Ny. Lars – Part 4 -


… Episode sebelumnya …
Jenny sudah lama berbohong kepada Lars kalau dia sudah punya pacar, padahal tidak ada satu laki-laki pun yang bisa merebut hatinya kecuali Lars. Tapi kebohongan sudah terlanjur dibuat, mau tidak mau Jenny harus menemukan jalan untuk bisa menghentikan kebohongan itu…

 
Irama musik yang berdentam keras langsung menerpa Lars saat dia baru saja melangkah masuk ke klub. Sebenarnya acara berkunjung ke klub ini di luar rencana, hanya saja hari ini Lars sudah melewati rutinitas kerja yang sangat melelahkan. Sebagai manager, Lars sibuk sekali memperkenalkan pegawai baru dikantornya kepada pegawai lamanya, belum lagi rapat yang harus dihadirinya, juga arsip-arsip yang harus ditanda tanganinya menyita begitu banyak konsentrasi, energi dan pikiran yang membuatnya lelah. Karena itu setelah akhirnya menuntaskan tugasnya, Lars memutuskan untuk sedikit bersantai dan pergi ke klub. Well... Jika syarafmu sudah begitu tegang maka kau harus menenangkannya, dengan melihat wanita-wanita cantik yang bergoyang mengikuti irama adalah salah satu caranya.

 
Jadi Lars sudah duduk di salah satu bangku dan mulai meneguk bir rendah alkohol pertamanya sambil memperhatikan keadaan sekitarnya. Para clubers terlihat begitu bersemangat bergoyang mengikuti irama yang diracik seorang DJ di pojok ruangan, malah terkesan terlalu bersemangat. Tapi Lars tidak perduli dengan semua clubers itu. Yang sedang menarik perhatiannya adalah seorang wanita yang menari sangat lincah bertubuh tinggi, berambut hitam panjang mengenakan rok mini berwarna hitam dan tank top ketat yang membuatnya terlihat sangat seksi. Lincah, cantik dan seksi, perpaduan yang pas.

 
Lars sudah meneguk bir kelimanya, kali ini dengan kadar alkohol yang lebih tinggi namun tidak pernah lepas menatap wanita itu. Tampaknya wanita itu menyadari tatapan Lars sehingga dia menatap balik kepada Lars dan tersenyum seolah menyapa " Hai. ". Lars menanggapinya dengan menaikkan gelas birnya tanda menghormati senyum wanita itu lalu meneguk habis birnya. Acara perkenalan berjalan lancar karena sekarang wanita itu berjalan menghampiri Lars dan mau tidak mau Lars tersenyum bangga karena keberhasilannya kali ini. Wanita itu langsung mengulurkan tangannya untuk berkenalan.

 
" Hai, mau kenalan? Gua Cherry. Lo? "

 
" Lars. "

 
Ditambah sedikit berbasa basi, sedikit pendekatan biasa dan hasilnya Lars dan wanita bernama Cherry itu sudah bisa mengobrol layaknya kawan lama yang baru saja bertemu lagi setelah sekian lama tidak bertemu. Dan tak lama kemudian Lars sudah terhuyung-huyung melangkah mengikuti Cherry ke lantai dansa. Dan masih dengan terhuyung-huyung pula, Lars mulai berdansa mengikuti irama bersama Cherry dan para clubers lainnya.

 
Ternyata berdansa di bawah pengaruh alkohol bukan paduan yang tepat, soalnya alkohol membuat Lars tidak menyadari gerakan tubuhnya sendiri. Yang dia tahu adalah bagaimana irama yang dibawakan DJ di pojok ruangan begitu membuatnya ingin menggoyangkan tubuhnya, dan Cheery yang berada di depannya terlihat sangat indah sehingga semua clubers lain terlihat seperti patung yang bisa bergoyang. Pokoknya Lars dan Cherry benar-benar bergembira. Tapi kegembiraan itu tidak berlangsung lama. Secara tidak sengaja Cherry menyenggol seorang laki-laki yang duduk dipinggir lantai dansa bersama wanita pasangannya yang berpakaian berwarna putih. Saat itu laki-laki itu sedang memegang segelas anggur merah dan ketika Cherry tidak sengaja menyenggolnya, anggur itu tumpah mengenai pakaian pasangannya. Cherry dan Lars yang masih berada dibawah pengaruh minuman keras malah tertawa cekikikan melihat kelalaiannya Cherry itu, dia meminta maaf dengan cekikikan juga lalu berdansa lagi. Tapi laki-laki itu tidak bisa menerima ketidaksengajaan itu begitu saja. Dengan geram laki-laki itu menarik tangan Cherry dan membentaknya dengan marah. Cherry meminta maaf lagi dengan cengiran bodoh di bibirnya, tapi lagi-lagi laki-laki itu tidak bisa menerimanya begitu saja. Laki-laki itu membentak Cherry lagi dan mulai mengatakan kata-kata kasar. Lars sebagai pasangan Cherry malam itu tentu saja tidak terima wanitanya diperlakukan seperti itu, jadi dia mencoba melerai laki-laki itu walaupun seringaian bodoh belum bisa lepas dari bibirnya. Tapi ternyata perbuatan Lars itu malah membuat segalanya lebih parah karena ternyata laki-laki itu memiliki begitu banyak anak buah yang tersebar di seluruh klub ini yang bersedia dengan suka rela memberi pelajaran yang berharga untuk Lars. Jadi, perkelahian yang tidak seimbang pun dimulai. Lars yang masih berada dalam pengaruh minuman keras dikeroyok oleh beberapa orang tanpa kenal ampun. Tidak peduli Lars mabuk atau tidak, tidak peduli Lars tidak bisa membalas pukulan mereka, yang jelas mereka terus memukul Lars sampai babak belur. Cherry pun tidak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya bisa menjerit dan berkata 'Berhenti!' berulang-ulang. Untung saja petugas keamanan klub datang dan melerai pertengkaran itu. Walaupun mereka tidak mengusir orang-orang yang mengeroyok Lars tapi malah mengusir Lars dan Cherry keluar karena dianggap mengganggu, paling tidak perkelahian itu akhirnya berhenti dan Lars tidak mendapat pukulan lagi.

 
Cherry duduk disamping Lars sambil menangis melihat keadaan Lars. Kacau sekali. Tampang Lars yang ganteng itu menjadi sangat jelek dengan luka yang dideritanya. Kepalanya berdarah, tangannya lecet, bibirnya pun berdarah dan dia hampir pingsan. Untunglah ponsel Lars tidak hancur terkena pukulan tadi, jadi setelah Lars secara tidak sengaja mengeluarkan ponselnya, Cherry meraih ponsel itu dan mengecek buku teleponnya. Hanya satu nama yang ada di buku telepon, Cherry langsung menghubunginya. Teleponnya diangkat setelah deringan ketiga, dan suara seorang wanita yang menahan kantuk terdengar sebagai jawaban.

 
" Halo... ? "

 
" Ini Jenny, ya? "

 
Jenny langsung terbangun mendengar suara seorang wanita yang menyahut di ujung teleponnya, soalnya dia yakin benar kalau telepon itu dari Lars karena mendengar ring tonenya yang khas itu. Tapi kok suara wanita yang menyahut?

 
" Iya, ini siapa? " Tanya Jenny ingin tahu.

 
" Sorry ganggu, gua Cherry. "
" Iya... "

 
" Lo kenal Lars kan? "

 
" Lars kenapa? " Tanya Jenny. Sekarang dia sudah sepenuhnya bangun.

