Ny. Lars – Part 7 -


… Episode sebelumnya …
Lars berada dalam masa penyembuhan setelah babak belur akibat insiden di klub beberapa hari yang lalu, dan tiba-tiba Cherry menghubunginya lagi untuk mengajaknya bertemu. Tentu saja Lars tidak menolak, dia bahkan mulai melakukan persiapan untuk menyambut kencan mereka berikutnya …

 
Lagi-lagi Jenny harus mengomeli Louise melalui ponselnya. Bagaimana Jenny tidak mengamuk? Sudah sedari tadi ponsel Jenny terus saja berdering dan yang paling membuatnya stress adalah orang yang meneleponnya terus, yaitu Louise. Sebenarnya Jenny sedang berada di rumah Lars untuk memasak bubur, sedangkan Lars sendiri sedang berada di kamar mandi.
" Iya, Lou! Entar gua dateng. Lo nggak perlu nelponin gua tiap lima menit sekali! "
" Sorry, gua takut lo nggak dateng. Lagian, bentar lagi cowok-cowok yang mau kenalan sama lo bakal dateng. "
" Tau! "
Klik! Kali ini bukan Louise yang menutup telepon tiba-tiba, tapi giliran Jenny yang melakukannya. Tepat setelah menutup teleponnya, Jenny selesai membuat bubur dan Lars keluar dari kamar mandi.
" Lars, gua mesti pergi. Buburnya udah mateng, lo makan ya. Gua pergi dulu. "
Lars tidak menjawab apa-apa soalnya dia memang tidak sempat menjawab karena Jenny langsung menyambar tas tangan dan jaketnya, mengecup pipi Lars lalu pergi secepat kilat seperti angin.

 

