IRON MAN 3


Apa yang kalian harapkan dari film superhero yang menampilkan tokoh yang sama untuk ketiga kalinya di bioskop? Sebuah prekuel mungkin? Atau sebuah sekuel lain yang menampilkan musuh yang jauh lebih kuat atau jauh lebih terkenal dari pada dua film sebelumnya? Well, kurang lebih pertanyaan semacam inilah yang memenuhi otak saya saat mendengar bahwa salah satu film superhero jebolan Marvel, Iron Man, akan dirilis pada akhir bulan April ini.
Film yang kali ini disutradarai oleh Shane Black yang sebelumnya menyutradarai Kiss Kiss Bang Bang pada tahun 2005 ini masih menceritakan kisah seputar Tony Stark (Robert Downey Jr.) dengan alter egonya sebagai Iron Man. Pada film ketiga ini, Tony mengalami hubungan yang tidak terlalu harmonis dengan kekasih/assistentnya, Virginia ‘Pepper’ Potts (Gwyneth Paltrow) karena Tony terlalu berlebihan mengurusi armor-armornya. Walaupun pada akhirnya Tony malah menjadikan Pepper sebagai CEO Stark Industries tapi Pepper tetap merasa Tony masih kurang memperhatikannya.
Sementara itu, Tony dihadapkan oleh kesalahan masa lalunya di mana pada penghujung tahun 1999 lalu dia dengan seenaknya membuat seorang penemu bernama Aldrich Killian (Guy Pearce) menunggu di atas gedung hotel yang dingin pada malam tahun baru sendirian. Tadinya Tony mengatakan bahwa dia berniat mendanai penelitian yang dilakukan Aldrich, tapi Tony malah menghabiskan waktu dengan Dr. Maya Hansen (Rebecca Hall) yang merupakan seorang Botanis. Merasa sakit hati karena tidak ditanggapi, Aldrich berusaha mengembangkan penelitiannya sendiri dan bertahun-tahun kemudian datang ke Stark Industries untuk ‘membalas dendam’ dengan menawarkan penelitiannya lagi kepada Pepper yang merupakan CEO baru di perusahaan besar itu. Tidak disangka bahwa ternyata sebelumnya Pepper dan Aldrich pernah menjalin hubungan.
Di lain pihak, sebuah terror terjadi dalam pemerintahan Amerika. Seseorang yang mengaku bernama Mandarin (Ben Kingsley), meng-hack semua stasiun televisi dan menyiarkan aksi terorisme yang dilakukannya untuk mengancam Presiden Ellis. Semua pemboman yang dilakukan Mandarin merupakan pemboman yang tidak biasa karena keberadaan bom tersebut tidak bisa terdeteksi dan tidak ada jejak yang ditinggalkan selain bayangan hitam para korban yang seolah lenyap ditelan api bersuhu 3000°C. Kemudian Mandarin berhasil menjebak Col. James Rhodes (Don Cheadle) yang digunakan pemerintah Amerika sebagai Iron Patriot/War Machine dan menangkapnya lalu menggunakan armor itu untuk menculik Presiden Ellis yang sedang berada di dalam Air Force One. Aksi terror Mandarin tidak hanya sampai di situ. Dilatarbelakangi dengan kekesalan Tony karena salah satu bodyguard paling setianya menjadi korban bom misterius itu, Tony dengan penuh emosi menantang Mandarin untuk mendatangi alamatnya sehingga dia ‘dihadiahi’ penyerbuan besar-besaran yang mengakibatkan rumah Tony beserta isinya hancur berantakan.
Apakah yang akan terjadi selanjutnya? Apakah kali ini Iron Man akan benar-benar berakhir? Dan bagaimana hubungannya dengan Pepper? Dan juga bagaimana nasib Presiden Ellis yang disandera oleh Mandarin?