 
" Dia habis dipukulin. "

 
" Dipukulin?! "

 
" Iya. Ceritanya panjang. Lo bisa dateng ke sini? Gua nggak bisa nganterin Lars pulang, gua nggak tau rumahnya dimana. "

 
Langsung saja Jenny bangun dari tidurnya, meraih jaketnya yang tergantung, mengambil tas dan kunci mobilnya lalu bersiap-siap pergi sambil terus mendengar wanita yang bernama Cherry itu memberitahu di klub mana dia dan Lars sekarang berada.

 
" Ok, gua kesana sekarang juga, lo tunggu di situ ya. " Jenny memacu kemudinya melesat ke klub itu tanpa yakin apa yang ada dipikirannya sendiri. Panik, khawatir, marah, semuanya bercampur di dalam hatinya.

 
Sampai di klub yang dituju, Jenny hanya bisa terdiam melihat Lars yang terduduk dengan wajah penuh luka. Melihat Jenny didepannya Lars sempat melirik, mencoba tersenyum dan memanggil nama Jenny, tapi yang terdengar hanya rintihan. Duduk berjongkok disamping Lars terdapat seorang wanita bertampang khawatir menggenggam sekantong es batu untuk mengompres mata Lars yang bengkak. Wanita itu pastilah yang namanya Cherry. Dia berdiri menghampiri Jenny dan berkata: " Lo Jenny ya? Gua Cherry. Itu Lars, dia-- " Belum sempat Cherry menjelaskan, Jenny yang memang tidak mendengarkan apa yang dikatakan Cherry sedari tadi hanya melangkah ke arah Lars dan mulai memapahnya naik. Cherry segera membantu Jenny memapah Lars, tapi Lars sendiri malah merangkul leher Jenny dan sambil mabuk masih berusaha tersenyum dan mengobrol dengan Jenny, tidak memperdulikan keberadaan Cherry sama sekali. Jenny memapah Lars ke kursi penumpang di mobilnya, mengacuhkan mobil mewah Lars di tempat parkir. Lalu setelah berada di balik setir mobilnya, tidak perduli Lars yang tidak dililit sabuk pengaman, tidak perduli Cherry yang masih berdiri di samping mobil Jenny dengan tampang sangat menyesal, tidak peduli kalau sekarang sudah hampir pagi, dia melaju ke rumah Lars dengan mata yang perih menahan air mata.

 
Sampai dilantai bawah apartemen Lars, Jenny dibantu beberapa satpam apartemen memapah Lars ke lantai sepuluh tempat apartemen Lars berada. Dan setelah menidurkan Lars di tempat tidurnya, para satpam kembali ke tempat semula. Lars sendiri sudah tertidur karena mabuk dan kesakitan sementara Jenny melepas kemeja, sepatu dan perlahan mengobati luka-luka Lars lalu membuat semangkuk bubur. Semua itu dilakukan Jenny dengan deraian air mata yang tidak dapat dibendung lagi, tidak memerdulikan piyamanya yang kotor. Dia begitu sedih melihat Lars yang babak belur seperti itu hanya untuk seorang wanita yang dikenalnya kurang dari dua puluh empat jam. Dan mungkin yang lebih menyakitkannya lagi kalau ternyata wanita yang dibela Lars sampai seperti ini ternyata hanya mempermainkannya, tidak benar-benar mencintainya sepenuh hati, seperti Jenny. Jenny terdiam. Kalau saja Lars tahu isi hatinya dan membalas cintanya, mungkin_mungkin saja, kita tidak pernah tahu_kejadian seperti ini tidak akan pernah terjadi. Tentu saja, Jenny tidak akan pernah membiarkan Lars berkelahi dengan siapa pun dan untuk siapa pun, walaupun untuk dirinya sendiri.

 
Jenny masih menangis saat mengecup pipi Lars dan pulang.

 
...Bersambung...

 

