TIPS NULIS #4: MATANGKAN MATERI


Di tips nulis kali ini kita ngobrol tentang tips dan trik mematangkan materi cerita, yuk!

Banyak sekali teman yang mengeluh kalau mereka sering kali enggan melanjutkan cerita yang sedang mereka tulis di tengah jalan. Padahal, awalnya mereka begitu bersemangat untuk mulai menulis karena merasa mendapatkan ide yang benar-benar bagus. Tapi kenapa ide mentok bisa tiba-tiba menyerang dan membuat mereka berhenti hingga akhirnya sama sekali tidak menyelesaikan naskah itu?

Menurut saya, selain dikarenakan ‘writers block’ atau ide mentok yang bisa menyerang siapa saja, ini juga dikarenakan materi naskah yang sebenarnya belum matang.

Setiap penulis pastilah pernah merasakan saat-saat di mana ide mengalir dengan derasnya melalui otak seolah tidak ada habisnya. Tapi, tidak semua ide bisa dikembangkan menjadi materi cerita yang bagus. Menurut seorang sahabat saya, ide itu seperti bunga es yang akan cepat mencair jika tidak disimpan dengan baik. Karena itu cobalah tampung ide-ide menarik yang ditemukan itu ke dalam sebuah buku catatan. Saya pribadi mempunyai sebuah ‘buku ide’, tempat saya biasa menuliskan berbagai ide mentah yang tiba-tiba muncul di kepala.

Biasanya, jika terdapat sebuah ide yang begitu menarik bagi seorang penulis, maka ide itu akan terus terngiang-ngiang di kepala. Pada saat inilah coba untuk mengembangkan ide ini lebih jauh lagi. Jika tidak sempat menuliskannya di sebuah ‘buku ide’, maka kembangkan saja ide itu di otakmu. Untuk mematangkan sebuah ide, idealnya harus ditunjang dengan aspek-aspek lain sehingga menghasilkan materi yang menarik dan dapat digunakan untuk membangun sebuah cerita. Gunakan rumus menulis yang sudah kita bicarakan minggu lalu ( 5W-1H ). Intinya gali terus semua aspek ide cerita itu sehingga membentuk sebuah materi yang matang.

Mengembangkan ide tidak perlu dengan cara menuliskan ceritanya dari awal sampai akhir secara sistematis, tapi sebagai tahap awal tuliskan saja apa yang terlintas di kepala. Apakah ide ini akan benar-benar dipakai atau tidak pada akhirnya, itu urusan nanti. Yang penting ide itu sudah dituliskan dengan selamat di atas kertas dan bisa kita eksplore lagi di kemudian hari.

Kenapa harus memikirkan ending cerita lebih dulu, padahal ide ceritanya belum sampai pada tahap ending? Sebenarnya ini bukan metode yang mutlak harus dilakukan. Bagaimanapun juga, saat menulis akan ada begitu banyak ide yang mengalir dan bisa mempengaruhi keutuhan cerita atau bahkan mengubah ending. Tapi jika ide-ide yang datang tiba-tiba itu terus ditambahkan, maka ide cerita bisa melebar ke mana-mana. Ini tidak bagus. Ide cerita yang terlalu luas akan mengurangi kekuatan cerita itu sendiri.

Nah, inilah gunanya ending cerita yang telah kita susun pada awal tadi. Kerangka cerita itu membantu kita untuk tetap berada di jalan cerita yang sudah ditentukan saat mematangkannya. Jika di tengah jalan kita menemukan alternatif ending yang lebih menarik dan lebih bagus, silahkan saja mengubah endingnya, tidak masalah.

Lalu, apakah kalian pernah kebingungan menghadapi timbunan ide di ‘buku ide’-mu? Bagaimana menyiasatinya?

Kita bisa memilih ide-ide mana yang bisa kita pakai untuk menunjang tema yang telah kita tetapkan dan membantu mematangkan materi kita. Jika terdapat ide lain yang tidak kalah menarik tapi tidak bisa dipakai, gunakan ide itu untuk tema tulisan berikutnya saja. Dan jika terdapat ide-ide yang sama sekali tidak bisa dipakai, mungkin karena ide tersebut tidak cukup bagus atau sama sekali belum matang, jangan ragu untuk membuang ide itu jauh-jauh. Jangan memaksakan diri dengan tetap memasukkan ide itu ke dalam cerita yang sedang kita garap karena bisa beresiko merusak cerita. Tenang saja, ide bisa ditemukan di mana saja dan kapan saja. Jika kita kehilangan satu ide, akan ada sepuluh ide lain yang muncul di kepala bahkan mungkin dengan kualitas yang lebih baik lagi.

Setelah materi yang matang itu kita tuangkan ke dalam tulisan, pekerjaan kita belum selesai. Tulisan yang dihasilkan baiknya ‘diendap’ dulu selama beberapa waktu. Biasanya saya ‘mengendap’ tulisan selama minimal dua minggu. Saya akan mengosongkan pikiran saya dari materi itu lalu kembali membaca naskah itu dalam keadaan otak yang fresh. Ini saya sebut sebagai ‘proses editing pribadi’. Pada saat ini saya mencoba memposisikan diri sebagai pembaca, bukan penulis. Gunanya adalah untuk menelaah apakah tulisan yang kita kerjakan sudah bagus dan materi yang ingin kita berikan sudah tersampaikan dengan baik atau belum. Di kesempatan ini kita juga bisa meng-edit bagian naskah yang ternyata melenceng dari tema awal atau juga yang tidak sesuai dengan tema sama sekali.

Tapi ingatlah untuk meng-edit naskah seperlunya saja, jangan terlalu banyak mengubah naskah yang malah akan membawa naskah keluar dari tema. Coba baca lagi kerangka tulisan yang kita buat sebelum mulai menulis sehingga tema yang kita pilih benar-benar sudah berhasil dituangkan dan tidak melebar lagi. Sekali lagi saya ingatkan, ide-ide yang tidak bisa digunakan pada naskah ini bisa dipakai pada kesempatan lain, jadi jangan memaksa, yah.