 
Tak lama kemudian Jenny masuk ke dalam cafe tempat perjanjian Louise dengan para penelepon itu. Masih membawa clipboard, Louise menghampirinya dengan tampang yang sangat berbunga-bunga.
" Jen! Thank's God, lo dateng! "
" Gimana nggak dateng kalo lo nelponin gua mulu? " Tanggap Jenny dengan setengah marah. Louise menarik Jenny ke salah satu meja di pojok ruangan dan menjelaskan situasinya se-detail mungkin.
" Kita udah punya 25 orang calon pacar lo. Ditelepon sih kedengerannya semua oke. Lo pilih aja pelan-pelan, kita punya banyak cadangan kok. "
" Cadangan? Lo kira bola? "
" You know what I mean. Pokoknya kita harus ketemu cowok yang pas buat lo hari ini. "
Akhirnya Jenny tidak berkata apa-apa lagi. Setelah merenungi perkataan Louise beberapa waktu yang lalu, Jenny sudah memutuskan untuk benar-benar menyerahkan masalah pencarian pacar bohongan ini kepada Louise. Soalnya Louise memang sudah melakukan langkah awal yang cukup pesat, dan lagi pula hasilnya dalam waktu kurang dari seminggu sudah berhasil menggaet 25 orang untuk diwawancarai sebagai calon pacar. Cukup bagus, kan? Mangkanya, wawancara pun dimulai tak lama setelah penjelasan Louise selesai dibacakan.
Datang seorang pria yang berpakaian rapi dengan rambut ber-gel yang disisir rapi kebelakang. Pakaiannya berwarna biru dengan dasi hitam mengkilat dan membawa sebuah tas besar. Benar-benar persis seperti seorang salesman. Tanpa basa basi Jenny langsung menggeleng. Datang lagi seorang laki-laki yang berpakaian cukup santai, tidak terlalu rapi, mengenakan celana baggy dan sepatu kets. Rambutnya gondrong dan kulitnya sedikit sawo matang. Lumayan ganteng, kalau saja tidak ada satu masalah yang membuat semua nilai plus itu hilang seketika: bau badannya yang sangat menyengat. Akhirnya Louise dan Jenny menggeleng lagi. Laki-laki ketiga, keempat dan seterusnya sama-sama memiliki kekurangan yang begitu mencolok dan tidak bisa ditolerir, sehingga Jenny tidak bisa berpikir hal lain kecuali menggeleng secepat mungkin. Ada yang terlalu pendek, ada yang terlalu tinggi dan bertubuh atletis tapi tidak bisa lancar berbicara, ada juga yang berpenampilan rapi seperti seorang eksekutif muda tapi terlalu banyak berbicara. Pokoknya, benar-benar mengecewakan.
Louise dan Jenny sudah kelihatan lelah sekali sambil meminum gelas capucino mereka yang kelima.
" Udah deh, Lou. Nggak ada gunanya kita duduk di sini buat nungguin cowok yang nggak tau se-unik apa lagi. Gua udah enég nih minum capucino mulu, gua pulang aja deh, ya... " Kata Jenny dengan sediki memohon.
" Eh-eh, ntar dulu, Jen. " Louise buru-buru menghentikan Jenny. " Kalo dikurangin sama tujuh orang nggak bisa dateng, berarti kita punya satu orang calon lagi. Kali ini gua yakin lo pasti suka. "
" Udah deh, Lou... Gua capek. "
" Jenny, please... Satu lagi. Kenapa lo nggak liat dulu? Ya, please... " Akhirnya melihat wajah Louise yang sangat memelas, Jenny duduk di bangkunya lagi. Lagipula, setelah sekian lama duduk dan memperhatikan laki-laki aneh yang di wawancarainya, rasanya menunggu sedikit lebih lama tidak akan membunuhnya, demi sahabatnya tercinta. Louise menghela napas lega melihat Jenny kembali duduk.
" Seharusnya dia udah dateng. Mana, ya? " Louise melihat ke sekeliling ruangan setelah melirik jam tangannya dan saat melihat ke arah pintu masuk, tatapannya terhenti pada seseorang yang sedang berbicara dengan seorang pelayan disana.
" Gila, tuh cowok cakep banget… "
" Inget Lou, ada Norman. "
" Dia… Gua sakuin dulu aja, deh. " Kali ini Jenny yang penasaran melihat laki-laki yang bisa membuat Louise 'menyakukan' Norman. Biasanya jika Louise sedang lupa diri dan melirik laki-laki lain, dia akan langsung sadar kalau diingatkan tentang Norman, pacar sejatinya yang keturunan Malaysia itu. Tapi kalau kali ini Louise berani mengesampingkan Norman, maka laki-laki yang dilihatnya pastilah laki-laki yang sangat ganteng.
Jenny akhirnya melihat juga ke arah tatapan Louise dan mau tidak mau dia juga terpesona sekaligus mengernyit. Ternyata yang diperhatikan Louise dengan tampang 'mupeng' adalah seorang laki-laki berbadan tinggi tegap, berkulit putih, memiliki bibir merah yang seksi. Jujur saja, laki-laki ini memang cukup ganteng, hanya saja yang membuatnya mengernyit adalah rambut laki-laki itu yang sangat pendek, bahkan nyaris botak. Perlu dicatat, kalau Jenny sangat tidak menyukai laki-laki botak.
" Cowok yang itu? " Tanya Jenny meyakinkan sambil mengarahkan telunjuknya kearah laki-laki itu. Louise langsung mengangguk padahal dia tidak melihat kearah mana telunjuk Jenny mengarah. Matanya sedang sibuk mengagumi laki-laki botak itu. Jenny mengernyit lagi. " Tapi kan dia botak, Lou. " Gerutu Jenny lagi.
" So what? Lo nggak liat apa, dia ganteng banget gitu? Justru kepala botaknya bikin dia makin ganteng. " Akhirnya Jenny menyerah berdebat dengan Louise dan kembali menekuri capucino-nya, sementara Louise masih saja asik memperhatikan laki-laki itu. Dan saat laki-laki itu malah berjalan kearah meja yang di duduki Louise dan Jenny sedari tadi, Louise menjadi kaget dan gugup luar biasa. " Jen! Jen!! Dia dateng ke sini! Jangan-jangan-- " Belum sempat Louise menyelesaikan perkataannya, laki-laki itu sudah berada di depan mereka berdua, dan Jenny terbengong-bengong melihat laki-laki itu mengulurkan tangannya dan berhenti tepat di depan batang hidung Jenny.