… Kalau Saja …


Ada sebuah jeritan terdengar dari dalam hatiku. Jeritan seseorang, bukan aku, tapi anehnya terdengar begitu dekat dalam diriku. Seolah sebagian dari diriku sendiri yang menjerit, bukan orang lain. Itu jeritan kesakitan, tapi bukan karena luka bakar, luka iris atau luka lainnya, melainkan luka yang lain, yang lebih menyakitkan, yang lebih menakutkan. Aku hanya bisa menebak bahwa itu adalah luka hati… Kenapa semua hal harus begitu sulit untuknya? Mengapa ada begitu banyak rintangan yang harus dihadapinya tanpa bisa ditinggalkan begitu saja? Tidak bisakah dia lari dari semuanya dan memutuskan untuk melewati rintangan yang lain saja asal jangan rintangan yang satu ini? Aku tahu dan merasakan bahwa hatinya sudah hancur berkeping-keping tanpa perlu dihancurkan dengan masalah yang satu ini. Dan bisakah semuanya berjalan lancar untuknya, kali ini saja? Dia telah memutuskan begitu banyak hal yang besar dalam dirinya. Semua menguras tenaganya, menguras setiap rasa di dalam hatinya, membuatnya merasa tidak lagi memiliki sisa rasa yang bisa diperasnya untuk merasa sedikit bahagia. Dia hanya ingin berbahagia, sama seperti orang lain, sama seperti kita. Tapi kebahagiaan itu begitu sulit untuk diraih baginya. Seperti bintang, yang letaknya terlalu jauh untuk bisa di capai. Dan kali ini dia harus menggantung kebahagiaan orang yang paling dekat dengannya demi mendapatkan kebahagiaannya sendiri. Kenapa begitu? Kenapa harus ada seseorang yang menderita lebih dulu agar dia bisa merasakan kebahagiaan? Kenapa? Kenapa? KENAPA?!?!? Dan kenapa dia harus mempertaruhkan kebahagiaannya dengan kebahagiaan ayahnya sendiri? Itu adalah hal yang paling berat yang harus di laluinya, aku yakin itu. Mencoba merasakan perjuangannya saja sudah membuatku merasa tersayat-sayat, seolah ada seseorang yang memaksaku untuk bunuh diri, atau membunuh orang lain agar tetap hidup. Tapi bagaimana jika apa yang dipertaruhkannya adalah sesuatu yang sangat diidamkannya, sesuatu yang tidak bisa disangkalnya akan bisa membuatnya berbahagia, lahir dan batin? Jelas saja, dia tidak bisa memutuskan keduanya, dia harus memilih salah satu, atau dia bisa memilih pilihan ketiga, yaitu membiarkan dirinya sendiri ikut menderita bersama kedua korbannya.
Dan ada sebuah kekecewaan besar yang aku rasakan. Lagi-lagi bukan diriku yang merasakannya, tapi terasa begitu dekat, seolah sebagian lain dari diriku yang merasakan kekecewaan itu. Rasanya sakit sekali, seperti menusuk hatiku, seperti menyayat, seperti membakar. Dan rasanya luka itu tidak akan bisa hilang dan sembuh, akan menjadi cacat seumur hidup, membuatku teringat akan sakitnya, tak akan pernah lupa. Aku merasakan sakit hati itu, perasaan terhina itu, perasaan dikhianati… Memang, rasanya sakit sekali. Seperti ada seseorang yang menusukmu dari belakang, seseorang yang dekat… anakmu sendiri, darah dagingmu… Aku meneteskan air mata kepedihannya, aku merasakan kesesakannya, rasanya begitu menyakitkan, membuatku ingin berteriak, ingin lari, ingin lepas dari semua belenggu itu, berharap semuanya tidak kacau seperti ini. Tapi kenyataan telah menggariskan nasibnya dengan seenaknya, tanpa meminta persetujuan terlebih dahulu. Itu membuatnya merasa semakin terkhianati. Bagaimana ini bisa terjadi? Kenapa semuanya bisa berubah menjadi kacau begini? Kenapa? Apa? Bagaimana bisa? KENAPA?!?!? Apa lagi yang mereka inginkan darinya? Dia telah berusaha untuk bersabar sejauh ini, berusaha menerima semua perubahan yang ada padahal dia sama sekali tidak menginginkan semua itu terjadi. Harga dirinya jatuh dan hancur berkeping-keping saat partner hidup yang dipilihnya telah mencuranginya. Semua kehancuran itu berawal dari sana. Dari satu titik tuba yang menetes dan mencemari semuanya. Setelah itu nama baiknya tercoreng dengan kelakuan darah dagingnya sendiri, dua sekaligus. Mereka menusuk punggungnya dari belakang dan membiarkannya tersungkur jatuh ke lubang malu dan keputusasaan yang dalam tanpa bisa menyelamatkan diri. Dia hanya ingin berbahagia, membangun rumah dengan pondasi yang di bangunnya sendiri dan mempertahankan rumah itu dari segala macam badai dengan usaha kerasnya. Dia hanya ingin berbahagia dengan prinsip-prinsipnya, dengan apa yang diyakini akan dapat membahagiakannya dan keluarganya. Tapi kenapa dia malah dikhianati oleh darah dagingnya sendiri? Seolah mereka telah meracuninya secara perlahan dan membiarkannya sekarat. Dan sekarang apa lagi yang mereka inginkan? Setelah dia menginjak-injak harga dirinya sendiri, setelah dinding yang telah dibangun dengan keringatnya harus dia hancurkannya sendiri, setelah dengan hati yang hancur berkeping-keping yang telah dengan suka rela dia lem kembali untuk menerima semua kenyataan yang ada. Sekarang mereka menginginkannya untuk menjatuhkan dirinya lagi ke jurang yang sama? Betapa kejamnya? Tidakkah mereka tahu seberapa hancur hatinya? Seberapa dalam luka baru yang mereka timbulkan sementara luka lama itu masih tetap membekas dan terus saja berdenyut-denyut menyakitkan sampai sekarang? Kali ini aku yakin, dia tidak lagi memiliki stok kesabaran yang selama ini selalu dia keluarkan jika menghadapi situasi seperti ini. Dia tidak lagi bisa bersabar, tidak lagi bisa menerima semuanya begitu saja. Ini bukan masalah sepele, ini tentang masa depan mereka. Dia harus memegang prinsipnya kali ini, prinsip yang dia anggap paling benar. Prinsip yang paling didasari oleh instingnya sebagai seorang ayah.
Aku berada di antara dua pilihan yang begitu sulit untuk diputuskan. Salah satunya adalah sebelah hatiku dan yang lainnya adalah darahku. Keduanya adalah unsur paling penting dalam hidupku dan keduanya adalah penentu hidup matiku, penentu kebahagiaanku sendiri. Bagaimana aku bisa hidup tanpa sebelah hatiku? Dan bagaimana pula aku bisa hidup tanpa aliran darahku? Dan apa yang harus aku lakukan? Keduanya berhak untuk diperjuangkan, dipertahankan, dibahagiakan; tapi keduanya tidak bisa sejalan. Mereka memilih jalan mereka masing-masing, tapi sayangnya kedua jalan itu sangat berbeda, jauh berbeda. Tidak mungkin menyatukan keduanya pada satu jalur yang sama karena mereka memiliki keyakinan mereka masing-masing yang nyaris tidak bisa digoyahkan, tidak bisa dirayu. Hanya mereka sendiri yang bisa menyatukan jalan mereka. Hanya saling pengertian yang bisa menolong mereka, keinginan untuk melihat masing-masing diantara mereka berbahagia, walaupun dengan cara mereka masing-masing. Mereka harus bisa saling jujur satu sama lain, saling mengerti, saling memaklumi, saling meminta maaf karena jalan yang mereka pilih berbeda. Aku tidak bisa memutuskan harus memihak ke mana. Pilihan itu tidak akan bisa aku lakukan. Semuanya membingungkanku, semuanya membuatku sedih, seolah aku dapat merasakan segalanya, dari kedua sisi. Itu menyakitkan, itu menyesakkan, itu membuatku sendiri ingin bunuh diri. Kalau saja kekacauan ini tidak dibiarkan terjadi begitu saja sejak awal. Kalau saja perbedaan itu sudah diantisipasi sejak pertama kali mecuat ke permukaan, kalau saja keduanya bisa saling memahami dan menerima dengan lebih lapang dada, kalau saja…
Kalau saja aku tidak berada di tengah semua kerumitan ini… Kalau saja…

 
201209 ~ Black Rabbit ~

Ny. Lars – Part 3 -


Black Rabbit
" NY. LARS "
- Part 3 -

 
… Episode sebelumnya …
Walaupun Lars dan Jenny adalah bos dan anak buah, tapi di luar urusan pekerjaan mereka seperti sahabat. Tapi berapa lama Jenny bisa memendam perasaannya? Apalagi saat mengetahui jika Lars ternyata termasuk salah satu pria playboy yang memuja wanita? …

 
Lars benar-benar menceritakan apa yang dialaminya kemarin malam kepada Jenny. Bagaimana dia bertemu wanita itu, berkenalan dan merasa cocok. Untung saja Lars tidak menceritakan peristiwa diatas ranjang dengan wanita itu secara detail. Mendengar acara pendekatan dan perkenalan mereka saja sudah membuat hati Jenny ketar-ketir, apalagi kalau dia mendengar cerita intim itu, mungkin Jenny akan langsung pingsan seketika, atau berteriak karena panik dan jadi gila. Tapi untunglah itu tidak terjadi. Lars cukup bijak dengan hanya menceritakan garis besar kronologi kejadian dengan tidak menyinggung kejadian di atas ranjang sehingga Jenny bisa dengan bijak juga menanggapi ceritanya.

 
" Damn! Ternyata tuh cewek matre juga! An***ng! " Kata Lars menutup penjelasannya sambil menyentakkan tuas alat berat yang ditariknya sedari tadi. Jenny sudah tidak asing dengan kata-kata kasar yang sering dilontarkan Lars, Lars memang sering kali tidak bisa mengontrol emosinya kalau menyangkut kekecewaan atau merasa tertipu. Tapi Jenny menganggapnya sebagai kemakluman seorang sahabat. Kaum laki-laki kan biasanya agak segan berbicara kasar di depan wanita, hanya dengan sahabat-sahabatnya saja kaum laki-laki bisa berkata paling kasar sekalipun. Tapi di depan Jenny Lars sering berkata kasar, dan itu berarti Lars menganggapnya sahabat. Lars memang pernah berkata kalau dia menganggap Jenny sebagai sahabat paling karibnya saat ini. Dan Jenny tersanjung sekaligus senang, jujur saja.

 
" Bukan matre kali... Mungkin dia bener-bener mikirin mobil lo. Lagian mana mungkin dia ngelewatin cowok ganteng yang pake mobil Mercy kayak lo. Buta kali tuh cewek! " Tanggap Jenny sambil terus berlari di track mengenakan celana training putih bergaris hitam dengan baju olah raga berwarna biru yang memperlihatkan perutnya yang kecil dan kencang.

 
" Nggak tau lah! Yang jelas, gua paling benci sama cewek matre! Masa nggak ada cewek yang bener-bener suka sama gua dengan setulus hati di dunia ini? Kayak lo, gitu. Lo nggak mentingin mobil gua kan? "

 
Jenny berhenti beberapa saat, melirik ke arah Lars yang masih asik menarik tuas alat beratnya, lalu berlari lagi. Sebenarnya Jenny hanya ingin memperjelas apa yang didengarnya tadi. Apa tadi Lars memujinya? Mengatakan kalau dia bukan seperti cewek-cewek lain? Buru-buru ditenangkan hatinya yang mulai berdebar-debar, lalu menjawab dengan sedatar mungkin agar Lars tidak melihat hatinya yang gembira itu.