Dan saya selalu mengatakan bahwa menulis itu butuh proses dan proses itulah yang menentukan kualitasnya. Jadi tidak perlu terburu-buru ingin menyelesaikan naskah sehingga melupakan inti tema yang ingin disampaikan. Nikmati saja setiap prosesnya dan menulislah dengan hati senang. Pastikan saja semua materi sudah matang dan siap dituangkan, tidak perlu terburu-buru.

Bagaimana, tips kali ini cukup mudah, kan? Seperti biasa, untuk kalian yang mau request tema untuk tips nulis berikutnya bisa menghubungi saya di media social apa saja.

Semoga bermanfaat dan selamat menulis… (^_^)

200412 ~Black Rabbit~

TIPS NULIS #3: RUMUS MENULIS


Hai, kita ketemu lagi di Tips Nulis. Kali ini saya akan membahas mengenai Rumus Menulis. Benar, kalian tidak salah membaca, saya memang menuliskan ‘Rumus Menulis’. Sama seperti pelajaran matematika ataupun fisika, menulis juga mempunyai rumusnya sendiri. Tapi tenang, rumus menulis itu sederhana sekali. Semua orang memang bisa menulis, tapi tidak semua orang bisa bercerita. Agar bisa menghasilkan tulisan yang bisa bercerita, seorang penulis harus memahami rumusnya: 5-W,1-H.

Apa itu 5-W, 1-H?

5-W, 1-H adalah singkatan dari ‘What’, ‘When’, ‘Where’, ‘Who’, ‘Why’ dan ‘How’, di mana keenam kata ini adalah kunci dasar yang harus diperhatikan oleh setiap penulis. Mari kita bahas satu per satu.

‘What’ adalah ‘Apa’ dalam bahasa Indonesia. Sebelum menulis, kita harus tau tema dan konflik apa yang akan kita berikan kepada para tokoh. Biasanya, aspek ini cukup penting dan harus dipikirkan dengan matang. Jangan sampai konflik yang kita hadirkan terlalu dangkal sehingga menyulitkan kita untuk menyampaikan tema yang telah kita pilih. Konflik yang dangkal juga sering kali menjadi penyebab utama seorang penulis tidak bisa melanjutkan tulisannya. Jadi, yakinkan agar tema dan konflik yang kita pilih benar-benar matang, yah.

Kedua adalah ‘When’ atau ‘Kapan’, yang lebih menitik beratkan pada latar belakang waktu kejadian cerita. Jika sudah menentukan tema dan konflik apa yang akan kita angkat, kita juga harus memutuskan kapan kejadian itu berlangsung. Jangan anggap sepele aspek yang satu ini, loh. Soalnya, aspek ini akan dapat mempengaruhi karekter tokoh dan perkembangan konflik mereka. Memilih latar waktu kejadian dan dapat menyampaikan setiap detailnya dengan tepat juga mempengaruhi emosi para tokoh dan pembacanya.

Selanjutnya adalah ‘Where’ yang artinya ‘Di mana’. Jika sebelumnya ‘When’ lebih menekankan pada latar belakang waktu kejadian, maka ‘Where’ menjelaskan lokasi atau tempat kejadian. Aspek ini berhubungan erat dengan latar belakang waktu, di mana keduanya biasanya diputuskan pada saat yang bersamaan. Dan sama seperti ‘When’, ‘Where’ juga berpengaruh pada karakter tokoh dan perkembangan konflik mereka.

Untuk saya pribadi, menetapkan setting lokasi selalu menyenangkan karena kita bisa menggunakan begitu banyak tempat yang kita inginkan baik itu kota, ruangan, sebuah Negara atau bahkan planet mana pun yang kita inginkan. Kita juga bisa menggunakan lokasi yang pernah kita kunjungi atau yang pernah kita lihat di televisi, atau bahkan menciptakan lokasi sendiri sesuai dengan keinginan kita. That was fun! J

‘Who’ adalah ‘Siapa’ yang merupakan aspek selanjutnya yang juga menjadi favorite saya. Aspek ini menitik beratkan pada tokoh-tokoh dalam cerita kita. Sebagai penulis, kita bisa menciptakan karakter tokoh seperti apa pun yang kita inginkan, dengan fisik, sifat atau pun sikap bagaimanapun. Bukankah ini sangat menyenangkan? Tapi jangan sampai membentuk seorang tokoh yang terlalu sempurna sehingga sulit untuk ‘dikalahkan’. Paling tidak, pastikan tokoh yang kita bentuk memiliki sisi manusiawi yang cukup agar tidak terlalu mengada-ada.

Oh iya, karakter tokoh yang kuat juga sangat membantu agar para pembaca dapat terhanyut dalam kisah yang kita tawarkan. Istilahnya, tokoh yang kita ciptakan adalah vokalis band yang selalu dilihat pertama kali oleh para penggemarnya. Jadi, ciptakan tokoh utama kalian dengan cermat, yah!

Aspek selanjutnya menurut saya adalah aspek yang paling penting. ‘Why’ atau ‘Kenapa’ adalah latar belakang konflik yang terjadi terhadap tokoh yang kita ciptakan. Kenapa ini menjadi sangat penting untuk diperhatikan? Karena dengan latar belakang yang tepat, konflik yang ingin kita sampaikan dapat dihadirkan dengan lebih baik karena para tokohnya memiliki tujuan yang jelas. Aspek ini juga membantu para penulis untuk terfokus pada inti tema.