Sebelum saya melanjutkan untuk ‘membedah’ film ini, perlu saya kabarkan bahwa sebelum menonton film ini di bioskop, sebuah stasiun televisi sudah sangat baik hati menayangkan dua film Iron Man sebelumnya berturut-turut sehingga otak saya merasa disegarkan kembali. Dan otomatis akan lebih mudah bagi saya untuk membandingkan film terbaru dengan kedua film sebelumnya. Jadi, bersiap-siap saja yah, pembedahan saya kali ini sepertinya akan cukup ‘menyakitkan’. Hohohohoho…. *evil laugh*
Oke, dari mana saya harus memulai? Oh, seperti biasa, saya akan mulai dengan membedah ceritanya terlebih dahulu. Dan satu kata untuk film Iron Man 3 kali ini: kacau. Ide cerita mengenai terorisme sebenarnya merupakan ide yang menarik, tapi bumbu dendam pribadi yang ditambahkan malah membuat ceritanya bertambah aneh. Alurnya kacau, kadang melompat-lompat ke sana kemari. Terlalu banyak adegan kebetulan, juga penuh dengan joke yang sama dengan dua film sebelumnya sehingga terasa basi. Dialognya tidak terlalu mudah dimengerti. Bayangkan jika kalian tidak diingatkan kembali pada dua film sebelumnya sementara cukup banyak unsur joke atau dialog yang berkaitan dengan kedua film tersebut tapi tidak mendapatkan penjelasan yang cukup. Saya rasa penonton akan cukup bingung dibuatnya. Juga cerita yang cukup rumit ini membuat film ini tidak cocok bagi anak-anak.
Tokoh yang dihadirkan terlalu banyak sehingga karakter masing-masing tokoh tidak bisa tergali dengan baik. Walau begitu, seperti biasa, animasinya masih patut diacungi jempol. Tapi beberapa armor tambahan hanya mampu memukau saya sebentar saja dan akhirnya terlupakan. Dan apa yang terjadi dengan tokoh antagonisnya?! Aduh, saya berusaha untuk tidak memberi terlalu banyak spoiler di sini, tapi saya tidak tahan untuk tidak menjerit tentang hal ini: KENAPA MANDARIN MENJADI SEPERTI ITU?!?! Memang saya tidak terlalu kenal sosok Mandarin sebelumnya, saya hanya tahu bahwa Mandarin adalah tokoh antagonis utama dalam komik Iron Man. Dengan begitu, saya kira tokoh ini akan begitu memukau, tapi ternyata…. Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa acting Ben Kingsley tidak bagus, malah menurut saya actingnyalah yang paling memukau di sini. Tapi, sekali lagi, kenapa Mandarin jadi seperti itu, sih?!?!?!
Belum lagi, menurut saya, endingnya terlalu memaksakan dan tidak masuk akal. Ada begitu banyak pertanyaan yang menggantung di dalam hati dan tidak ada perasaan puas saat film ini selesai saya tonton. Oh iya, jika kisah para tokoh superhero Marvel ini diurutkan, maka Iron Man 3 seharusnya merupakan kisah kelanjutan setelah kisah The Avenger terjadi. Ini bisa dibuktikan dengan sedikit trauma yang dirasakan Tony Stark di film ini, walaupun mungkin fakta ini tidak bisa ditangkap penonton dengan mudah. Tapi kok, Tony sama sekali tidak menyinggung mengenai superhero yang lain? Atau bahkan nama salah satu tokoh The Avenger pun tidak. Bahkan S.H.I.E.L.D pun berperan sangat sedikit di film ini. Itu merupakan salah satu pertanyaan yang tidak saya temukan jawabannya bahkan setelah film ini selesai.
Mungkin sebelumnya saya terlalu banyak berekspektasi pada film ini. Atau mungkin saya sudah terlalu banyak mendapat beberapa bocoran adegan kerennya melalui berbagai preview dan iklan yang beredar sehingga akhirnya saat saya menonton adegan itu secara langsung, tidak ada lagi sensasi takjub yang saya rasakan. Dan yang lebih disayangkan lagi, ternyata tidak ada adegan wow lain yang disisakan untuk bisa memukau penonton lagi.
Mohon maaf untuk para penggemar Iron Man yang membaca review saya kali ini, tapi dengan sangat terpaksa saya hanya memberika dua setengah dari lima bintang untuk film ini. Eit, jangan marah-marah dulu. Saya juga termasuk salah satu fans Iron Man dan Robert Downey Jr. tapi saya tetap harus menilai secara objectif dan seperti inilah penilaian saya. Yah, sebagai tambahan saja nih, partner saya sampai mengatakan kalau di film Superman berikutnya tokoh Lex Luthor yang merupakan antagonis utama mendapatkan nasib yang sama dengan Mandarin, dia akan ‘membunuh’ sutradaranya. Sebagai penggemar berat Superman sekaligus Lex Luthor, saya rasa dia cukup serius :D.

THE TWO RINGS 1st PARAGRAPH


My name is Caraveena, twenty-years-old girl with curls wavy long hair, dazzling brown eyes, and an expression that people say as God's most perfect sculpture. That means I’m pretty. Well, it’s because I was one of Malaveena and Antonius Veena’s daughter, a pair of legendary sorcerers who is not only known for their position at the Government but also with their position at society. They were very amazed and respected by all the peoples who lives at Merlin. But no matter how famous they are, my parents can’t resist to have a daughter like me, because I do not like my eldest brother or my little sister, nor like all sorcerers in this town. I’m not a sorcerer, I’m an oracle.