 
" Buat apa gua mentingin mobil lo? Nggak ada yang lebih penting dari itu? "

 
Lars tersenyum penuh kemenangan dan berhenti menarik alat tuasnya. Dia menyeringai lalu meraih handuk yang dililit disekeliling lehernya, mengelap keringatnya lalu berkata: " See? Udah gua bilang, lo tuh cewek baik-baik. "

 
Kalau mau jujur, Jenny merasa benar-benar tersanjung dengan segala pujian yang dikatakan Lars sedari tadi. Kalau saja Lars adalah pacarnya, maka saat ini Jenny pasti sudah menarik Lars kepelukannya dan menciumnya. Lalu Jenny akan mengatakan kalau dia sangat mencintai Lars sepenuh hatinya. Tapi kenyataannya, Lars hanyalah bosnya yang sangat baik sedangkan Jenny hanya asisen kepercayaannya. Jadi Jenny hanya bisa merasakan wajahnya yang panas dan saat ini pasti sudah berwarna merah semerah tomat matang yang hampir busuk.

 
Tapi tiba-tiba Lars menanyakan sesuatu yang membuat wajah merahnya berubah menjadi pucat dengan sangat cepat. Dalam sekejap kegembiraan yang dirasakannya berubah menjadi kepanikan mencari dalih yang tepat untuk menutup kebohongannya.

 
" Gimana hubungan lo sama cowok lo? Kalian masih bareng kan? Kok gua nggak pernah ngeliat lo jalan sama dia? Dia nggak pernah sekali pun ngejemput lo? " Hanya serangkaian pertanyaan ini yang ditanyakan Lars, tapi mampu dengan sangat ampuh membuat Jenny panik, boleh ditambah dengan embel-embel 'setengah mati' sebagai pelengkap kalau mau.

 
Sebenarnya Jenny tidak suka berbohong, apalagi berbohong kepada Lars. Kalau dia tidak benar-benar dalam keadaan terpaksa, Jenny tidak pernah berpikir akan berbohong kepada Lars. Tapi kebohongan yang satu ini, mau tidak mau harus diteruskan. Satu-satunya kebohongan yang harus ditutupi dengan kebohongan lain karena sampai sekarang Jenny tidak bisa menemukan jalan keluar yang tepat untuk bisa menuntaskannya. Untuk pertanyaan diatas, Jenny hanya bisa menjawab panjang. " Ba...ik. "

 
" Nggak pernah ngejemput lo? " Lars sengaja mengulang pertanyaan terakhirnya ini. Jenny hanya menggeleng. " Nggak, dia nggak bisa. Sibuk. "

 
" Tapi dia nggak marah kan kalo lo suka jalan sama gua? "

 
Jenny buru-buru menggeleng. " Nggak kok, dia nggak bakal marah. " Untunglah setelah tersenyum menanggapi gelengan paniknya Jenny, Lars melirik jam tangannya lalu beranjak. Bagi Jenny, ini mengakhiri serangan panik mendadaknya dan memberikan sedikit kesempatan kepadanya untuk bisa bernapas lega.

 
" Ok deh Jen, gua harus pergi. Hari ini gua bakal sibuk dikantor, jadi gua nggak bisa ke bengkel. Gua serahin bengkel sama lo. Ok?! "

 
" Ok deh... Bengkel lo bakal gua rantai supaya nggak lari. " Lars tersenyum lagi mendengar jawaban asal Jenny itu, lalu pergi dengan langkah tegapnya yang biasa, meninggalkan Jenny yang masih tetap memandangi punggung Lars menghilang dibalik pintu gym. Dan tebak apa hal pertama yang dilakukan Jenny setelah yakin Lars sudah menghilang dari jarak pendengarannya? Dia langsung mencari ponselnya. Nama Louise yang dicarinya di daftar nomer telepon ponselnya.

 
" Lou, gua bener-bener harus nyari cowok yang mau jadi pacar gua. "

 
" Hah? Maksud lo apa? "

 
" Lars tadi udah nanya soal cowok gua lagi. "

 
" Mangkanya, dari awal gua bilang juga apa? Lo tuh nggak perlu boong segala. Kalo lo nggak boong, mungkin sekarang lo udah bisa ngedapetin Lars. Dia kan suka sama lo Jen... "

 
" Suka apa? Dia kan suka sama gua hanya sebagai asisennya, Lou! "

 
" So what? Yang penting kan dia suka sama lo. Siapa tau suka nya itu bisa berubah jadi cinta. Berarti lo bisa jadi 'Nyonya Lars'! Ya kan? "

 
Jenny menelan ludahnya dengan susah payah saat mendengar sebutan 'Nyonya Lars' yang diucapkan Louise. Bukan karena takut atau apa, hanya saja sebutan itu adalah cita-citanya selama dua tahun terakhir ini sekaligus hal yang paling tidak meyakinkan yang pernah dia pikir akan benar-benar terjadi.

 
Louise melanjutkan perkataannya setelah dia tidak mendengar Jenny berkata apa-apa karena menelan ludah saja dia sudah sangat susah. " Jen, lo tenang aja deh, gua ada ide bagus nih. Lo mau cari cowok yang rela jadi pacar lo, kan? You'll ge it, girl. "

 
" Caranya? "

 
" Biro jodoh. Lo tinggal kasih nama, ciri-ciri, nomor telepon and it's a rap! Lo tinggal nunggu cowok-cowok ngantri buat jadi pacar lo. "

 
Jenny terkejut mendengar ide konyol Louise itu. Biro jodoh? Yang benar saja! Jenny benar-benar tidak menyangka masih saja ada orang yang mau ikut biro jodoh seperti itu. Itu kan sangat tidak zaman modern! Sekarang kan sudah abad 21, chatting sudah meraja lela tapi masih ada yang namanya biro jodoh di dunia ini? Dan Louise manyarankan Jenny untuk ikut? Itu Louise yang mengatakannya! Pasti salah. Jenny pasti salah dengar.

 
" Lou, tadi lo ngomong apa? Biro jodoh bukan? "

 
" Iya honey, biro jodoh. Disana cari pacar sama kayak nyari supir. Banyak yang mau. Gampangnya kayak main game di handphone. "

 
" Yang gua tau, cowok yang ikut biro jodoh hanya cowok tua yang nggak pernah laku sampai umurnya diatas 35 tahun, belum lagi tampangnya yang umumnya tua banget. Kesimpulannya, gua nggak mau. "

 
" Jenny sayang... Lo percaya nggak sih sama gua? Lo tau gua nggak pernah ngecewain lo kan? "

 
" Dalam hal apa? " Tanya Jenny minta penjelasan. Soalnya, selama ini Louise memang tidak pernah mengecewakannya dalam beberapa hal_terutama dalam hal perapihan alis mata Jenny_ tapi dalam beberapa hal lain, Jenny tidak bisa merasa seyakin ini. Louise mendecak pelan dengan gemas.

 
" Udah deh, Jen. Lo serahin aja semua ditangan gua. Pasti beres. Ok?! "

 
" Tapi Lou—"

 
Klik! Telepon terputus. Jenny menatap ponselnya dengan bingung, lalu mencoba menghubungi Louise lagi. Tapi malah voice mail yang menerimanya kali ini yang berarti ponsel Louise tidak aktif. Kacau! Kutuk Jenny dalam hati.

 
...Bersambung...

