian bisa
menelaah karya-karya Meg Cabot. Saya pribadi adalah penggemar berat author yang
satu ini, karena Meg Cabot bisa menuangkan tema cerita yang sederhana/umum ke
dalam media bercerita yang tidak biasa. Misalnya pada serial ‘Pricess
Diaries’-nya. Pada kesepuluh novel teenlit tersebut, Meg Cabot menceritakan
kisah gadis remaja kutu buku biasa yang sering menerima ejekan dari teman-teman
sekolahnya. Padalah dia adalah pewaris kerajaan sebuah Negara kecil di benua
Eropa. Temanya begitu simple dan konflik yang dialami para tokohnya pun
merupakan konflik khas anak muda yang banyak dibahas pada novel teenlit
lainnya. Bedanya, Meg Cabot menggunakan media buku harian sehingga hal
sederhana tersebut dapat dibaca dengan cara unik dan berbeda.
Cara seperti ini sangat boleh
kita tiru, loh. Kita bisa menggunakan media apa saja untuk menulis, asalkan
tema tetap kuat, cara penyampaian tetap berkarakter dan disusun dengan baik. Gampang,
kan?
Jadi, coba telaah lagi naskah
kalian, apakah unsur-unsur tersebut sudah tercantum di dalamnya? Jika belum,
segeralah mulai menyusun kerangkanya dan mulailah berkreasi, dengan begitu
tidak akan ada hal yang tidak mungkin untuk dilakukan dalam menulis.
170612 ~Black Rabbit~