Dan yang terakhir adalah ‘How’ atau ‘Bagaimana’. Aspek inilah yang mempengaruhi jalan  cerita yang kita susun. Ini menjelaskan bagaimana para tokohnya mengatasi setiap konflik dan berhasil mencapai tujuan perjuangan mereka. Di sini kita bebas menceritakan perjuangan bagaimana yang harus dihadapi tokoh-tokoh kita, bagaimana mereka mengalahkan segala halangan yang ada hingga akhirnya berhasil mencapai kesimpulan dan menjadi tokoh yang jauh lebih baik dari pada sebelumnya.

Bagaimana, rumusnya mudah, kan? Kita bahkan tidak perlu menghapalnya karena jika kita sudah sering menulis dan mengasah kemampuan menulis kita, maka keenam aspek ini akan tercipta dengan sendirinya.

Jika kamu merasa belum bisa menerapkan rumus menulis ini atau masih bingung bagaimana menggunakannya, coba susun dulu sebuah tabel sederhana yang berisi keenam aspek ini sebelum kamu mulai menulis. Sebenarnya, keenam aspek ini adalah sebuah kerangka cerita sederhana yang dapat kita gunakan sebagai panduan menulis sehingga materi tulisan kita tidak melebar ke mana-mana. Aspek-aspek ini juga bisa membantu kita untuk merangkum dan me-review kembali buku yang telah kita baca sehingga kita bisa lebih memahami isi buku tersebut dan mempelajari aspek-aspek lainnya.

Benar kan, rumus ini memang ajaib sekali. selain mempunyai begitu banyak keuntungan, juga bisa membantu kita menjadi seorang penulis yang lebih baik lagi. Jadi, tunggu apa lagi? Coba bikin tabel rumus ini dan terapkan kegunaannya saat kita sedang menulis. It’s such a lot of fun! J

Sekian dulu tips nulis kali ini. Seperti biasa, untuk kalian yang mau request tema untuk tips nulis berikutnya bisa menghubungi saya di media social apa saja.

Semoga bermanfaat dan selamat menulis… (^_^)

200412 ~Black Rabbit~

BATTLESHIP: IT’S ABOUT ART OF WAR


Lagi-lagi saya ingin berbagi review film yang baru saja saya tonton. Lucunya, review film ketiga yang saya tulis lagi-lagi ber-genre war-action. Eits, ini benar-benar tidak disengaja, loh. Tapi ketidaksengajaan ini sedikit memberi gambaran genre film apa yang saya suka dan mungkin akan saya bahas lagi di kemudian hari. Yah, asalkan review yang saya tulis bisa membantu kalian memilih atau bahkan memahami film ini, semua itu tidak jadi masalah, iya kan?

Kali ini saya akan membahas film yang berjudul ‘Battleship’. Mengisahkan perjuangan seorang pria di usia matang yang masih hidup menumpang di rumah sang kakak yang adalah seorang anggota marinir US Navy. Selama hidupnya, tidak ada hal baik yang telah dia lakukan kecuali mengacaukan hidupnya sendiri. Sang kakak yang sudah mulai kehilangan kesabaran memutuskan untuk memasukkan sang adik menjadi anggota marinir juga.

Dan ternyata itu adalah keputusan yang tepat. Setelah menjadi marinir, sang adik mulai bisa mengatur hidupnya dengan baik. Walaupun sifat kekanakan, temperamental dan gegabahnya masih sering membuatnya terlibat masalah, paling tidak dia sudah mulai memikirkan masa depan dengan berkeinginan menikahi kekasihnya yang juga merupakan anak komandannya sendiri. Tapi ternyata keinginannya itu harus tertunda karena dia mengikuti pelatihan internasional di laut lepas selama beberapa waktu.

Di tengah pelatihan itulah sesuatu yang tidak biasa terjadi. Lima pesawat luar angkasa asing datang ke bumi. Salah satu pesawat itu terpisah dari formasi dan menghancurkan Hongkong, sedangkan empat pesawat lainnya jatuh di samudra tak jauh dari tempat pelatihan itu dilaksanakan. Parahnya lagi, ke empat pesawat asing itu membentuk sebuah kubah besar yang mengurung ketiga kapal pelatihan dan memisahkan mereka dengan kapal induk. Belum lagi kelihatannya keempat pesawat luar angkasa itu memiliki berkeinginan menyerang manusia di bumi dengan persenjataan super canggih yang nyaris tidak mungkin bisa dikalahkan.

Jadi bagaimana cara para tentara marinir US Navy mengalahkan musuh dari planet lain yang mengancam keselamatan bumi dan umat manusia itu? Dan apakah tujuan para alien itu datang ke bumi?

Sepertinya US Navy Amerika sedang gencar-gencarnya mempromosikan dan memamerkan kecanggihan para tentaranya kepada dunia melalui media perfilman; itu adalah tanggapan pertama saya setelah selesai menonton film ini. Bagaimana tidak? Film ini memang memperlihatkan begitu banyak senjata canggih milik US Navy yang semuanya terlihat keren, tangguh dan tak terkalahkan. Belum lagi kekompakan dan taktik luar biasa yang dimiliki para tentaranya. Tapi khusus di film ini, saya angkat topi dan mengagumi taktik perang tokoh utamanya yang mengejutkan tapi efektif, nyaris seperti perwujudan ‘Art of War’ yang luar biasa.

Tapi saya tetap menemukan misi yang sama dari kedua film ini, yaitu untuk meningkatkan nasionalisme masyarakatnya. Perwujudan misi ini dapat dilihat dengan jelas pada ending film, di mana pasukan Amerika akan selalu menang, tidak peduli bagaimana caranya, siapa musuhnya dan dari mana asalnya. Makhluk dari luar angkasa mana pun, dengan senjata secanggih apa pun akan bisa mereka kalahkan. Aspek ini, sekali lagi saya tekankan, sama sekali bukan hal yang salah. Bagaimanapun, ending seperti ini akan memberikan pesan yang bagus ( kepada siapa saja, tidak hanya untuk orang Amerika saja ) bahwa semua hambatan akan dapat dilalui jika kita tetap mau berusaha dan pantang menyerah.

