Here’s another adventure fantasy
film based on novel.
Sementara itu, sang ibu yang
sedang berada di dalam apartemen sendirian diculik oleh dua orang anak buah
Valentine (Jonathan Rhys Meyers), seorang ex-Shadowhunter yang berkhianat. Mereka
mengacak-acak seluruh apartemen dan meninggalkan seekor monster anjing
mengerikan yang hampir saja membunuh Clary. Untungnya, Jace datang membantu. Setelah
berhasil mengalahkan sang monster anjing, dia menemani Clary mendatangi
tetangga mereka Madame Dorothea (C. C. H. Pounder) yang ternyata adalah seorang
penyihir. Menurut Madame Dorothea, ibu Clary adalah seorang Shadowhunter dan
Valentine mengirim anak buahnya untuk mencari sebuah Mortal Cup, salah satu
dari tiga instrument yang diberikan Angel Raziel kepada manusia agar bisa
menjadi manusia setengah malaikat dan membantunya memusnahkan demons yang
berkeliaran di bumi. Valentine meyakini bahwa Mortal Cup tersebut disembunyikan
ibunya. Madame Dorothea tidak tahu ke mana anak buah Valentine membawa ibunya hingga
akhirnya dengan bantuan Simon yang sudah bisa melihat Jace, mereka bertiga
pergi menemui teman dekat ibunya: Luke Garroway (Aidan Turner) untuk mencari
tahu apakah Luke tahu di mana Jocelyn berada. Saat tiba, Clary malah mengetahui
bahwa Luke sebenarnya juga mengincar Mortal Cup.
Dalam keadaan bingung dan tidak
tahu lagi harus mencari sang ibu ke mana, Jace mengajak Clary dan Simon ke
Institute, tempat berkumpulnya para Shadowhunter yang tersisa. Di sana, Clary bertemu dengan dua bersaudara Alec Lightwood (Kevin Zegers) dan Isabelle
Lightwood (Jemima West) dan pemimpin mereka Hodge Starkweather (Jared Harris). Di
sana, Clary juga mengetahui bahwa selama ini sang ibu berusaha menyembunyikan
kenyataan bahwa Clary adalah keturunan Shadowhunter dengan cara memblokir
pikiran Clary dengan bantuan seorang Sorcerer bernama Magnus Bane (Godfrey
Gao). Tapi jika Clary ingin menemukan dan menyelamatkan sang ibu, dia harus
bisa mengingat segala hal yang selama ini telah terpaksa dia lupakan. Karena itu
Clary, Simon dan ketiga Shadowhunter lain datang menemui Magnus untuk memintanya
mengembalikan ingatan Clary.
Tapi serangkaian kejadian lain
kembali menghampiri Clary dan teman-temannya. Dimulai dengan Simon yang diculik
oleh sekelompok vampire, pertemuannya dengan sekelompok Warewolf, kisah romantic
Clary, pengakuan Simon, hingga terungkapnya pengkhianatan lain dan
kenyataan yang ternyata jauh lebih pahit dari pada yang pernah dibayangkan
Clary sebelumnya. Semua itu mengubah dunia Clary yang tadinya biasa saja
menjadi jungkir balik.
Bisa dibilang, The Mortal
Instrument: City Of Bones ini merupakan salah satu film fantasy adaptasi novel
yang sangat ditunggu-tunggu kehadirannya, terutama oleh para penggemarnya. Dan sepertinya
sang sutradara: Harald Zwart yang cukup berhasil menggarap Karate Kid pada 2010 dan The
Pink Panther 2 pada 2009, tahu benar akan hal ini. Buktinya sang sutradara
tidak segan-segan menggunakan para actor dan actress yang sudah cukup berpengalaman.
Seperti Lily Collins, putri penyanyi terkenal Phil Collins yang mulai naik daun
sejak memerankan tokoh love interest Taylor Lautner dalam Abduction (2011) dan juga peran menawannya bersama Julia Robert di Mirror Mirror (2012). Selain itu juga
ada Jamie Campbell Bower yang tampil di layar bioskop lewat film-film seperti Sweeney Todd: The Demon Barber od Fleet
Street (2007) bersama Johny Deep, The
Twilight Saga sebagai salah satu vampire di klan Volturi dan bahkan dalam Harry Potter and the Deathly Hollows – part 1
(2010). Robert Sheehan yang berperan sebagai Simon juga sudah lama berada di industry
perfilman dan televisi, seperti juga Kevin Zegers yang terkenal sebagai Josh
Framm di seri Air Bud. Juga ada Lena
Headey yang terkenal dengan perannya sebagai istri Leonidas di 300 (2007) dan bahkan ada Jonathan Rhys
Meyers, sang playboy yang bermain apik di Mission
Imposible III (2006) dan bersama John Travolta dalam From Paris With Love (2010).
Tapi… entah kenapa, menurut saya
film ini agak terlalu… padat. Dengan tema yang sangat menarik, kisah ini
mencoba menawarkan sebuah universe baru yang penuh intrik, rahasia dan kisah
cinta. Tapi, ada terlalu banyak element di dalam film ini. Dengan durasi 130
menit dan semua element tersebut, film ini terasa terlalu ‘penuh’. Kombinasi ini
membuat para penonton tidak bisa menikmati element-element penting sehingga
adegan yang seharusnya bisa meninggalkan kesan mendalam di dalam hati akan
langsung menguap dari ingatan penonton begitu scene berikutnya dimulai. Belum lagi
ada beberapa setting yang sama digunakan beberapa kali sehingga alurnya
terkesan meloncat-loncat. Tokoh yang dihadirkan pun terlalu banyak dan tidak
ada cukup waktu bagi para penonton untuk mengenal para tokohnya lebih jauh
lagi. Alhasil, film ini terasa ‘tidak utuh’. Dan sebagai film pertama dari enam
seri, saya berharap akan mendapatkan penjelasan di awal film mengenai universe
baru yang ditawarkan di sini, entah itu penjelasan mengenai terciptanya
Shadowhunter atau bagaimana para demons bisa berkeliaran di bumi. Sayangnya,
saya tidak mendapatkan penjelasan ini sehingga sejak awal saya harus mencoba
menebak-nebak sendiri.
Mungkin para penggemar buku ini
tidak akan sependapat dengan saya, tapi saya belum membaca buku ini sama sekali
dan sebagai penonton yang ‘buta’ dan, jujur aja nih, yang selalu tertarik
mengenai dunia fantasy, saya cukup penasaran untuk mengetahui kelanjutan film
ini. So, sorry for being a little objective at this point, tapi saya akan
memberikan tiga dari lima bintang untuk film ini dengan harapan film keduanya
akan diproduksi sehingga saya bisa membuktikan kembali apakah film ini
benar-benar bagus atau tidak. (^_^)