" Hai. Lo pasti Jenny, kan? Sorry, gua telat. "
" Lo—siapa? " Tanya Jenny sambil bengong.
" Lo pasti Kevin, kan? " Sambar Louise. Laki-laki itu mengangguk, sementara Jenny mengernyit. Jadi ini laki-laki yang Louise bilang tidak akan mengecewakannya? Seorang LAKI-LAKI BOTAK!? Jerit Jenny di dalam hati.
" Kenalin, gua Louise. " Lanjut Louise.
" Oh, hai. Gua baru tau kalo ternyata ketemuan sama cewe yang pasang iklan di biro jodoh harus pake acara wawancara segala, kayak ngelamar kerjaan aja. So, kalian mau wawancara apa? "
Louise memilih untuk tidak menanggapi pertanyaan atau mungkin perntaan yang dikatakan Kevin tadi, dia malah buru-buru menahan lengan Jenny yang beranjak mau pergi, lalu bertanya. " Lo kerja, kan? Dimana? "
" Gua baru aja pulang dari Amerika, ngelanjutin kuliah. Tapi sekarang udah dapet kerjaan di perusahaan swasta "
Louise tersenyum lebih lebar lagi dan bola matanya berbinar-binar seperti seorang anak kecil yang mendapat mainan baru. Sementara itu, Jenny mengumpat di dalam hati. Oh, great. Sebentar lagi dia pasti bilang kalo dia fansnya Justin Timberlake. Nggak heran rambutnya botak.
" Hobi lo apa? " Tanya Louise lagi.
Here we go… Tanggap Jenny masih dalam hati.
" Well actually, gua suka baseball. Waktu high school, gua ikut klub baseball dan masuk tim nasional, sayangnya gua keburu balik ke sini. "
Hati Jenny menclos. Baseball? Pantas saja rambutnya botak seperti itu! Jenny menjerit lagi di dalam hati. Dia jadi kembali teringat dengan satu-satunya pertandingan baseball yang pernah di tontonnya di TV kabel Jepang yang keseluruhan anggotanya berkepala botak. Jenny hanya bertahan selama lima menit menonton pertandingan itu. Dan semenjak itu, dia memutuskan untuk tidak akan pernah menonton pertandingan baseball lagi.
" Gimana menurut lo, kalo lo hanya dimanfaatin buat bikin cowok lain cemburu? " Tanya Louise lagi.
" That's ok. Anggap aja petualang. " Jawab Kevin dengan tenang, membuat Jenny tambah kaget dan Louise semakin bersemangat.
" Well, lo udah liat Jenny, kan? What do you think about her? " Lagi-lagi Louise bertanya santai.
" She's cute. " Cute? Jenny sewot lagi.
" You like her? "
" Sure! " Kali ini jawaban Kevin lebih bernada pasti.
" Mau jadi pacar Jenny? "
" Kenapa nggak? "
Jenny merasa kalau wajahnya sudah berubah merah sekarang. Bukan hanya dia merasa sedikit malu karena Louise bertanya sesuatu tentang perasaan orang lain terhadapnya, tapi juga karena dia merasa sedikit jengah dengan jawaban gamblang dan apa adanya yang dikatakan Kevin. Lagi pula, kenapa Louise sepertinya merasa sangat cocok dengan laki-laki botak ini dan melirik Jenny dengan pandangan yang mengatakan kalau dia sudah mendapat apa yang dicarinya sedari tadi? Dia kan tidak bisa memutuskan hal itu sendiri, dia harus bertanya dulu dengan Jenny. Iya, kan?
" Well, kalo gitu kita coba aja. Lo bisa jadi pacar Jenny. Iya kan, Jen? " Louise benar-benar memutuskan sesuatu dan Jenny melotot memandangnya. Benar-benar tidak akan ada musyawarahnya, nih? Tanya Jenny dalam hati sambil melotot memandang Louise.
" Jen? Iya kan? " Tanya Louise lagi karena tidak mendapat jawaban atau bahkan anggukan atau gelengan.
" Bentar, kita mau ngobrol berdua dulu. " Kata Jenny sambil buru-buru menarik tangan Louise menjauh dari meja mereka.
" Lo nggak salah? Masa lo mau terima cowok kayak gitu buat jadi pacar gua? " Tanya Jenny dengan suara bisik-bisik yang geram sambil masih saja memelototi Louise.
" Emang kenapa? Dia kan cakep, kurang apa lagi coba? Dia udah yang paling bagus dari pada yang lain! " Jawab Louise juga sambil berbisik.
" Tapi gua nggak suka! "
" Kenapa? "
" Dia—Pokoknya gua nggak suka! "
" Karena dia botak? " Tanya Louise dengan kesal. Jenny hanya diam dengan tidak mengubah posisi matanya yang melotot. " Walaupun botak, bukan berarti dia jahat. Lagian, dia keliatannya baik banget. Lo mau nyari apa lagi? " Jenny masih diam. Matanya sedikit demi sedikit berubah posisi.
" Jen, lo harus nyari pacar buat nyelesain masalah lo sama Lars kan? Ya udah, lo pake aja nih cowok. Toh hanya buat sementara, kalo lo ngerasa masalah lo sama Lars udah selesai lo boleh mutusin dia. Gampang, kan? "
" Iya, sih… " Jawab Jenny sambil termenung, memikirkan segala sesuatunya dengan cepat. Pikirannya langsung dipenuhi dengan sosok Lars yang sedang memeluk wanita yang sangat mirip dengan Cherry dan bagaimana semua kebohongannya harus ditutupi. Dan saat memikirkan masalah kebohongannya itu, mau tidak mau dia memang merasa kalau Kevin kelihatannya sangat cocok untuk membantunya menyelesaikan masalah kebohongan ini.
" Gimana? Lo mau kan sama dia? " Akhirnya, Jenny mengangguk dengan anggukan yang diusahakannya semantap mungkin. Louise langsung menarik tangannya kembali untuk duduk di meja yang sedari tadi mereka duduki menghadap Kevin yang masih saja botak walaupun sudah ditinggal hampir lima menit.
" Sorry, kita lama. " Kata Louise kepada Kevin yang hanya disambut dengan senyum manisnya. " Jenny setuju buat nerima lo jadi pacarnya. Ya kan, Jen? "
Jenny diam sebentar, lalu dia mengangguk kecil. " Tapi, gua nggak suka cowok botak. "
" Gua bisa panjangin rambut, kok. " Jawab Kevin, tersenyum penuh kemenangan.