Selain itu ada begitu banyak aspek lain yang cukup layak diacungi jempol. Salah satunya adalah karakter tokoh yang cukup kuat dan pengembangan konflik yang cukup mulus. Dialog-dialog kocak yang menghiasi juga cukup menyegarkan, membuat para penonton tertawa walaupun sering kali tidak berpengaruh pada tema cerita. Desain alien dan detailnya juga keren banget. Walaupun sangat berbeda dengan alien yang selama ini kita kenal; yang dilengkapi wajah buruk rupa, dipenuhi tentakel dan liur aneh di sekujur tubuh; dan walaupun sedikit banyak mengingatkan kita kepada film alien robot yang bisa berubah bentuk menjadi berbagai kendaraan itu; tapi paling tidak segala detail dan kecanggihannya akan membuat kita tercengang dan memaklumi semuanya.

Tapi sayangnya terdapat beberapa keganjalan yang cukup menimbulkan tanda tanya.

Pertama, kisah tokoh utama yang merupakan sepasang kekasih seolah berjalan secara terpisah. Mereka menjalani konflik mereka masing-masing, dengan tokoh-tokoh yang berbeda dan penyelesaian yang sedikit dipaksakan. Kisah sang gadis seolah dibuat untuk menghadirkan ending yang tidak menggantung dan menghindari kesan yang terlalu penuh kebetulan atau ketidak-sengajaan.

Kedua, latar belakang kedatangan pasukan alien itu tidak dijelaskan dengan terlalu rinci. Para penonton hanya diberi detail-detail kecil tanpa penjelasan sehingga harus menerka-nerkanya sendiri. Mungkin hal ini sengaja dilakukan untuk memberi kesan misterius, tapi sayangnya bagi saya kesan misterius itu tertutup dengan kebingungan.

Ketiga, film ini menyajikan alur yang cepat, malah kadang terlalu cepat dengan dialog serba singkat dan  joke-joke pendek yang banyak. Kombinasi ini bisa menjadi batu sandungan yang cukup menakutkan. Jika sedikit saja berkedip, kita akan kehilangan beberapa moment. Belum lagi ada begitu banyak istilah militer yang tidak mudah dimengerti, terutama untuk para penonton wanita. Saya sendiri cukup terbantu oleh partner nonton saya yang punya pengetahuan cukup mengenai militer. Tapi bagaimana nasib para penonton yang sama sekali buta masalah ini? Yah, bersiap-siap saja kebingungan.

Biasanya, untuk mensiasati masalah ini, para wanita akan menghibur diri dengan memandangi tokoh utama prianya yang ganteng. Tapi khusus untuk film ini, ada sang penyanyi terkenal, Rihanna, yang bisa menjadi tokoh pemanis sekaligus penarik minat para penonton.

Nah, berniat menonton film ini juga? Khusus untuk teman-teman wanita, saya sarankan untuk mengajak teman pria yang bisa ditanyai kalau mau menonton film ini.

So, selamat menonton… (^_^)

190412 ~ Black Rabbit ~

TIPS NULIS #2: TAKLUKKAN PENERBIT


Dalam tips nulis kali ini saya mau membahas mengenai tips dan trik supaya naskah kita bisa berhasil menembus ‘benteng’ penerbit. Sebenarnya tema kali ini cukup sensitif, soalnya saya bukan termasuk golongan penulis professional dan terkenal yang naskahnya tidak akan pernah bisa ditolak penerbit mana pun. Saya sama seperti kalian, penulis amatir yang sudah sering merasakan pahitnya perasaan saat naskah kita ditolak. Lagi pula, tema ini bersangkutan dengan pihak lain, yaitu pihak penerbit yang memiliki kebijakan tersendiri yang tidak saya tau. Tapi, ini kan permintaan khusus dari kalian. Walaupun sulit, saya akan berusaha sebaik mungkin untuk berbagi pengalaman dan info-info berguna seputar tema kita kali ini.

Setelah mencari informasi dari berbagai sumber, saya mendapatkan kesimpulan bahwa hanya terdapat beberapa point dasar yang harus diperhatikan jika ingin naskah kita berhasil menembus ‘benteng’ penerbit. Sebenarnya point-point ini sangat sederhana, tapi kadang kita lebih sering mengesampingkannya, padahal point-point ini cukup penting, loh!

Point pertama, sudah tentu berhubungan dengan naskah kita sendiri. Dengan menjamurnya penulis muda berbakat di luar sana, tidak ada cara yang lebih efektif supaya bisa menang dalam persaingan kecuali dengan mempersiapkan ‘senjata’ paling canggih yang kita punya. Naskah yang kita tawarkan haruslah memiliki tema yang bagus dan isi yang bisa menarik bagi pasar. Ingat, penerbit memiliki begitu banyak pertimbangan sebelum memutuskan menerbitkan sebuah buku. Salah satu pertimbangan paling besar adalah segi minat pasar. Jika kamu menawarkan naskah dengan tema yang lebih umum atau yang sedang booming saat itu (misalnya: teenlit, chicklit, pop, romance atau pop) maka kemungkinan naskah kamu akan ditolak menjadi berkurang. Sisanya tergantung bagaimana keahlian kamu dalam menulis.
Keadaan itu akan menjadi sebuah tantangan besar bagi penulis yang mengusung tema yang tidak umum. Soalnya mereka menawarkan naskah yang spekuatif, yang belum tentu akan menghasilkan keuntungan bagi penerbitnya. Akan merupakan sebuah keuntungan besar jika kamu bisa menemukan penerbit yang mau mendobrak pasar dan mengambil resiko meluncurkan buku dengan tema spekulatif seperti itu. Bukan berarti tidak mungkin terjadi, loh, saya sudah mengalaminya sendiri.