Questions Book ( page 40 )


Tarik napas
Hembuskan
Tutup mata
Dan rasakan darah mengalir ke otakmu
Kau kesepian, aku tahu
Emosimu sedang tidak stabil, aku juga tahu
Kemari, peluk saja aku
Sandarkan saja kepalamu di dadaku
Atau menangis saja sekalian
Kadang semua itu memang bisa membuatmu tenang
Kalau begitu lakukan saja
Tidak perlu sungkan
Itu tujuan ku hidup
Itu yang membuatku merasa lebih berarti
Aku hanya ingin kau bahagia
Melihatmu tersenyum sudah cukup bagiku
Melihat binar matamu memberi nafas bagiku
Kau dan aku saling melengkapi, itu sudah pasti
Jadi apa lagi yang perlu diragukan?
Kau bahagia, aku pun bahagia, itu sudah pasti
Jadi apa lagi yang perlu diragukan?
Biarkan saja dunia hancur
Biarkan saja manusia musnah
Tapi kau tetap milikku, hanya untukku
Aku yakini itu

 
150309 ~ Black Rabbit ~

Ny. Lars – Part 2 -


Black Rabbit
" NY. LARS "
- Part 2 -

 
… Episode sebelumnya …
Jenny yang pengangguran secara tidak sengaja berkenalan dengan Lars yang akhirnya memberinya pekerjaan dan membuat Jenny jatuh hati. Tapi setelah lebih dari dua tahun Jenny masih belum berani menyatakan perasaan kepada bosnya itu …

 
Sabtu malam itu, Lars terbangun dari tidur ayamnya dengan mata yang masih menahan kantuk, badannya lengket dengan keringat dan hanya ditutupi selimut. Lars meraih ponsel yang tergeletak diantara celana dan kemejanya yang berserakan di lantai. Diaktifkannya ponsel itu, lalu diliriknya jam di sudut monitor. 01.51 dini hari. Lars duduk di ujung tempat tidur dan melempar kembali ponselnya ke tempat semula.

 
Malam ini adalah malam ketiga yang dihabiskannya bersama seorang wanita. Untuk seorang laki-laki yang sudah cukup umur, mapan, dewasa, tampan dan kaya, ini adalah rekor yang payah. Apalagi mengingat kalau Lars adalah seorang pria yang sangat memuja sosok wanita dan yang selalu bisa mendapatkan wanita mana pun yang diinginkannya. Tapi dia bukan tipe laki-laki yang bisa menyebarkan 'kejantanannya' ke mana-mana_itu yang sering dikatakan Lars jika sedang membela diri. Dia bertekad tidak akan mudah jatuh cinta kepada sembarang wanita. Hanya wanita yang benar-benar sudah meyakinkannya bahwa dia berbeda dengan wanita-wanita lain yang dikenalnya selama ini yang bisa memenangkan hatinya.

 
Sejauh ini, wanita yang satu ini sudah berhasil meyakinkannya. Sekarang wanita itu sedang berada di dalam bath tube kamar mandi hotel, mendengarkan lagu-lagu bernada cepat melalui ear phone dan menggerak-gerakkan kaki coklat mulusnya mengikuti irama. Dari bibirnya berucap gumaman pelan yang berusaha mengikuti lagu yang didengarnya. Lars masuk menghampiri wanita itu dan lengannya yang besar merangkul wanita itu dari belakang. Wanita itu sedikit terkejut, lalu berbalik dan melepas ear phone dari telinganya dan berkata:

 
" Lars? Gua kira siapa? "

 
" Who… ? "

 
Lars merangkulnya lebih erat tapi kemudian wanita itu merenggangkan tubuhnya menjauhi Lars dan bertanya: " Lars, mobil lo nggak masuk area parkir, kan? Nggak pa-pa tuh? Mercy kan mobil mewah? "

 
" Hm… " Jawab Lars sekenanya, dia lebih berkonsentraasi untuk mencium wanita itu dari pada mencerna pendapatnya.

 
" Lars, gua serius! Kalo di curi orang gimana? "

 
" Nggak masalah. Ambil aja, gua nggak peduli. "

 
" Lars… " Wanita itu masih bersikeras dengan pendapatnya, membuat Lars memandangnya dengan kesal, lalu beranjak dan menjawab dengan ketus: " Udah gua bilang, gua nggak peduli. " Lalu dia pergi meninggalkan wanita itu sendirian di kamar mandi.

 
Wanita itu keluar dari dalam bath tube dan setelah melilit tubuhnya hanya dengan sehelai handuk, dia keluar dari kamar mandi dan bertanya lagi sambil sedikit berteriak.

 
" Gua serius, Lars! Mobil lo gimana? Mendingan lo masukin ke area parkir dulu…"

 
Lars membalikkan badan dengan sangat cepat, membuat wanita itu berhenti mendadak dan langsung terdiam. " Denger nggak apa yang gua bilang tadi? " Tanya Lars dengan sedikit mengancam. " Gua mau pulang, lo nggak usah ngehubungin gua lagi. Gua tinggalin duit di atas meja, lo bisa pulang kapan aja. "

 
" Heh! Lo kira gua pelacur apa!? " Wanita itu mulai naik pitam, tapi Lars tetap tidak perduli. Dia mengenakan pakaiannya dalam diam seolah tidak melihat ada seorang wanita berdiri di depannya dengan hanya menggunakan handuk sedang mengomelinya.

 
" Lo kenapa sih? Gua kan cuma khawatir sama mobil mewah lo itu. Lo marah? " Kata wanita itu lagi setelah tidak mendengar tanggapan apa-apa.

 
Tapi Lars diam saja. Dia mengambil ponselnya lalu keluar dari dalam kamar hotel itu tanpa mengatakan selamat tinggal atau apa. Wanita itu buru-buru menyusul Lars keluar kamar, tapi saat tersadar kalau dia tidak mengenakan apa-apa selain sehelai handuk, dia berhenti dan dengan geram berteriak: " Lars, you such a jurk! " dan membanting pintu kamarnya.

 
Ini yang dimaksudnya Lars dengan tipe wanita yang bisa membuktikan bahwa dirinya berbeda dengan wanita lain, yaitu wanita yang dapat membuktikan kalau dia tidak sama dengan wanita lain yang dikenalnya. Lars menginginkan wanita yang benar-benar peduli dengannya, yang tertarik dengan sosok seorang Lars; bukan wanita yang hanya melihatnya sebagai seorang eksekutif muda yang sukses, kaya dan memiliki mobil mewah; seperti semua wanita yang dikenalnya selama ini. Jelas wanita yang satu ini adalah tipe wanita yang seharusnya dihindari oleh Lars. Lagi-lagi ternyata dia salah menilai. Ini sudah ketiga kalinya Lars 'tidur' dengan wanita yang salah. Jatuh ke lubang yang sama untuk ketiga kalinya, benar-benar sial.

 
Lars sampai di lantai dasar hotel berbintang lima itu dan berjalan menuju mobilnya yang diparkir di pinggir jalan. Setelah masuk, dia menstarter mobilnya lalu meraih ponsel yang terdapat disaku kemeja sementara mobil mulai melaju ke jalan raya yang sepi. Lars menghubungi satu nomor, dan tak lama terdengar jawaban dari seorang wanita yang bersuara berat menahan kantuk.