please visit our link at goodreads here: http://www.goodreads.com/book/show/13496819-the-two-rings

OBLIVION


Ternyata film mengenai bumi setelah ‘kiamat’ memang sedang menjadi tema yang banyak dipakai saat ini, yah. Buktinya setelah the Host dan Cloud Atlas, bahkan film terbaru Will Smith akan datang yang berjudul After Earth mengambil tema yang sama, yaitu: post apocalyptic, masa di mana kemanusiaan di bumi terancam musnah karena sebuah kejadian, entah itu penyerangan alien, bencana alam, perang nuklir atau penyebaran virus dan lain sebagainya. Nah, film terbarunya Tom Cruise ini menggunakan tema yang sama.
Kisah film yang berdurasi cukup singkat (hanya 124 menit) ini terjadi sekitar tahun 2077. Enam puluh tahun yang lalu, bulan diserang oleh sekelompok alien pemakan bangkai yang dikenal dengan sebutan Scavengers (Scavs). Keadaan bulan yang hancur itu mempengaruhi bumi, di mana dengan tidak adanya bulan, bumi mengalami serangkaian tsunami, gempa bumi dan berbagai bencana alam lain yang nyaris menghancurkan bumi itu sendiri. Segelintir manusia yang selamat mengungsi ke planet Titan, salah satu satelit planet Saturnus. Sementara itu, enam puluh tahun kemudian, bumi hanya dihuni oleh beberapa orang yang bertugas untuk mengawasi para robot yang menjaga beberapa mesin tambang. Mesin-mesin itu berfungsi untuk menyedot air laut yang akan digunakan di planet Titan. Semua robot dan mesin-mesin itu berada di bawah kendali sebuah stasiun luar angkasa bernama ‘The Tet’ yang mengorbit bumi menggantikan bulan.
Jack Harper (Tom Cruise) adalah salah seorang teknisi yang bertugas di Sky Tower 49 bersama Victoria Olsen (Andrea Riseborough). Tugas mereka adalah memperbaiki para robot pengawas yang rusak dan juga mencari berbagai robot yang hilang atas perintah Sally (Mellisa Leo) yang ada di The Tet. Hubungan mereka begitu dekat sehingga mereka terlibat jalinan asmara, tapi ternyata cita-cita mereka bertolak belakang. Sementara Victoria sudah sangat tidak sabar untuk kembali ke ‘rumah’ di planet Titan dalam dua minggu lagi, Jack malah merasa ragu. Walaupun sudah akan hancur, Jack merasa bahwa bumi tetaplah tanah airnya.
Selama berkeliling untuk mencari para robot yang rusak atau hilang, Jack sering kali menemukan berbagai benda yang mengingatkannya kepada kehidupan di bumi pada masa lalu. Semua barang-barang itu dia simpan di sebuah kabin yang dibangun di lembah hijau yang tidak sengaja dia temukan. Selain itu, beberapa waktu belakangan Jack mendapatkan mimpi aneh mengenai seorang wanita. Walaupun Jack sadar ingatan tentang masa lalunya dihapus guna kepentingan misi yang sedang ditugaskan kepadanya dan Victoria, tapi Jack merasa wanita itu sangat penting baginya walaupun dia tidak bisa mengingat siapa wanita itu.
Suatu ketika sebuah benda luar angkasa jatuh ke area 17 di mana sebelumnya area tersebut dicurigai ada hubungannya dengan para Scavs. Walaupun sudah dilarang, Jack tetap mendatangi tempat itu untuk mencari tahu dan menemukan sebuah pesawat luar angkasa yang mengangkut beberapa manusia yang tertidur di dalam cryo-pods selama enam puluh tahun. Dan ternyata salah satu korban yang selamat adalah seorang wanita yang selama ini datang ke dalam mimpi Jack. Jack memutuskan untuk membawa wanita itu kembali ke Sky Tower 49 dan bertemu dengan Victoria. Tapi betapa kagetnya Jack karena saat wanita bernama Julia Rusakova (Olga Kurylenko) itu sadar, dia mengaku sebagai istri Jack.
Masalah yang harus dihadapi Jack makin rumit ketika dia tertangkap oleh sekelompok Scavs yang ternyata adalah kelompok manusia yang berhasil bertahan hidup di bumi. Tapi bukannya ingin bergabung dengan manusia lain di planet Titan, mereka malah ingin memberontak dan menghancurkan The Tet. Jack semakin bingung tujuh keliling mana kala para Scavs yang dipimpin oleh Malcolm Beech (Morgan Freeman) menceritakan hal yang bertolak belakang dengan apa yang dipercayai dan diketahuinya mengenai The Tet selama ini. Informasi dari manakah yang harus Jack percayai? Dan benarkah Julia adalah istrinya?