Tapi kalau kamu benar-benar ingin menerbitkan sebuah buku, tidak peduli genre apa yang harus kamu jalani, saya sarankan: jadilah penulis bunglon. Tulislah naskah dengan genre yang sedang booming saat itu dan ikuti kemauan pasar. Asalkan cara penulisan kamu bagus dan sesuai dengan target penerbit, naskah kamu pasti lolos dan kamu bisa menerbitkan buku. Semua ini berhubungan erat dengan idealisme seorang penulis. Kalau memang sudah memiliki genre tertentu dan tidak berniat mengubahnya hanya agar bisa menerbitkan buku, tidak ada jalan lain kecuali merampungkan naskah yang bagus, baik tema atau pun cara penulisannya.

Point kedua adalah mengincar penerbit yang pas. Setiap penerbit memang terfokus pada genre tertentu, walaupun biasanya terdiri dari beberapa genre, tapi ada satu atau dua genre yang lebih mereka utamakan. Nah, aspek ini juga harus diperhatikan, loh! Tingkat kemungkinan naskah kita bisa lolos akan semakin besar jika kita mengirimkan naskah kepada penerbit yang biasa menerbitkan buku dengan genre yang sama. Misalnya kalau naskah kamu ber-genre komedi, coba kirim ke penerbit yang sudah biasa menerbitkan buku komedi juga, jangan malah mencoba mengirimkan naskah kepada penerbit buku pelajaran. Ini salah sasaran namanya.

Bagaimana kita bisa tahu genre penerbitnya? Gampang, pergi ke toko buku dan lihat genre apa yang paling banyak diterbitkan penerbit incaran kamu. Atau cek saja website mereka. biasanya, di sana mereka sudah menuliskan naskah genre apa yang mereka cari. Tapi, sekali lagi ini bukan harga mati. Kalau mau tetap mencoba menawarkan naskah dengan genre yang tidak biasa, itu sah-sah saja. Siapa tahu kamu sedang beruntung sehingga naskahmu bisa lolos.

Point ketiga yang menurut saya sangat mempengaruhi yaitu menyertakan form pengiriman naskah dan surat pengantar. Keduanya sering kali dilupakan, padahal kelengkapan inilah yang pertama kali dilihat oleh penerbit. Kedua surat ini seperti proposal sederhana yang kita berikan sebagai penawaran kepada pihak penerbit. Biasanya form pengiriman naskah bisa diunduh gratis di website masing-masing penerbit, terdiri dari keterangan penulis, judul, genre, target pasar, keunggulan naskah dan (kalau ada) buku saingan dengan genre serupa yang sudah beredar di pasaran. Tujuannya untuk meyakinkan penerbit apakah naskah yang kita ajukan bisa laku di pasaran. Sekali lagi saya ingatkan, bagaimanapun penerbit akan lebih mempertimbangkan masalah untung/rugi-nya, bukan idealisme penulisnya.

Surat pengantar lebih berupa kelengkapan saja, kita bisa mencantumkannya atau pun tidak. Tapi jika memang memungkinkan, akan lebih baik jika surat ini disertakan juga. Toh tidak terlalu sulit membuatnya, hanya berupa surat pengenalan dan pengantar saja.

Semua sudah dipersiapkan dengan baik? Eit, jangan lupa dengan kondisi naskah kamu sendiri, yah! Saya lebih menyarankan untuk mengirimkan naskah dengan format tulisan standart, tidak peduli apakah naskah yang kamu kirimkan berupa softcopy (biasanya dikirimkan lewat e-mail) atau hardcopy (dalam bentuk print out). Gunakan font yang standart supaya bisa dibaca dengan mudah. Begitu juga dengan ukuran huruf, spasi, jumlah halaman dan ukuran kertas. Gunanya untuk memudahkan editor pertama membaca naskah kamu. Soalnya, jika baru menerima naskah saja sudah membingungkan untuk bisa dibaca, bagaimana editor pertama bisa betah membaca naskah keren kamu itu, iya kan? Kalau kamu memang ingin ‘merias’ naskah kamu sedemikian rupa, lebih baik membicarakan kemungkinan itu setelah naskah kamu benar-benar sudah lolos dan akan diterbitkan.

Dan saran terakhir dari saya adalah: bersabarlah. Tidak semua penerbit akan merespon dengan cepat semua naskah yang mereka terima, apa lagi untuk penerbit terkenal yang sudah mempunyai nama besar. Bayangkan saja, dalam sehari mereka bisa menerima banyak naskah, tidak hanya puluhan, bahkan mungkin ratusan! Jadi maklum saja kalau naskah kita seolah ‘diterlantarkan’. Umumnya penerbit akan memberi kabar setelah tiga sampai empat bulan kemudian. Selama menunggu, lebih baik menulis materi baru lagi saja. Tapi jika lebih dari waktu itu, kamu bisa menghubungi penerbit yang bersangkutan mengenai nasib naskah kamu. Kalau memang tidak mungkin lolos, kamu kan bisa mencoba ke penerbit lain.

Sip! Itu tadi tips dan trik menembus ‘benteng’ penerbit. Kalau ternyata langkah-langkah itu masih belum berhasil membuat naskahmu lolos, berarti kamu harus coba menelaah lagi naskah itu. Siapa tahu ternyata naskah itu memang masih butuh perbaikan atau belum matang. Tidak perlu malu merevisi naskah sendiri dan mencoba semakin mematangkan materinya. Saya pribadi lebih memilih untuk menempa naskah saya sampai benar-benar matang sehingga penerbit tidak lagi harus bersusah payah membantu atau meminta saya mematangkannya lebih dulu.