 
...Bersambung...

 

Ny. Lars – Part 6 -


Black Rabbit
" NY. LARS "
- Part 6 -

 
… Episode sebelumnya …
Jenny benar-benar kaget melihat tingkat sahabatnya, Louise, yang memasukkan data pribadinya ke sebuah biro jodoh di Koran local hanya untuk mendapatkan seorang laki-laki yang rela menjadi pacar bohongannya …

 
Lain halnya dengan Jenny yang mengisi rutinitas paginya dengan mengomeli Louise melalui ponsel, Lars malah mengawali harinya dengan tenang. Kemarin pagi dia terbangun karena merasakan sakit di wajah, kepala dan seluruh tubuhnya. Walau dia tidak ingat lagi tentang apa yang terjadi di klub beberapa waktu yang lalu, tapi dia yakin kalau itu bukan sesuatu yang bagus sehingga wajahnya bisa babak belur dan tubuhnya penuh memar seperti ini. Lars juga tahu akibat dari entah apa yang telah terjadi sudah membuat Jenny repot, soalnya saat bangun dia menemukan sebuah surat dibawah segelas air putih dan satu strip obat yang bertuliskan:

 
Lars, kalo lo udah bangun, jangan lupa makan obat ini, ya. Ini obat penghilang rasa sakit. Tapi sebelumnya lo harus makan dulu. Gua udah bikinin lo bubur di panci. Oh, jangan lupa kompres luka lo pake es. Cepet sembuh dan jangan bikin gua tambah khawatir.
Jen