 
" Ha...lo... "

 
" Jen! Ternyata dia sama aja kayak cewek-cewek lain! Sialan, sperma gua kebuang sia-sia! "

 
" Lars, please... Sekarang udah malem banget! Lo jangan minum lagi, jangan kemana-mana lagi ya... Mendingan lo pulang, entar pagi gua pasti ngedenger cerita lengkap lo. Ok?! "

 
" Ya udah... " Telepon ditutup dan Lars memutar mobilnya ke arah yang diyakininya akan membawanya pulang kerumah.
#    #    #
Akhirnya sisa malam itu dihabiskan Jenny dengan deraian air mata. Dia baru saja mendapat telepon dari bos yang sudah ditaksirnya selama bertahun-tahun, yang mengatakan bahwa dia baru saja tidur dengan seorang wanita lalu menyesalinya. Bayangkan betapa menyakitkannya hal itu! Sebenarnya ini bukan kali pertama Jenny menangisi tingkah Lars, kalau mau jujur, semenjak dia memutuskan jatuh cinta dengan Lars, air matanya sering sekali mengalir. Soalnya dia baru menyadari kenyataan yang sangat membuatnya kaget dan shock setelah benar-benar bekerja dengan Lars dan mengetahui dengan benar siapa Lars yang sebenarnya. Lars itu laki-laki playboy. Lebih tepatnya: pemuja wanita. Dia senang dengan tipe wanita seperti apa pun, dengan gaya bagaimana pun, dan dia bisa mendapatkan wanita seperti apa pun juga, kalau dia mau. Itu bisa sangat dipastikan. Jenny merasa sangat kaget saat mengetahui hal itu untuk pertama kalinya. Pasalnya, Jenny paling anti dengan tipe laki-laki yang seperti itu. Laki-laki seperti itu akan sangat mudah mematahkan hati seorang wanita, menduakan wanita, atau bahkan mempermainkan wanita sama halnya dengan bermain golf. Pokoknya, tipe laki-laki playboy adalah laki-laki yang tidak patut di dekati, apa lagi menjadi sasaran dijatuhi cinta.

 
Tapi ternyata Lars adalah tipe laki-laki seperti itu, Jenny nyaris pingsan saat mengetahuinya untuk pertama kali. Jenny terlanjur mencintai Lars. Dia juga tidak tahu bagaimana hal itu bisa terjadi, dia sendiri tidak sadar, yang jelas rasa cinta pada pandangan pertama-nya telah berubah menjadi rasa cinta dengan langkah yang mantap. Sehingga tanpa bisa dipercaya, anggapan Jenny kalau playboy itu patut di dorong ke jurang berubah menjadi suatu kewajaran. Jenny tidak keberatan kalau Lars yang playboy, bukan laki-laki lain; Jenny tidak keberatan kalau Lars yang mempermainkan wanita, termasuk mempermainkan dirinya; Jenny tidak keberatan kalau dia diduakan oleh Lars, bukan laki-laki lain. Pokoknya, rasa cinta Jenny tidak pernah hilang, sama halnya dengan kenyataan kalau Lars adalah seorang playboy yang tidak bisa dipungkiri.

 
Mau tahu kenyataan yang lebih menyakitkan lagi? Bersiap-siap saja ini akan sangat menyedihkan.

 
Ini menyangkut perasaan terpendam. Benar. Setelah sekian lama merasa sangat mengagumi bos nya yang playboy itu dan memaklumi ke-playboy-annya, tidak pernah sekali pun Jenny berani mengatakan perasaannya kepada Lars. Padahal perasaan itu sudah dipendamnya selama dua tahun lebih! Jenny tidak berani bertindak sejauh itu. Jujur saja, walaupun Jenny sudah begitu memaklumi sifat Lars yang playboy itu, dia tetap tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya kalau dia mengatakan perasaannya dan semuanya jadi berantakan. Maksudnya, bagaimana kalau Lars tidak membalas cintanya dan menolaknya? Hubungannya dengan Lars sebagai bos dan karyawan akan berubah menjadi sangat tidak enak. Dan bagaimana kalau Lars ternyata menerimanya tapi di tengah jalan Lars yang playboy itu ketahuan menduakan cinta Jenny? Lebih parah lagi. Bukan saja hubungan profesi yang akan hancur, tapi juga hubungan pertemanan mereka yang dikorbankan. Karena setelah berjalannya waktu, Jenny dan Lars bukan hanya bos dan karyawan, mereka lebih bisa dibilang seperti bos dan asistennya, asisten pribadi bisa di bilang begitu. Lars tidak pernah menganggap Jenny sebagai seorang pegawai yang dibayarnya setiap bulan_padahal memang begitu. Dia lebih menganggap Jenny seperti temannya sendiri, sehingga hubungan mereka yang sedekat itu tidak berani dipertaruhkan Jenny untuk dihancurkan dengan kata-kata cinta.

 
Lagipula, ada satu hal lagi yang membuatnya tidak berani: dia bukanlah tipe wanita yang bisa dilirik Lars. Serius. Jenny ingat betul seorang wanita yang pertama kali dikenalkan Lars kepada Jenny sebagai pacarnya. Wanita itu tinggi semampai, dengan rambut berombak yang bagus sekali, dan wajah yang nyaris seperti barbie. Pokoknya, kalau dibandingkan dengan Jenny, sangat jauh berbeda. Begitu juga dengan wanita-wanita lain yang sempat dekat dengan Lars selama dua tahun ini, semuanya wanita-wanita yang pastinya punya jadwal perawatan tetap disalon paling mahal, bukan Jenny.

 
Jenny berjalan kearah cermin besar dipojok kamarnya dan memandangi bayangannya di cermin. Apa sih yang kurang di diri gua? Tanya Jenny di dalam hati. Kecuali matanya yang sembab dan sedikit bengkak, juga dadanya yang hanya berukuran 35 B, semuanya kelihatan baik-baik saja. Paling tidak begitu menurutnya. Rambut lurusnya tergerai hingga ke bahu dengan alami selaras dengan wajah ovalnya yang mulus. Bibirnya tipis tapi penuh, hidungnya sedikit mancung, matanya coklat dan sedikit besar, alisnya melengkung sempurna_hasil pemerataan Louise, sahabatnya. Sementara itu, tubuhnya langsing dengan berat badan ideal, sesuai dengan tingginya yang 171 cm. Kulitnya mulus berwarna putih pucat, dan betis juga pahanya kecil dan kencang berkat latihan gym bersama Lars. Sebenarnya latihan gym itu diikuti Jenny semata-mata hanya karena Lars yang memintanya. Mengingat bahwa kesempatan itu memberikan akses yang lebih sering untuk Jenny bersama dengan Lars yang dikaguminya, dia menyetujuinya saat itu juga. Dia tidak menyangka bahwa ketidak sengajaannya membawa hasil yang lumayan.

 
Jenny menghela napas lagi lalu kembali duduk di ujung tempat tidurnya. Gimanapun penampilan gua, kayaknya Lars tetep nggak bakal ngelirik gua, Jenny meratap di dalam hati dengan sangat merana. Dia menutupi wajah dengan kedua tangannya dan mulai menangis lagi.
Belum sempat Jenny menangis tersedu-sedu lebih lama lagi, tiba-tiba ponselnya berbunyi. Sebuah pesan masuk, dan itu dari Lars. Buru-buru dibukanya pesan itu. Pesannya tertulis seperti ini:

 
Jen, ini Lars. Kita ketemu di gym pagi ini jam 6. Ok!

 
Hanya pesan sesingkat itu yang ditulis Lars, tapi percaya atau tidak, hanya dengan pesan itu saja bisa membuat Jenny begitu gembira dan langsung kembali tersenyum setelah menangis tersedu-sedu tadi. Kekuatan cinta benar-benar ajaib ya!

 

...Bersambung...