Tapi kalau kalian sudah sangat yakin dengan naskah yang kalian miliki dan tidak sabar menunggu bertemu dengan penerbit yang tepat, jalur indie juga bisa ditempuh. Sekarang ada begitu banyak penerbit indie yang mau membantu penulis untuk bisa menerbitkan karya mereka, bahkan ada yang tidak meminta syarat apa pun, loh! Tapi tetap saja semua jalan memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing, jadi pertimbangkan dulu masak-masak sebelum memutuskan, yah.

Yah, mencari penerbit yang pas itu hampir sama seperti mencari jodoh yang tepat. Walaupun susah mencari yang memiliki visi dan misi yang sama dengan kita, tapi bukan berarti kita tidak diperkenankan untuk mencoba. Jadi, selamat mencoba, selamat berjuang, tetap bersadar dan bersemangat, yah!

Oke, itu dia tips nulis yang saya share kali ini. Seperti biasa, untuk kalian yang mau request tema untuk tips nulis berikutnya bisa menghubungi saya di media social apa saja.

Semoga bermanfaat dan selamat menulis… (^_^)

150412 ~Black Rabbit~

TIPS NULIS #1: WRITERS BLOCK


Ini adalah kolom baru di blog saya. Rencananya saya akan mengadakan Tips Nulis yang juga saya share live via twitter saya @black_rabbit13 ini setiap satu minggu sekali. Memang saya bukan penulis professional, tips yang saya berikan pun tidak berdasarkan teori mana pun. Saya hanya penulis biasa yang mempelajari dunia tulis menulis melalui pengalaman, jadi tips yang saya berikan pun berdasarkan pengalaman juga. Saya hanya ingin berbagi ilmu yang telah saya pelajari selama ini agar bisa bermanfaat juga bagi orang lain.

Kali ini saya ingin membahas mengenai writers block. Ada begitu banyak teman yang bertanya kepada saya seputar writers block yang mereka alami, dan kira-kira nasehat seperti inilah yang saya berikan kepada mereka.

Writers block atau ‘ide mentok’ memang sering dialami setiap penulis, tidak peduli apakah penulis itu masih amatir ataupun sudah professional. Problem writers block ini sama sekali tidak berhubungan dengan tingkat keahlian seorang penulis, semuanya terjadi secara alamiah dan sungguh manusiawi. Bagaimanapun setiap orang pasti memiliki titik jenuh dengan tingkat yang berbeda-beda. Masalah yang harus lebih diperhatikan adalah bagaimana cara mengatasinya. Jangan sampai masalah sepele seperti ini akan mempengaruhi mood dan hasil tulisan kamu sehingga membuat kamu frustasi dan akhirnya malah tidak lagi ingin menulis. Idih, amit-amit deh!

Jadi, bagaimana cara mengatasinya?

Sebenarnya, yang kita butuhkan untuk mengobati penyakit ini hanya cukup dengan satu kata: refreshing. Sama seperti rutinitas kita sehari-hari, kebosanan macam ini akan terobati hanya dengan cara mengambil waktu libur selama beberapa waktu. Lupakan sejenak kegiatan tulis menulis yang biasa kamu lakukan dan lakukan hal lain. Menonton televisi, menonton film di bioskop, jalan-jalan, olah raga atau kegiatan apa saja. Intinya adalah melupakan sejenak materi tulisan kamu. Jangan takut kehilangan materi itu. Kalau materi itu sudah matang, kamu tidak akan kehilangan materi itu walaupun berhenti menulis dalam jangka waktu yang sangat lama sekalipun. Materi matang itu akan terus terngiang-ngiang di otak kamu atau mungkin saja terolah makin matang sehingga saat kamu mulai menulis lagi, materi itu akan mengalir keluar dengan lancar.

Membaca berbagai buku lain juga bisa membantu kamu mengatasi writers block. Tidak perlu membaca genre yang sama dengan materimu, tapi membaca apa saja. Bagaimanapun, buku adalah jendela pengetahuan yang dapat mematangkan materimu tanpa kamu sendiri menyadarinya. Tapi pilih juga buku yang berkualitas, yah. Saya percaya, apa yang kamu baca akan berpengaruh dengan gaya penulisanmu. Jadi kalau bacaanmu berkualitas maka tulisanmu pun akan memiliki sedikit kualitas itu.

Mungkin bagi beberapa orang tips saya ini sungguh menyesatkan. Karena ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa untuk menjadi seorang penulis professional, biasakanlah menulis setiap hari. Pendapat ini sama sekali tidak salah, saya sendiri sungguh menganggap ide ini sebagai sebuah ide menakjubkan, karena saya pribadi belum bisa melakukannya. Jika kamu dianugrahi begitu banyak ide segar yang bisa dituangkan setiap hari dalam bentuk tulisan berkualitas, blessed you! Karena tidak semua orang bisa melakukannya.

Salah satu trik untuk menyiasati hal ini adalah menulis setiap hari dengan genre yang berbeda-beda, paling tidak resiko mengalami writers block tidak akan menghantui kamu. Tapi kalau kamu termasuk kelompok penulis yang bekerja berdasarkan pengaruh mood, seperti saya ini, saran saya: lupakan trik yang satu ini.

Saya sendiri tidak pernah mendoktrin otak saya untuk menulis setiap hari dengan minimal jumlah halaman tertentu. Hal ini bisa menjadi beban berat yang akan mempengaruhi kualitas tulisan yang dihasilkan. Saya lebih memilih mengolah materi saya sampai benar-benar siap untuk ditumpahkan ke dalam tulisan hingga menghasilkan tulisan yang bagus.