 
Lars mencoba tersenyum dengan penuh terima kasih saat membaca surat itu_walaupun dia belum bisa tersenyum secara sempurna_lalu dilakukannya apa yang diperintahkan Jenny di suratnya itu.
Kalau Lars mau jujur, dia sangat bersyukur mendapatkan seorang asisten yang sangat bisa dipercaya seperti Jenny. Bukan hanya dia merasa memiliki manager pribadi seperti yang kebanyakan dimiliki artis-artis yang bisa mengatur seluruh jadwalnya; Jenny lebih berfungsi sebagai alarmnya. Jenny terbiasa mengingatkan Lars bagaimana perkembangan bengkel yang menjadi pekerjaan sampingannya selain bekerja sebagai karyawan kantoran biasa. Selain itu, Jenny juga dengan senang hati membantunya kalau dia dalam kesulitan. Misalnya saja dalam kasus malam kemarin yang pastinya sangat tidak terkendali. Mangkanya Lars sangat menghormati keberadaan Jenny. Mungkin tanpa Jenny hidupnya akan lebih berantakan dari pada ini. Lars adalah seorang yang sangat meyakini kalau seorang laki-laki tidak bisa hidup tanpa wanita disisinya. Dimana ada seorang laki-laki yang sukses, maka disampingnya akan berdiri seorang wanita tegar yang bisa mendampingi laki-laki itu seperti kaki ketiganya. Dan Jenny adalah kaki ketiga bagi Lars, hanya saja kaki ketiga yang dimilikinya bukanlah tulang rusuknya yang hilang. Lars tidak bisa memiliki Jenny karena Jenny bukan wanita single yang avaliable untuk dimilikinya, dan Lars sangat menghargai itu. Tidak pernah terbersit dalam pikirannya untuk mendekati wanita yang sudah memiliki pasangan_walaupun mereka belum menikah_karena itu berarti dia bisa merebutnya dari laki-laki lain. Julukan 'penghancur hubungan orang lain' kedengarannya tidak keren ditelinga Lars. Jadi apa kedudukan Jenny dimata Lars? Adik. Ya, Jenny hanya seorang adik bagi Lars. Tidak lebih.
Pagi ini setelah selesai mengompres wajahnya, Lars beranjak dari bath tube air panas dan melilitkan handuk di pinggangnya. Dia tahu Jenny akan datang menjenguknya hari ini, dan seperti biasa, Lars paling tidak suka diganggu saat sedang mandi. Jadi sebelum Jenny dating, dia segera mengakhiri aktifitas mandinya. Tapi saat sedang mengenakan kaos polonya, tiba-tiba secara tidak disangka-sangka ponselnya berdering. Diraihnya ponsel diujung meja dan langsung menjawab. " Hallo? "
" Hai Lars, masih ingat gua? "
Untuk seorang Lars 'sang penakluk wanita' dia bisa mengenali setiap suara teman wanitanya tanpa harus mencatat nomor mereka di dalam ponselnya sendiri. Tapi untuk suara wanita yang satu ini dia hanya samar-samar mengenal suaranya. Jadi Lars hanya menjawab seadanya. " Ya? "
" Lupa ya? Gua Cherry, kita kenalan di klub kemarin malam. Inget? "
" Cherry? "
Cherry langsung menceritakan bagaimana acara perkenalannya dengan Lars kemarin malam, bagaimana mereka berdansa dan minum bersama dan bagaimana Lars menjadi babak belur karena berkelahi membela Cherry. Walaupun tidak sepenuhnya ingat_mungkin karena pengaruh bir yang diminumnya waktu itu_tapi Lars masih ingat tungkai mulus Cherry yang membuatnya tertarik waktu itu, juga wajah Jenny yang kaget dan khawatir saat menjemputnya pulang.
" Gua bener-bener minta maaf, lo babak belur gara-gara gua. Tapi lo udah nggak pa-pa kan? "
" Yap. Everything is under control now. Ternyata pengaruh alkohol bener-bener jelek, ya? " Mereka berdua tertawa bersama. " Eh ngomong-ngomong, dari mana lo dapet nomor telepon gua? " Tanya Lars setelah tertawaan mereka mereda.
" Sorry, gua nyatet nomor lo waktu nelpon temen yang kemaren jemput lo. Siapa namanya? Jenny, ya? Dia pucet banget ngeliat lo di klub. "
" Oh, iya. Dia Jenny, asisten gua. "
" Asisten? "
" Iya. Dia asisten kepercayaan gua. "
" Oh— " Terdengar teriakan memanggil nama Cherry di ujung sana, buru-buru Cherry berteriak membalas dan berkata lagi kepada Lars. " Sorry banget, gua harus pergi nih. "