Questions Book ( page 38 )


Ini semua adalah bintang kita
Bukan hati, karena hati kita hanya ada dua
Satu hatimu milikku dan satu hatiku milikmu

 
Ini semua adalah bintang kita
Yang melambangkan semua harapan kita
Yang bertambah dan selalu kita jalani setiap hari

 
Ini semua adalah bintang kita
Dengan segala bentuk, ukuran dan cacatnya
Bagaikan jalinan kita yang berbeda setiap hari

 
Ini semua adalah bintang kita
Yang bersinar dengan terang milik kita sendiri
Dan menyilaukan hati semua orang.

 
010110 ~ Black Rabbit ~

Ny. Lars – Part 1 -


Black Rabbit
" NY. LARS "
- Part 1 -

 
" My love ... there's only you in my life... "

 
Bulan Februari baru saja dijelang, tapi lagu-lagu bertema cinta sudah berkumandang dimana-mana dan dekorasi bertema senada terlihat di sepanjang jalan; termasuk di supermarket yang sedang Jenny datangi. Para pelayannya mengenakan celemek bergambar hati dan terdapat berbagai macam coklat yang ditawarkan dengan harga bersaing dan bentuk yang lucu-lucu. Ini semua untuk menyambut perayaan Valentine yang sudah di depan mata. Semua orang mulai sibuk mencari kado apa yang tepat untuk diberikan kepada kekasihnya; coklat saja atau ditambah sebuah boneka teddy bear, coklat dengan bunga, atau sesuatu yang lebih manis dari itu. Bahkan bukan hanya kepada kekasih saja, semua orang akan sibuk mencari kado apa yang tepat untuk diberikan kepada orang tua, kakak atau adik mereka, bahkan keponakan sekalipun.

 
Tapi Jenny tidak segembira dan seantusias itu menyambut perayaan Valentine kali ini seperti orang lain. Saat ini dia sedang berada di supermarket, berbelanja sambil meratapi nasibnya yang baru saja kehilangan pekerjaan. Tepatnya dua minggu yang lalu, Jenny baru saja kehilangan pekerjaannya sebagai seorang resepsionis di salah satu hotel yang cukup terkenal. Setelah tiga bulan masa percobaan, dan saat Jenny merasa kalau dia sudah mulai bisa betah dipekerjaan ini, managernya malah memecatnya dengan alasan bahwa kinerjanya tidak sesuai dengan yang diharapkan sang manager. Padahal Jenny yakin betul kalau sebenarnya Pak manager lebih memilih Susi yang seksi dan genit itu dari pada dia yang sebenarnya lebih giat bekerja. Yah, Jenny hanya bisa menghela napas saja dan berusaha mencari pekerjaan yang lebih baik lagi dari pada menjadi resepsionis yang dikalahkan oleh seorang perempuan genit dan seksi yang tanpa otak.

 
Yang membuat usaha Jenny untuk bisa melewatkan bulan ini dengan lebih optimis menjadi kandas adalah kenyataan kalau ini adalah bulan Februari, bulan penuh cinta, bulan yang diperuntukkan khusus untuk orang-orang yang mempunyai pasangan. Dan bagi orang-orang yang tidak mempunyai pasangan_seperti Jenny_maka bersiaplah untuk gigit jari dan merasa lebih nelangsa dari pada sebelumnya. Sudah setengah tahun Jenny tidak didampingi pasangan. Awalnya dia enjoy-enjoy saya, soalnya pikirannya sedikit teralihkan saat dia sedang serius-seriusnya mengurusi pekerjaan barunya. Tapi saat sekarang dia sudah tidak mempunyai pekerjaan lagi, tidak mempunyai pacar adalah kesengsaraan tambahan yang membuatnya makin merasa terpuruk. Jadi sudah bisa dipastikan kalau tahun ini hari Valentine akan dilewatinya tanpa pacar, ditambah tanpa pekerjaan yang berarti tanpa uang. Sempurna.

 
Kembali kepada Jenny yang sedang berada di sebuah supermarket, sendirian dan sedang menghela napas panjang sekali sambil mencoba untuk tidak mengingat bahwa jumlah rekening bank nya semakin menipis. Dia memang hidup sendirian, jadi semua biaya hidup juga ditanggungnya sendiri. Tadinya , keputusan untuk hidup sendirian ini memang diputuskannya saat dia mendapatkan pekerjaan, dengan perhitungan setiap bulan gaji yang diterimanya akan cukup untuk menghidupi_paling tidak_dirinya sendiri. Tapi saat pekerjaan sudah tidak dipunyai lagi, maka tidak akan ada yang bisa memberinya uang untuk menghidupi dirinya sendiri, sehingga tabungan yang selama ini sudah mati-matian dipertahankan agar tidak dipakai harus dibobol juga. Pernah terpikirkan oleh Jenny untuk meminta bantuan kedua orang tuanya yang sudah tinggal terpisah itu, tapi harga dirinya lebih tinggi dari pada niat itu.

 
Jenny masih saja melamun sambil mendorong troli belanjaannya dari satu gang ke gang lainnya. Pikirannya melayang kembali ke buku tabungannya yang semakin menipis. Dan tiba-tiba seseorang menabrak punggungnya, membuat Jenny terjungkal dan hampir saja masuk ke dalam trolinya sendiri. Secepat kilat dia mengembalikan keseimbangan tubuhnya dan langsung berbalik untuk melihat siapa gerangan sang penabrak yang akan menerima omelan panjangnya. Tapi saat melihat sang penabrak itu, dia malah diam. Yang menabraknya adalah seorang laki-laki, tampan_jujur saja, berumur sekitar 25 tahun_lebih tua darinya, bertubuh jangkung dan berkulit putih, rambutnya sedikit gondrong dan matanya tajam seperti elang. Intinya, laki-laki ini ganteng bukan main, dan Jenny... bisa dikatakan: jatuh cinta pada pandangan pertama.

 
" Sorry-sorry... " Kata laki-laki itu duluan sambil memasang tampang menyesal yang tetap saja membuat semua wanita mau mengampuninya walaupun dia membuat kesalahan yang lebih besar dari pada sekedar menabrak Jenny.

 
" Nggak pa-pa kok. " Gila, ini cowok ganteng banget! Jawab Jenny sambil berteriak dalam hati dan berharap bisa melihat wajah laki-laki ini lebih lama. Tapi Jenny tidak bisa menatap wajah laki-laki ini lebih lama, karena setelah meyakinkan kalau Jenny tidak apa-apa dan tidak marah, laki-laki itu beranjak pergi sambil berkata lagi: " Sekali lagi, sorry ya! "

 
Jenny mengangguk dan berbalik melanjutkan perjalanannya yang sempat terhenti tadi sambil sedikit menyayangkan tidak ada nasib bagus yang bisa membuatnya berkenalan dengan laki-laki itu.

 
Tapi tenyata pertemuan dengan laki-laki itu tidak hanya sampai disitu saja. Beberapa hari berikutnya saat Jenny pergi ke supermarket yang sama, lagi-lagi tanpa sengaja dia bertemu lagi dengan laki-laki ganteng itu. Kali ini memang tidak ada moment bertabrakan lagi, tapi mereka hanya saling bertatapan dan saling tersenyum karena sama-sama saling ingat kalau mereka pernah bertemu. Kejadian ini sempat berulang beberapa kali dan mereka tetap hanya bertukar senyum. Sampai suatu saat, di supermarket yang sama saat Jenny hendak mengambil sebotol juice yang hanya tinggal satu-satunya di atas rak, dia bertemu tangan dengan orang yang ternyata ingin mengambil botol juice yang sama, dan saat melihat wajah orang itu, Jenny melihat wajah ganteng yang sama sedang melihat dengan sama terkejutnya kearah Jenny. Jenny buru-buru menarik tangannya, begitu juga dengan laki-laki itu dan mereka berdua berkata refleks bersamaan: " Sorry ". Terkejut mendengar seruan yang sama, mereka saling menatap lagi dan sama-sama tersenyum.