Memang yah, tema yang dipakai untuk berbagai film boleh saja sama, tapi jika disajikan dengan berbeda akan menghasilkan film yang sangat layak ditonton dan sama sekali tidak membosankan. Menurut saya, film Oblivion ini bisa termasuk dalam film kategori ini. Walaupun menggunakan tema yang sedang ‘in’ saat ini, tapi cara penyajian ceritanya dibuat dengan unik. Bukannya menceritakan kisah dari sisi tokoh protagonist seperti yang biasa dilakukan para pembuat film pada umumnya, sang sutradara yang juga merupakan penulis naskah, Joseph Kosinski, memutuskan untuk menceritakan kisah ini dari sudut pandang kaki tangan tokoh antagonis.
Tom Cruise memang selalu memilih cerita yang tidak biasa untuk dia bintangi dan saya sangat salut dengan kemampuannya membaca cerita dan melihat peluang unik itu. Hampir setiap film yang dibintanginya memiliki karakter cerita tersendiri yang tidak biasa tapi menarik. Dan aktingnya pun tidak perlu diragukan lagi. Begitu pula dengan acting para pemeran lainnya yang tidak kalah bermutu, membuat film ini semakin sayang untuk dilewatkan.
Awal cerita memang bergulir dengan cukup banyak teka-teki yang belum terpecahkan dan cukup membuat bingung, tapi tenang saja, pada akhir cerita semua pertanyaan akan terjawab PLUS dengan ending yang tidak terduga-duga. Sinematografinya juga indah, grafisnya pun memanjakan mata dan adegan aksinya cukup mendebarkan. Dengan cerita yang kuat dan para pemeran yang mumpuni, saya nyaris tidak bisa menemukan kekurangan pada film ini.
Saya memberikan empat dari lima bintang untuk film ini. Dan bagi kalian penggemar Tom Cruise yang juga menyukai film bergenre scince fiction, jangan lewatkan film ini. Pokoknya jangan! (^_^)


CLOUD ATLAS


Pada review film saya sebelumnya, saya mengutip quote dari partner saya yang mengatakan: “Film bukan hanya dilihat dari segi actionnya saja, tapi juga dari segi cerita.” Dan ternyata pada film berikut yang saya tonton bersama partner saya itu, hal ini terbukti.
Weekend kemarin kami memutuskan untuk menonton Cloud Atlas, sebuah film dengan multiple sutradara, multiple stories, multiple era dan multiple plot. Film berdurasi 171 menit yang diadaptasi dari sebuah novel buah karya David Mitchell dengan judul yang sama ini disutradarai oleh dua bersaudara Lana dan Andy Wachowski yang sudah terbukti sangat sukses menyajikan trilogy The Matrix yang fenomenal. Dan bukan hanya Wachowski bersaudara saja, tapi kursi penyutradaraan juga disandangkan pada Tom Tykwer, seorang sutradara asal Jerman yang juga sukses menyutradarai berbagai film, termasuk Run Lolla Run dan Perfume: The Story of a Murderer yang dipuji banyak kritikus.
Film ini menceritakan enam kisah yang berbeda di mana keenam kisah tersebut terjadi pada era yang berbeda dengan tokoh yang berbeda pula. Berikut saya coba jabarkan kisahnya satu per satu.
Pertama, kisah yang terjadi pada tahun 1849. Seorang pengacara yang berasal dari San Fransisco bernama Adam Ewing (Jim Sturgess) melakukan perjalanan bisnis ke Chatham Island sebagai utusan ayah mertuanya, Haskell Moore (Hugo Weaving). Tapi dalam perjalanannya dia tidak sengaja meyaksikan penyiksaan terhadap seorang budak bernama Autua (David Gyasi) yang membuatnya pingsan. Dr. Henry Goose (Tom Hanks) berusaha menolong Adam dengan mengatakan bahwa dia terserang penyakit dari sebuah cacing di tubuhnya. Padahal Dr. Hendry hanyalah seorang pembohong yang meracuninya dengan perlahan untuk mendapatkan kekayaan Adam. Sementara itu dalam perjalanan kembali ke San Fransisco dengan keadaan yang tidak sehat, Adam bertemu lagi dengan Autua. Sang budak menjadi penumpang gelap di kapal itu dalam usahanya melarikan diri dari perbudakan. Saat Ewing mengetahui keberadaannya, sang budak memintanya untuk membujuk kapten kapal agar tidak melemparkannya ke laut karena sudah berani menjadi penumpang gelap. Tanpa disengaja Adam berhasil meyakinkan kapten kapal yang ternyata merupakan keputusan yang tepat karena Autua akan berperan sangat penting dalam hidupnya.