" Oh, Ok. Seneng banget lo nelpon gua. "
" Gua juga seneng banget. I call you back? "
" No, I call you back. "
Cherry tertawa renyah. " Ok. Eh, simpen nomor gua di ponsel lo, ya. Masa cuma nomor Jenny doang yang ada. Oke? Got to go! Bye! "
Cherry memutuskan hubungan teleponnya dan setelah itu Lars meraih kertas dan balpoin, mencatat nomor ponsel Cherry diatasnya lalu menyelipkannya dibawah frame foto.
Empat puluh menit kemudian, Lars sudah duduk diam dengan Jenny di depannya yang sedang mengobati wajahnya tanpa kenal kasihan walaupun Lars sudah berkali-kali merintih kesakitan. Dia terus saja mengoleskan antiseptik dan alkohol bergantian. Setelah akhirnya dapat berbicara, Lars bertanya kepada Jenny yang masih dengan setia mengoleskan obat di luka-lukanya.
" Jen, lo masih inget sama cewek yang nemenin gua di klub kemarin? "
" Cewek yang bikin lo babak belur itu? "
" Well... sebenernya bukan dia yang bikin gua babak belur, tapi ya... cewek yang itu. Namanya Cherry. "
Jenny menatap Lars dengan pandangan yang seolah-olah bertanya 'So?' kepada Lars.
" Tadi dia nelpon gua. Dia minta maaf and bla-bla-bla, intinya kita janjian ketemu lagi. So—"
" So it's that mean's that you have a new girl friend? " Tanggap Jenny dengan sedikit malas sambil menekankan kata-katanya tadi.
" Belum sih... Tapi gua yakin sebentar lagi dia pasti jadi cewek gua. " Jawab Lars percaya diri.
" Denger ya, kalo lo babak belur gara-gara dia, berarti dia itu bukan cewek yang baik. Lagian, emang lo masih inget tampangnya kayak gimana? Kalo jelek gimana? Jangan-jangan namanya aja baru lo denger tadi. "
" Lo jangan langsung nge-jugde gitu dong. Kalo dia bukan cewek baik, masa dia mau minta maaf sama gua? Lagian, walaupun gua nggak terlalu inget tampangnya kayak gimana, tapi gua yakin kalo selera gua nggak pernah mengecewakan. Iya, kan? "
Lars menggerakkan alisnya naik-turun dan menatap Jenny dengan pandangan jahil. Sedangkan Jenny sendiri hanya menghela napas. Justru karena 'keahlian' Lars yang satu itu yang membuat Jenny khawatir.
" It's up to you, Lars. " Jawab Jenny lemah.
" Kira-kira gua sembuhnya kapan? "
" Kalo mau sembuh total, kira-kira seminggu. "
" Seminggu? Lama banget? Nggak bisa tiga hari kelar? "
" Nggak bisa lah... Kalo hanya tiga hari, lo masih butuh perban sama plester. Lagian mau ngapain sih? " Tanya Jenny sewot. Dia baru mendengar sekarang kalau ada orang yang menawar masa penyembuhan lukanya sendiri.
" Kencan sama Cherry lah... " Jawab Lars, lagi-lagi dengan tampang jahilnya. Jenny tidak berkata apa-apa selain menggelengkan kepala, sehingga Lars melanjutkan perkataannya. " Ok deh, seminggu. Tapi hari ke enam lo harus nemenin gua. "
" Kemana? "
" Nyari baju. "
Jenny yang sudah selesai mangobati luka Lars menutup kotak P3K dengan cukup keras karena kaget. " Itu kan bukan tugas gua, gua kan asisten lo! "
" Lo bukan hanya asisten gua, tapi lo juga living planer gua. " Jawab Lars kalem.
" Living planer? Mana ada yang namanya living planer? "
" Di kamus gua ada. "
" Lo pake kamus bahasa apa sih? "
Lars hampir saja tertawa terbahak-bahak mendengar celetukan asal Jenny itu, tapi buru-buru dia tahan dan menanggapi: " Gua nggak peduli, pokoknya lo harus nemenin gua. "
" Whatever. " Jenny menyerah dan memutuskan untuk pergi sebelum Lars memberinya tugas yang aneh lagi. " Gua mesti balik ke bengkel. Mobil lo udah gua bawa dari klub tanpa lecet sedikit pun. Sekarang ada di tempat parkir. Gua cabut dulu ya. "
" Lho, sekarang lo pergi naik apa? "
" Taksi. "
" Mau gua anter? "
" Nggak usah, lo masih sakit. Istirahat aja deh, gua pergi dulu ya. Bye. "
Jenny mengecup pipi Lars lalu pergi meninggalkan Lars di apartemennya sendirian.