 
" Lo aja yang ambil, gua nggak terlalu butuh, kok. " Kata laki-laki itu setelah tersenyum.

 
" Nggak, lo aja. Gua juga nggak terlalu butuh. " Jawab Jenny, merasa tidak enak.
" Nggak lo aja, beneran, gua bener-bener nggak butuh. " Kata laki-laki itu lagi. Kali ini dia memberikan botol juice itu ke tangan Jenny dan tersenyum lagi. Jenny tidak bisa berkata apa-apa lagi sehingga dia hanya bisa kembali tersenyum dan berkata: " Thank's. "

 
" Kayaknya kita selalu nggak sengaja ketemu, ya. Kenalin, gua Lars. " Laki-laki yang mengaku bernama Lars itu mengulurkan tangannya pada saat Jenny tidak menyangka kalau dia mengajak berkenalan terlebih dahulu, jadi saat mendengar laki-laki itu berkata seperti tadi otak Jenny sempat berhenti berpikir sejenak karena terlalu kaget. Dia buru-buru memasukkan botol juicenya ke dalam troli dan menyambut uluran tangan laki-laki itu. " Jenny. " Katanya sambil tersenyum.

 
Obrolan berkembang secepat yang tidak bisa Jenny bayangkan. Mereka terus mengobrol, menanyakan pekerjaan masing-masing, menanyakan keluarga masing-masing, bahkan saling menanyakan pendapat minyak goreng mana yang lebih bagus, atau kaldu mana yang lebih asli. Sampai akhirnya mereka tidak canggung lagi untuk menanyakan nomor telepon masing-masing. Tidak bisa dibayangkan bagaimana senangnya Jenny bisa berkenalan dengan seorang laki-laki ganteng yang bisa mengobrol panjang lebar dengannya tanpa dia sendiri merasa risih. Ini kejadian langka, dan Jenny terheran-heran bagaimana hal ini bisa terjadi dengan mudahnya. Mereka berpisah setelah masing-masing sampai di depan kasir dan siap membayar belanjaan mereka. Lars sempat berjanji untuk menelepon Jenny sebelum mereka berpisah, dan Jenny langsung tidak sabar menunggu waktu itu walaupun Lars belum hilang dari pandangannya.

 
Tapi ternyata tidak.

 
Waktu itu tidak datang secepat yang Jenny harapkan. Satu hari, dua hari, satu minggu, dua minggu; Lars belum juga meneleponnya. Jenny sudah sangat putus asa. Dia terpaksa harus menelan kenyataan bulat-bulat bahwa ternyata Lars tidak akan pernah meneleponnya. Mungkin Lars tidak benar-benar tertarik dengannya, mungkin Lars merasa tidak perlu menelepon Jenny karena ternyata pertemuan mereka hanya pertemuan biasa, tidak ada pertemuan istimewa yang harus ditindak lanjuti dengan acara telepon-menelepon.

 
Waktu tetap bergulir baik Jenny mau atau tidak mau, dan tidak terasa hari Valentine tiba juga. Dia baru saja pulang dari bank setelah mengecek tabungannya yang sekarang sudah benar-benar berkurang. Pintu depan dibuka, dan langkah kaki pertamanya baru saja selesai saat tiba-tiba ponselnya berdering. Nama Lars yang tertera di layar ponselnya dan Jenny hampir saja berteriak sangkin senangnya. Akhirnya si ganteng itu telepon juga! Jeritnya dalam hati. Buru-buru dijawabnya telepon itu dan terdengar suara Lars yang bahkan lebih merdu dari pada yang Jenny bayangkan. Mereka mengobrol sama serunya seperti saat mereka pertama kali mengobrol waktu itu. Dan percakapan itu berakhir dengan sesuatu yang sangat tidak terbayangkan sebelumnya. Lars menawarinya pekerjaan. Iya! Jenny saja awalnya mengira kalau Lars tidak serius dengan perkataannya, tapi ternyata dia benar-benar serius. 150% serius, begitu kata Lars. Dan tentu saja Jenny menerimanya. Maksudnya, tidak mungkin dia akan menolak kesempatan yang sangat bagus seperti itu. Uang tabungannya yang nyaris habis itu akan terisi lagi, dia bisa bersama dengan Lars yang ganteng itu dan tentu saja dia tidak akan menjadi seorang pengangguran lagi. Tiga hal dapat diselesaikan dalam satu keputusan hanya oleh seorang Lars, dia benar-benar hebat. Bahkan masalah percintaan Jenny pun dapat diselesaikan saat itu juga, karena setelah resminya Jenny bekerja bersama Lars, maka dengan itu resmi jugalah perasaan Jenny: dia akan mengejar bos nya dan bercita-cita untuk bisa berpacaran dengan Lars. Siapa tahu dia malah bisa menjadi istri Lars, mereka akan sangat cocok sekali. Ny. Lars, sebutan yang bagus kan?

 
Jadi, mulai saat itu Jenny melewati hari-harinya dengan hal baru yang membuatnya sangat bersemangat, penuh warna, cinta, perjuangan dan air mata, sehingga dua tahun lewat bagaikan dua hari saja...

 

…Bersambung…

Questions Book ( page 37 )


Jika kakiku akan melangkah
Maka aku akan melompat
Aku gelap
Aku terang
Jika sayapku ingin mengepak
Maka aku akan berjalan saja
Aku kiri
Aku kanan
Lucifer adalah aku
Menikam aku tertawa
Menusuk aku terkikik
Membunuh aku tersenyum
Melukai aku hidup
Malaikat adalah diriku
Mengepak sayap menabur benih
Memiliki cahaya bagaikan pupuk
Menumbuhkan dahan melalui senyum
Tapi kiri kanan membutakanku
Gelap terang musuhku
Lucifer dan malaikat mengkhianatiku
Aku tengah
Abu-abuku merata
Tanduk dan sayapku menyatu
Kejahatan menghidupiku
Kebaikan memapahku
Labil.

 
110206 ~ Black Rabbit ~

Questions Book ( page 36 )


Hasrat dan keinginan
Seperti dua buah kata baru di dalam kamusku
Layaknya bahasa asing
Yang begitu membingungkan
Tapi sekaligus mampu menerangkan semuanya
Kadua kata yang dianggap rasa itu begitu menguasaiku
Tanpa mampu ku tinggalkan sedikitpun atau bahkan untuk sekedar memilih
Kenapa manusia memiliki begitu banyak keinginan?
Kenapa hasrat tak pernah mencoba berhenti untuk menjerat?
Keduanya begitu menggiurkan
Bahkan keputusanku kelihatan absurd
Dan bagaimana dengan kebutuhanku?
Kebutuhan untuk merasa lengkap
Kebutuhan untuk menjadi sempurna
Kebutuhan untuk membuat lega
Semuanya membuatku merasa selalu haus
Sehingga kesempurnaan hanya berupa kelegaan sesaat yang malah berakhir dengan kehausan lain
Yang antri dengan begitu tenang tapi sabar, pasti dan tepat sasaran
Jadi jalan mana yang harus ku lewati?
Rasa mana yang harus kupilih?
Sisi mana yang harus ku puaskan lebih dulu?
Jika aku malah memilih keduanya, ketiganya, keseluruhannya?
Tuduh aku serakah
Hujat aku egois
Anggap aku penjahat pikiran
Tapi keputusanku adalah kartu matiku
Diriku sendiri yang bisa memastikan apa aku akan memilih pahit, manis, asin atau bahkan hambar bagi lidahku sendiri
Bukankah julukanku adalah gadis bodoh?

 
071208 ~ Black Rabbit ~