Kisah kedua terjadi pada tahun 1936 yang menceritakan mengenai kisah seorang musisi Inggris biseksual miskin bernama Robert Forbisher (Ben Whishaw). Dia memutuskan untuk meninggalkan kekasihnya, Rufus Sixsmith (James D’Arcy) dan bekerja para seorang composer tua bernama Vyvyan Ayrs (Jim Broadbent). Sambil bekerja membantu Vyvyan dalam menciptakan berbagai music, Robert berharap suatu saat dia akan bisa membuat musicnya sendiri. Dan kerja kerasnya itu akhirnya membuahkan hasil. Robert berhasil menciptakan sebuah simfoni yang dia beri judul ‘Cloud Atlas Sextet’. Mengetahui keberhasilan anak buahnya, Vyvyan tidak terima dan  menuntut namanya ikut dicantumkan sebagai salah satu penciptanya. Tentu saja Robert tidak setuju dan mereka pun bertengkar hingga dengan tidak sengaja Robert menembak Vyvyan hingga meninggal. Dalam keadaan kalut, Robert kabur dan akhirnya memutuskan untuk bunuh diri dengan meninggalkan surat-surat yang ditujukan kepada kekasihnya: Rufus.
Berikutnya menceritakan kisah yang terjadi pada tahun 1973 mengenai seorang jurnalis bernama Luisa Rey (Halle Berry). Gadis ini bertemu dengan Rufus Sixsmith tua (James D’Arcy) yang telah berprofesi sebagai peneliti tenaga nuklir. Rufus menawarkan berita kepada Luisa mengenai sebuah reactor nuklir yang dimiliki oleh Llyod Hooks (Hugh Grant). Tapi belum sempat memberikan info yang dimaksud, Rufus dibunuh oleh seorang pembunuh bayaran yang disewa Hooks bernama Bill Smoke (Hugo Weaving). Lalu Rey bertemu dengan seorang peneliti lain bernama Isaac Sachs (Tom Hanks) yang mau membantunya, tapi Isaac juga dibunuh oleh Smoke sementara Luisa sendiri ditabrak hingga jatuh dari jembatan. Untungnya nasib baik masih menaungi Luisa. Dia selamat dari maut dan akhirnya mendapatkan bantuan dari Joe Napier (Keith David), salah satu mantan bodyguard Hooks yang ternyata adalah sahabat ayah Luisa.
Kisah keempat terjadi pada tahun 2012 yang menceritakan kisah mengenai seorang penerbit berumur 65 tahun bernama Timothy Cavendish (Jim Broadbent). Hidupnya yang biasa saja tiba-tiba berubah seratus delapan puluh derajat saat salah satu penulisnya yang berhasil membuatnya kaya bernama Dermot Hoggins (Tom Hanks) memerintahkan teman-teman premannya untuk meminta sejumlah uang kepada Timothy atas hasil penjualan buku biografinya. Timothy tidak mempunyai uang sebanyak itu. Dengan panic dia meminta bantuan sang kakak, Denholme Cavendish (Hugh Grant) untuk meminjam sejumlah uang. Tapi Denholme yang sudah sangat kesal dengan sang adik malah menjebak Timothy sehingga dia terkurung di sebuah panti jompo. Dengan bantuan dari teman-teman sesama penghuni panti yang juga ingin melarikan diri, Timothy berhasil melarikan diri dan akhirnya membuat sebuah novel yang kemudian difilmkan berdasarkan kisah hidup Luisa Rey.