Bagi saya, menulis itu butuh proses dan proses itulah yang memperngaruhi kualitasnya. Saya sering kali mengingatkan bahwa pembaca tidak cukup peduli berapa lama waktu yang kamu butuhkan untuk menciptakan sebuah cerita. Mereka hanya peduli kualitas cerita yang mereka baca. Jadi, berhenti memaksa diri kamu untuk menulis! Proses menulis itu butuh dinikmati sehingga menghasilkan sebuah karya dengan kualitas maksimal.

So, tidak perlu resah menghadapi dilemma writers block. Bersantailah sejenak, lupakan materi naskahmu, isi ulang dulu semangat dan stok ide segar di kepalamu dengan melakukan aktivitas lain. Setelah semuanya terisi penuh dan siap digunakan, baru terjun lagi ke medan pertempuran dan teruskan perjuangan kalian. Tenang, setiap cerita punya nasibnya sendiri. Kita sebagai penulis hanya bisa mempersiapkan dan membekalinya dengan isi yang tepat.

Oke, sampai di sini dulu Tips Nulis kali ini. semoga program Tips Nulis yang ingin saya jadwalkan rutin setiap minggu bisa berjalan dengan lancar. Untuk kalian yang ingin bertanya lebih lanjut atau mungkin ingin request tema Tips Nulis selanjutnya, silahkan hubungi saya melalui media social mana pun.

Semoga bermanfaat dan selamat menulis… (^_^)

110412 ~Black Rabbit~

ACT OF VALOUR: PERJUANGAN PENUH NASIONALISME


Saya baru saja keluar dari teater bioskop setelah menonton film berjudul ‘Act of Valour’. Seperti biasa, ada senyum lebar dan sedikit ‘disorientasi waktu’ yang biasa saya rasakan saat keluar dari teater. Dan tentu saya ada begitu banyak akar pembicaraan seru menyangkut film tersebut yang akan saya perdebatkan dengan partner saya tidak lama lagi. Tapi, lidah saya mendadak kelu saat saya berjalan keluar gedung dan menemukan poster film ‘The Raid’ yang masih diputar di teater yang lain. Saya baru tersadar bahwa hanya dalam waktu seminggu saja, sudah ada dua film dengan tema serupa yang saya tonton di bioskop. Dan, mau tidak mau, suka tidak suka, secara otomatis, saya membandingkan kedua film ini.

Sebagai seorang penulis, tentunya yang saya nilai pertama kali dari setiap film yang saya tonton adalah segi ceritanya, kekuatan para tokohnya, alurnya dan sejenisnya. Saya bukan pakar film, saya juga tidak tahu-menahu mengenai dunia film Hollywood dan tetek bengek-nya. Jadi lupakan tentang sutradara, para actor dan actris-nya atau produser dan distributor film tersebut, mari kita bandingkan dari segi yang saya pahami saja supaya_paling tidak_saya tidak dicap sebagai orang sok tahu. Dan berhubung film ‘The Raid’ sudah pernah saya bahas sebelumnya, jadi kali ini saya akan membahas dari sisi film ‘Act Of Valour’ saya. Silahkan anda bandingkan dan simpulkan sendiri (^_^).

‘Act Of Valour’ bercerita mengenai satu peleton US Navy yang terdiri dari delapan orang pasukan terlatih. Dengan latar belakang yang berbeda, mereka masing-masing telah mengabdikan diri selama bertahun-tahun dan memiliki skill khusus yang melengkapi team mereka dengan baik. Setiap orang memiliki kehidupan pribadi, membangun keluarga dan membesarkan anak-anak mereka masing-masing. Tapi setiap orang juga menyadari tugas dan tanggung jawab yang harus mereka jalani sebagai anggota US Navy, pasukan elite yang paling dibanggakan tentara Amerika.

Tugas mereka kali ini adalah membebaskan seorang dokter wanita yang ternyata adalah mata-mata Amerika yang disandera seorang Bandar narkoba besar di Meksiko. Dengan berbagai peralatan canggih, skill yang hampir tak tercela dan bantuan yang dapat diandalkan, mereka berhasil melaksanakan tugas dan menyelamatkan sandera. Tapi ternyata tugas mereka tidak hanya sampai di situ. Sang Bandar narkoba ternyata memiliki keterikatan khusus dengan seorang teroris yang sudah menjadi bagian dari daftar Orang Paling Dicari pemerintah Amerika terkait tindakan terorisme yang terjadi di Filipina.

Penyelidikan pemerintah Amerika sampai kepada kemungkinan sang teroris akan melakukan tindakan teror terbesar di Amerika yang diperkirakan akan lebih menggemparkan dibandingkan insiden 9/11 beberapa tahun yang lalu. Jadi, tugas mereka bertambah berat. Mereka tidak hanya harus melakukan penyelidikan dan mengumpulkan berbagai bukti mengenai tindakan illegal sang teroris, tapi juga harus menggagalkan berbagai uji coba penyelundupan senjata canggih, mengetahui rencana mereka dan menggagalkannya sebelum semua itu terlaksana.

Tugas ini tidak mudah dilakukan, bahkan bagi pasukan secanggih US Navy milik Amerika yang seolah tak terkalahkan. Karena bukan saja melibatkan kalangan teroris internasional yang kejam dan tanpa ampun, tapi juga melibatkan beberapa Negara, yang sama artinya dengan mengancam nama besar Amerika sendiri jika tidak dilakukan dengan benar. Berhasilkah mereka melakukan tugas dan kembali kepada keluarga yang mereka cintai dengan selamat?

Terlepas dari segala bentuk terorisme yang benar-benar terjadi, segala kontroversi tentang betapa arogannya pemerintah Amerika dan segala macam rahasia umum yang bersangkutan dengan politik antar Negara yang serba sembraut dan dipenuhi banyak kepentingan, dan jika dipandang melalui kaca mata orang awam seperti saya, film ini cukup memuaskan. Paling tidak, film ini dapat menyajikan sebuah film dengan ‘paket lengkap’.