 
...Bersambung...

Ny. Lars – Part 5 -


Black Rabbit
" NY. LARS "
- Part 5 -

 
… Episode sebelumnya …
Tanpa disengaja Lars berkenalan dengan seorang wanita cantik dan seksi bernama Cherry di sebuah klub yang pada akhirnya malah membuat Lars babak belur dan membuat Jenny harus datang menjemputnya…

 
Apa yang dilihat Jenny di pagi berikutnya, diantara lembar-lembar koran lokal, benar-benar membuatnya kaget. Dirublik biro jodoh terdapat sebuah kolom yang jelas-jelas menuliskan ciri-cirinya dan nomor telepon yang dikenalnya. Untung saja namanya tidak terpampang di kolom itu, tapi nomor telepon yang ada di sana sudah dapat menjelaskan dengan pasti siapa yang sudah dengan seenaknya menuliskan ciri-cirinya di kolom biro jodoh itu. Dalam kolom itu tertulis seperti ini:

 
Seorang gadis berambut coklat, kulit putih, tinggi dan langsing sedang mencari seorang laki-laki yang baik, sabar dan tidak mengecewakan untuk menjemputnya setiap hari sebagai pacar. Hub: 08xxxxxxxxxx.

 
Jenny langsung menghubungi nomor ponsel yang tertera di kolom itu yang memang sudah dihapalnya diluar kepala.

 
" Lou, kan gua udah bilang, gua nggak mau ikut biro jodoh! Lagian zaman sekarang masih pake biro jodoh-biro jodoh segala! Pokoknya gua nggak mau tau lo harus batalin tuh kolom norak! "
Tidak seperti pagi-pagi sebelumnya yang akan dilalui Louise diatas tempat tidur sampai waktu sudah menunjukkan tengah hari yang menandakan waktu bagi Louise untuk bangun dan memulai hari-harinya; pagi ini Louise sudah membuka matanya lebar-lebar bahkan sebelum jarum jam menunjukkan pukul sembilan pagi. Sekarang dia sedang memegang clipboard dan mencorat-coret sesuatu diatasnya.

 
" Hai, Jen! Lo kok marah-marah di telepon pagi-pagi kayak gini? " Jawab Louise sambil tetap menulis.

 
" Gimana gua nggak ngamuk kalo lo beneran masukin nama gua di biro jodoh? Kampungan banget lo, ya? Serius, Lou! Pokoknya lo harus batalin tuh kolom! Kudu! "

 
" Gimana caranya? Korannya kan udah dicetak banyak, udah disebar lagi. Masa harus gua telusurin satu-satu? "

 
" Gua nggak peduli! Kalo kayak gini, gua jadi kayak orang kampung norak tau nggak?! Harga diri gua jatuh! "

 
" Harga diri yang mana? " Louise tertawa mendengar Jenny yang semakin mengamuk saat mendengar komentar asalnya tadi. Buru-buru dihentikannya omelan Jenny itu. " Jen, lo tenang dulu dong. Gua kan udah terlanjur masukin nama lo, dan udah di cetak lagi. Tenang aja, kan nggak pake nomor telepon lo, biar gua yang urus, lo terima beres aja. So far, udah ada lima orang yang bikin janji ketemu. Lo harus mau ketemu mereka, ya! "

 
" Nggak mau! Waktu itu kan udah gua bilang kalo gua nggak mau ikut! Lo yang maksa, kalo gitu, lo aja yang ketemu mereka, gua nggak mau! "

 
" Jangan gitu dong, neng! Lo mau punya cowok secepetnya kan? Gua bantuin kok nggak ada terima kasihnya sedikit pun, sih? "