Yang kelima bercerita mengenai seorang ‘genetically-engineered fabricant’ atau hasil cloning bernama Sonmi-451 (Donna Bae). Kisah ini mengambil setting di Noe Seoul pada tahun 2144 di masa depan, di mana Sunmi sedang diinterogasi sebelum detik-detik hukuman matinya dilaksanakan. Sunmi menceritakan bahwa dia dan beberapa cloning lainnya bekerja pada sebuah restoran cepat saji yang terkenal bernama Papa Song’s yang dikelola oleh Seer Rhee (Hugh Grant). Sebagai cloning, dia bekerja seperti robot dengan jadwal yang sudah ditentukan, wajah yang tanpa ekspresi dan kemampuan berpikir yang nyaris nol. Tapi suatu ketika salah seorang cloning mengajaknya ‘memberontak’ dari Seer Rhee, Sunmi akhirnya bertemu dengan Hae-Joo Chang (Jim Sturgess), seorang komandan pemberontak yang menamai kelompok mereka dengan sebutan ‘Union’. Hae-Joo membantu Sunmi untuk mengetahui tentang hal buruk yang dilakukan manusia terhadap para cloning seperti dirinya dan meminta Sunmi untuk membantu pemberontakan mereka. Tapi yang tidak disangka-sangka, Sunmi malah jatuh cinta kepada Hae-Joo dan akhirnya Sunmi pun setuju untuk membantu Union membeberkan kebenaran tentang perbudakan yang dialaminya.
Dan kisah yang terakhir terjadi di suatu tempat bernama ‘Big Island’ pada 106 winter setelah ‘The Fall’ (dalam novelnya dituliskan tahun 2321). Diceritakan pada masa itu sebuah kelompok primitive bernama The Valley adalah salah satu dari sedikit kelompok manusia yang tersisa di bumi setelah ‘The Fall’ terjadi dan seorang laki-laki bernama Zachry (Tom Hanks) tinggal bersama kakak dan keponakannya dalam kelompok itu. Suatu saat penduduk The Valle kedatangan salah satu anggota ‘Prescients’ bernama Meronym (Halle Berry) yang meminta Zachry menemaninya mendaki sebuah gunung. Di gunung itu terdapat sebuah stasiun komunikasi yang telah lama ditinggalkan yang dipercaya Meronym bisa mengirimkan sinyal bantuan ke luar angkasa. Tapi gunung itu juga dikuasai oleh kelompok kanibal bernama Kona yang mengejar mereka dan juga menghabisi penduduk The Valley. Dan bukan hanya itu, Zachry mempunyai ‘seorang sisi gelap’ dalam dirinya yang bernama ‘Old Gorgie’ (Hugo Weaving) yang sering kali menghasut Zachry untuk melakukan berbagai hal jahat.
Nah, bisa kalian bayangkan bagaimana enam cerita dengan enam plot berbeda dan seting era yang berbeda pula bisa berada dalam satu film? Well, mungkin hanya Wachowski bersaudaralah yang bisa dan berani menyajikan semua itu PLUS mengeksekusinya dengan indah. Semua kisah memang diceritakan sepenggal demi sepenggal dan pada awalnya akan membuat penonton kebingungan. Tapi seiring berputarnya roll film, semua kisah bergulir dengan lincah. Uniknya lagi, semua kisah saling berhubungan, baik itu secara nyata atau hanya hubungan samar yang ternyata cukup berperan penting pada detail cerita. Para tokoh masing-masing memiliki kerekteristik yang kuat, dengan kisah mereka yang unik. Film ini juga menceritakan bagaimana masa lalu, masa kini dan masa depan seseorang dapat saling berhubungan, entah kita menyadarinya atau pun tidak.
Make up yang digunakan dalam film ini pun sangat-amat layak diacungkan empat jempol. Para actor dan aktris yang berperan di dalam film ini harus memerankan begitu banyak tokoh, mulai dari tokoh utama, pemeran pembantu hingga para cameo. Tapi bahkan untuk memerankan seorang cameo saja, para actor dan aktris menggunakan make up yang sangat luar biasa sehingga wajah mereka sulit dikenali lagi. Saya dan partner saya bahkan sangat terkejut saat melihat bahwa beberapa pemeran pembantu unik di dalam film ternyata diperankan oleh salah satu pemeran utamanya. Benar-benar luar biasa.
Memang tidak ada cukup banyak adegan action dalam film ini. Dan bahkan saya sangat yakin untuk sebagian besar penonton film ini akan terasa sangat membosankan dan membingungkan. Tapi dari segi cerita, film ini sangat kuat. Para penonton benar-benar diberi kebebasan untuk merangkai semua cerita dan mencari hubungan antar cerita itu sendiri. Bagi saya dan partner saya, sepanjang film kami juga cukup sibuk menebak-nebak siapa yang memerankan setiap tokoh unik di dalam film ini, dan itu cukup menyenangkan.