Yang saya maksud dengan paket lengkap adalah dari segi ceritanya. Sebagai film ber-genre ‘war-action’ film ini berhasil mencampur unsur action dan drama dengan sangat lihai. Ini terbukti dari sisi drama dua tokoh utamanya yang ter-eksplore dengan baik dan disajikan dengan kadar pas. Paling tidak para penonton tidak hanya disajikan adegan peperangan saja dari awal sampai akhir cerita. Alur cerita juga berjalan dengan lancar, tidak ada alur mundur yang berbelit-belit dan dialog yang terjadi pun disajikan dengan pas. Tema cerita juga tersalurkan dengan seimbang, di mana digambarkan bahwa menjadi seorang prajurit tidak hanya memikirkan mengenai tugas saja, tapi ada begitu banyak hal yang harus mereka korbankan demi Negara: istri, anak, keluarga bahkan nyawa. Latar belakang cerita pun berhasil disampaikan dengan baik, setiap perubahan konflik yang diterima para tokoh dapat dijelaskan dan dipertanggung jawabkan kepada penonton walaupun hanya melalui beberapa baris dialog dan scene pendek percakapan dua tokoh saja. Ini terdengar seperti hal yang sepele, tapi detail kecil ini kadang kala menjadi penting untuk ‘memasuk-akalkan’ perkembangan konflik para tokohnya sehingga para penonton tidak perlu berandai-andai dan merangkai sendiri detail ceritanya.

Para penonton disuguhi adegan penuh peluru dengan sangat seru. Lengkap dengan berbagai jenis senjata api yang keren, atribut tentara yang mentereng dan adegan tembak menembak yang membuat geleng-geleng kepala. Belum lagi strategi perang mereka yang sangat rapi, taktik gerilya yang penuh kehati-hatian juga kerja sama antar team yang selalu bisa diandalkan. Peperangannya pun disajikan dengan cukup masuk akal, tidak terlalu berlebihan. Paling tidak satu peleton yang beranggotakan delapan orang pasukan ini tidak berhasil melaksanakan tugas mereka sendirian begitu saja, seolah membunuh sekelompok nyamuk dengan raket listrik. Ada begitu banyak pasukan dari Angkatan Bersenjata lain yang siap membantu. Pokoknya semuanya mengagumkan. Kalau saja saya adalah orang Amerika, saya pasti akan sangat bangga dengan pasukan US Navy ini.

Dari segi sinematografinya, tidak ada kata yang bisa mewakili selain lambaian dua jempol dari kedua tangan saya. Sebenarnya pada umumnya pengambilan gambar dilakukan dengan cara yang biasa, tidak ada bedanya dengan film-film lain yang memang sudah bagus. Tapi yang membuat film ini berbeda adalah cara pengambilan gambar melalui ‘first person camera’ yang membuat para penontonnya seolah benar-benar terlibat dalam perang yang sedang berlangsung. Cara pengambilan gambar dengan cara ini juga membuat para penontonnya seolah sedang bermain game perang semacam ‘Counter Strike’ yang untungnya malah akan membuat para penonton semakin larut dalam film. Ditambah dengan pengambilan angle yang_tetap_menarik dan pergerakan kamera yang dinamis, membuat semuanya berjalan dengan mulus.
Tapi, tentu saja, tidak ada film yang sempurna.

Sama seperti film perang buatan Amerika lainnya, kebanyakan film-film ini selalu menyajikan tindakan heroic yang terlalu berlebihan, seolah tentara Amerika adalah tentara paling kuat dan tidak pernah dapat dikalahkan. Bagaimanapun caranya, berapa banyak pun korbannya dan seberapa parahnya kerusakan yang terjadi, pada akhirnya tentara Amerika akan selalu berhasil menang dan bendera Amerika akan berkibar dengan megahnya di akhir cerita. Film-film Amerika juga tidak segan-segan mengangkat isu-isu politik yang menyangkut Negara mana pun, tidak peduli apakah Negara yang bersangkutan akan merasa tersinggung atau menghujat balik. Selama tentara Amerika akan berhasil menang pada akhirnya, isu apa pun tidak jadi masalah.

Di satu sisi, pengulangan eksekusi yang sama di setiap film perang buatan Amerika akan membuat para penonton bosan. Paling tidak, para penonton selain warga Negara Amerika sendiri akan semakin mencibir Amerika sebagai Negara arogan dan licik. Tapi di sisi lain, justru keahlian Amerika yang satu inilah yang sebelumnya tidak kita sadari tapi berdampak cukup besar bagi para warganya. Pasalnya, secara tidak langsung rasa nasionalisme warga Amerika akan meningkat setiap kali selesai menonton film dengan akhir heroic seperti ini. Bagaimana tidak bangga jika warga negaranya dapat mengalahkan setiap penjahat yang ada? Warga Negara mana yang tidak bangga jika di setiap film yang mereka tonton terpampang bendera negaranya yang berkibar tak terkalahkan walaupun bendera itu harus terinjak-injak lebih dulu?

Mungkin tidak banyak Negara lain yang menaruh perhatian lebih untuk menyisipi misi meningkatkan rasa nasionalisme warganya melalui film yang mereka ciptakan. Tapi, tidak bisa disangkal, bahwa cara ini cukup unik dan efektif juga, apa lagi di zaman modern ini, di mana bioskop sudah menjadi pilihan terfavorit bagi kawula mudanya dan para penerus bangsa lebih menyukai berkeliaran di mall dari pada terjun ke medan perang dan membela bangsa dan negaranya.

Tapi bagaimana pun, setiap film memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing dan sebagai penonton yang berada di dunia nyata, sudah merupakan tugas kita untuk bisa memilih pengaruh positif mana yang harus diambil dan pengaruh negative mana yang harus ditinggalkan.

100412 ~Black Rabbit~