 
Jenny terdiam. Memang sih dia sedang sangat membutuhkan seorang laki-laki yang mau berpura-pura menjadi pacarnya untuk meyakinkan Lars kalau dia tidak berbohong, tapi Jenny tidak pernah memikirkan akan mendapatkan pacar_atau pacar bohongan_dengan cara seperti ini. Belum lagi kalau memikirkan laki-laki yang berencana bertemu dengannya pastilah laki-laki yang awalnya hanya ingin iseng. Siapa yang mau membeli kucing dalam karung, kecuali kepepet? Biro jodoh seperti ini kan sama saja dengan membeli kucing dalam karung. Dan laki-laki yang mencoba untuk membeli kucing itu pastilah laki-laki yang kepepet, alias laki-laki yang tidak laku sehingga mencari jodoh dengan cara seperti ini.

 
" Tapi, Lou—" Jenny masih mencoba menyelamatkan nasibnya, tapi lagi-lagi Louise menyela perkataannya.

 
" Nggak ada tapi-tapian lagi, Jenny! Gua udah keburu bikin janji, dan lo harus dateng. Gua maksa! "

 
" Lou—"

 
" Udah! Jangan telepon gua lagi, ntar ada yang mau telepon gua malah nggak bisa masuk gara-gara lo kelamaan nelpon gua. Udah ya! "

 
Dan klik! Lagi-lagi telepon itu diputus secara sepihak. Tapi kali ini Jenny tidak berusaha menelepon balik, dia hanya duduk dan cemberut. Memang susah punya teman yang sangat ambisius kalau sudah mempunyai keinginan, seperti Louise. Tidak akan ada yang bisa mencegahnya melakukan apa yang ingin dilakukannya. Lagi pula untuk apa Jenny harus bersusah payah membujuk Louise membatalkan segalanya? Toh semuanya sudah berjalan sejauh ini, jadi lebih baik Jenny berperan seperti yang Louise inginkan dan membiarkan Louise menyadari sendiri kalau usahanya yang satu ini tidak akan berhasil dengan baik. Ya, kan? Cara apa lagi yang bisa ditempuh Jenny agar persahabatannya dengan Louise tetap berjalan lancar sekaligus usahanya mencari pacar bohongan juga akan terlaksana? Ini yang namanya sekali mendayung, dua-tiga pulau terlampaui. Betul tidak? Jadi biarkan saja Louise berjalan dengan jalannya sendiri yang memang kelihatannya akan sia-sia itu.

 
...Bersambung...

Questions Book ( page 41 )


Kejut itu datang dengan begitu tiba-tiba
Menyesakkan, memualkan, melemahkanku
Menghilangkan akal sehat, memuaskan harapan
Untuk apa ada cobaan jika yang kurasa adalah kelemahan?
Kekuatan yang seharusnya tercipta malah hilang tanpa sempat kurasa
Kenapa harapanku tiba-tiba kosong?
Apakah menjadi sesorang yang jauh lebih baik tidak cukup mampu didapatkan dari semuanya?
Ataukah keinginanku terlalu tinggi dan harapanku terlalu sulit?
Atau emosiku yang malah mempermainkanku terlalu jauh?
Apa dayaku menanganinya?
Emosi itu menguasaiku sedemikian rupa
Khawatirku membius dan menghipnotis
Perasaanku terlampau otoriter
Apa itu semua salah?
Tak pernah aku merasa sebenar ini
Tapi untukmu itu terlalu mengganggu, kan?
Mengikat terlalu kuat dan mengkungkung tanpa pamit
Tapi apalah dayaku
Cinta adalah kambing hitamku
Dan dengan senjata itu yang kutodongkan, semua hal terlihat benar
Karena selain itu apa lagi hal benar lain yang bisa aku lakukan?
Apakah aku benar-benar tidak bisa melakukan bahkan secuil hal benar dan baik di dunia ini?
Jadi apa patokannya?
Dimana dasarnya?
Semua hal membingungkanku
Benar dan salah tak tau lagi ada di mana
Apakah saat ini kanan masih tetap benar sedangkan kiri selalu salah?
Apakah negative selalu jelek dan positif adalah bagus?
Sungguh, pikiranku kacau
Otakku selalu mengacaukanku tiap saat aku membutuhkan pertimbangan hal baik
Dan saat itu tiba, diriku adalah penghianat terbesarku.

 
280309 ~ Black Rabbit ~