Saya dengan senang hati memberikan empat dari lima bintang untuk film ini. Para actor dan aktris terkenal yang berperan di dalamnya seperti Tom Hanks, Halle Berry, Jim Broadbent, Hugo Weaving, Jim Sturgess, Ben Whishaw, James D’Arcy, Susan Sarandon dan lain-lain memang sangat menentukan keberhasilan film ini. Tapi cara pengambilan gambar yang bagus, efek yang menakjubkan, scenario yang indah, juga cerita yang menarik, plot yang unik dan make up yang luar biasa pun sangat-amat mengagumkan. Saran saya sih, bagi kalian yang tidak terlalu suka menonton film dengan tema yang cukup ‘berat’, lebih baik hindari film ini. tapi untuk kalian yang ingin mencari suasana baru dalam menonton film dan tidak hanya mencari serunya adegan action yang penuh kejar-kejaran dan kegiatan penghancuran, film ini adalah salah satu rekomendasi terbaik saya. Jadi, silahkan mempertimbangkan dulu matang-matang, yah. (^_^)


THE HOST


Apa yang ada di pikiran kalian jika saya menyebutkan nama Stephenie Meyer? Kisah cinta segitiga antara Vampire ganteng, gadis lugu nan emosional dan seorang Warewolf yang tidak terlalu suka memakai kaos? Bisa saya bayangkan, para cewek akan langsung teringat dengan sosok ganteng dan cantik para pemain dan kisah cinta romantisnya. Dan para cowok pasti akan langsung berdecak kesal dan memutar mata mereka dengan bosan. Tapi eit, tunggu dulu! Kali ini Stephenie Meyer menuliskan kisah baru yang tidak hanya menyajikan sebuah kisah cinta biasa tapi juga menawarkan kisah mengenai makhluk luar angkasa yang unik. Novel yang kali ini ditujukan untuk para pembaca yang lebih dewasa ini berjudul The Host dan seorang sutradara bernama Andrew Niccol yang sudah lebih dulu cukup berhasil menelurkan karya seperti In Time, Gaattaca dan The Truman Show berhasil memfilmkannya.
Kisah ini terjadi dengan latar belakang bumi masa depan di mana saat itu sebagian besar bumi telah berhasil dikuasai oleh makhluk luar angkasa jenis parasit yang disebut ‘Souls’. Tapi tidak seperti alien pada umumnya, alien yang satu ini menginvansi bumi dengan mengambil tubuh para manusia dan menjadikannya inang bagi para Souls. Mereka tidak berniat menghancurkan bumi, tapi mereka ingin tinggal di bumi dan ‘memperbaiki’ bumi dengan menghilangkan semua sisi negative dalam diri manusia. Mereka berperilaku dengan sangat baik, tidak melakukan tindak kejahatan apa pun, tidak saling mencurigai, tidak saling bertengkar dan tidak melanggar hukum. Singkat kata, mereka menjadikan manusia dan bumi menjadi tempat yang lebih baik dari pada sebelumnya.
Tapi tidak semua manusia berhasil ‘diambil alih’ oleh para Souls. Beberapa manusia yang berhasil menyelamatkan diri bersembunyi dan mencoba mencari berbagai cara untuk memberontak. Begitu pula dengan Melanie Stryder (Saoirse Ronan). Dia dan adik laki-lakinya, Jamie (Chandler Canterbury) berhasil selamat dari penangkapan dan secara tidak sengaja bertemu dengan Jared (Max Irons). Mereka bertiga akhirnya bekerja sama dan saling melindungi hingga pada akhirnya Melanie dan Jared pun saling jatuh cinta.
Suatu kelita seorang Seeker (Diane Kruger) dan anak buahnya mengetahui tempat persembunyian mereka. Karena ingin mengalihkan perhatian dan menyelamatkan adiknya, Melanie pun tertangkap. Dalam keadaan sekarat, sebuah Souls bernama Wanderer ‘dimasukkan’ ke dalam tubuh Melanie agar Seeker bisa mengetahui di mana tempat persembunyian para pemberontak yang lain. Tapi Melanie bukanlah seorang gadis yang lemah. Walaupun tubuhnya sudah ‘diambil alih’ tapi jiwanya yang kuat masih tetap memberontak sehingga Wanderer yang akhirnya dipanggil Wanda itu harus terbiasa mendengarkan keluh kesah Melanie di dalam kepalanya. Melanie juga ‘membagi’ semua memorinya mengenai kisah cintanya dengan Jared yang lama kelamaan membuat Wanda bersimpati.
Setelah berdebat dengan dirinya sendiri dan merasakan sikap Seeker yang mulai berubah, akhirnya Wanda bersedia membantu Melanie untuk mencari tempat para pemberontak yang kini dipimpin oleh pamannya, Jeb (William Hurt). Akhirnya Wanda dan Melanie berhasil menemui para pemberontak itu, namun pada awalnya hampir semua orang tidak percaya bahwa Wanda bukan mata-mata alien yang sengaja dikirimkan ke tengah-tengah mereka dan Wanda memang mengenal Melanie yang masih berada ‘di dalam kepalanya’. Tapi pada akhirnya para pemberontak mulai mau menerima keberadaannya. Bahkan Wanda mulai menyukai Ian (Jake Abel) yang baik dan simpatik. Tapi Seeker tidak tinggal diam dengan kepergian Wanda. Semakin lama dia semakin terobsesi untuk mengejar Wanda dan mencari keberadaan para pemberontak sementara kisah cinta yang membingungkan antara Melanie-Jared dan Wanda-Ian semakin bergulir.
Apa saya sudah menyinggung bahwa saya sangat suka dengan kisah yang satu ini? Maksud saya, sejak bukunya terbit dan saya membelinya dengan riang gembira, kisah ini langsung ‘nyantol’ di kepala saya. Ini bukan kisah yang terlalu ringan tapi juga bukan kisah yang rumit. Sebelumnya saya memang sangat suka dengan cara Meyer menulis yang sangat pintar mengaduk emosi para pembacanya, tapi saat saya membaca buku ini, saya langsung jatuh cinta dengan ide ceritanya yang tidak biasa. Memang tema tentang alien sudah menjadi tema umum, apa lagi sejak Superman menjadi sangat populer di seluruh dunia. Tapi di mana kalian bisa membaca kisah romance mengenai alien yang datang ke bumi bukan untuk menjajah melainkan untuk ‘memperbaiki’ bumi? Dan di mana ada kisah alilen yang sifatnya bahkan jauh lebih baik dari pada manusia itu sendiri sehingga membuat posisi manusia menjadi jauh lebih jahat dari pada sifat sang alien yang notabennya penjajah manusia bumi? Itulah yang menjadi keunikan novel yang satu ini.
Tapi menurut saya filmnya sendiri tidak sekelam novelnya. Bahkan cara sang sutradara menuangkan citra para alien yang menggunakan berbagai peralatan termasuk: motor,mobil maupun obat-obatan dengan warna chrome adalah brilian. Beberapa penonton mungkin akan cukup bingung dengan kisah ini pada awalnya karena latar belakang kisah diceritakan sedikit demi sedikit sepanjang film. Dan penonton mungkin akan sedikit mengerutkan kening mendengar perdebatan batin yang dialami Wanda dan Melanie, karena hal ini memang tidak biasa. Tapi pelan dan pasti emosi dan empati para penonton atas sosok Wanda/Melanie dibangun dengan pondasi yang kuat sehingga pada saat lelucon atau ironi kecil terjadi dalam diri sang tokoh utama, para penonton pun akan ikut bereaksi kesal atau tertawa bersama-sama.
Alurnya memang sedikit membingungkan dan para penonton dibiarkan merangkai sendiri tentang berbagai penggalan ingatan Melanie. Tapi karakter para tokohnya dibangun cukup kuat dan para penggemar novelnya pasti akan gembira karena sang sutradara tetap berpegang teguh dengan jalan cerita di novel. Memang ada beberapa adegan percintaan yang terlalu didramatisir dan pastinya akan membuat para cowok mencibir, apalagi film ini memang sangat minim adegan action. Tapi secara garis besar kisahnya yang unik juga mampu membuat para penonton tetap penasaran hingga akhir cerita. Lagi pula, jika dibandingkan dengan Twilight Saga, kisah yang ditampilkan dalam The Host memang jauh lebih menarik.
Sampai sekarang masih menjadi perdebatan tentang bagus atau tidaknya film ini. Sebagian besar kritikus mencibir film ini dengan mengatakan bahwa terlalu banyak adegan ‘cheesy’ di dalamnya dan tidak ada hal istimewa dalam film ini yang layak untuk diapresiasikan lebih. Tapi para penggemar Meyer, termasuk saya sendiri, menganggap bahwa film ini cukup berhasil. Saya rasa film Meyer kali ini terasa ‘lebih Meyer’ dari pada Saga terkenal itu. Dan saya cukup yakin bahkan para penonton cowok pun akan mengatakan bahwa film ini ‘cukup lumayan’. Karena seperti yang dikatakan partner saya: ‘film bukan hanya dilihat dari segi actionnya saja, tapi juga dari segi cerita’, dan The Host cukup berhasil dalam hal ini.
Saya memberikan tiga setengah dari lima bintang untuk film ini. Bukan hanya untuk berbagai alasan yang saya kemukakan di atas, tapi juga untuk acting Ronan yang keren dan juga untuk ending menggantung yang bisa mengindikasikan kisah lanjutannya bergulir. (^_^)