TIPS NULIS #2: TAKLUKKAN PENERBIT


Dalam tips nulis kali ini saya mau membahas mengenai tips dan trik supaya naskah kita bisa berhasil menembus ‘benteng’ penerbit. Sebenarnya tema kali ini cukup sensitif, soalnya saya bukan termasuk golongan penulis professional dan terkenal yang naskahnya tidak akan pernah bisa ditolak penerbit mana pun. Saya sama seperti kalian, penulis amatir yang sudah sering merasakan pahitnya perasaan saat naskah kita ditolak. Lagi pula, tema ini bersangkutan dengan pihak lain, yaitu pihak penerbit yang memiliki kebijakan tersendiri yang tidak saya tau. Tapi, ini kan permintaan khusus dari kalian. Walaupun sulit, saya akan berusaha sebaik mungkin untuk berbagi pengalaman dan info-info berguna seputar tema kita kali ini.

Setelah mencari informasi dari berbagai sumber, saya mendapatkan kesimpulan bahwa hanya terdapat beberapa point dasar yang harus diperhatikan jika ingin naskah kita berhasil menembus ‘benteng’ penerbit. Sebenarnya point-point ini sangat sederhana, tapi kadang kita lebih sering mengesampingkannya, padahal point-point ini cukup penting, loh!

Point pertama, sudah tentu berhubungan dengan naskah kita sendiri. Dengan menjamurnya penulis muda berbakat di luar sana, tidak ada cara yang lebih efektif supaya bisa menang dalam persaingan kecuali dengan mempersiapkan ‘senjata’ paling canggih yang kita punya. Naskah yang kita tawarkan haruslah memiliki tema yang bagus dan isi yang bisa menarik bagi pasar. Ingat, penerbit memiliki begitu banyak pertimbangan sebelum memutuskan menerbitkan sebuah buku. Salah satu pertimbangan paling besar adalah segi minat pasar. Jika kamu menawarkan naskah dengan tema yang lebih umum atau yang sedang booming saat itu (misalnya: teenlit, chicklit, pop, romance atau pop) maka kemungkinan naskah kamu akan ditolak menjadi berkurang. Sisanya tergantung bagaimana keahlian kamu dalam menulis.
Keadaan itu akan menjadi sebuah tantangan besar bagi penulis yang mengusung tema yang tidak umum. Soalnya mereka menawarkan naskah yang spekuatif, yang belum tentu akan menghasilkan keuntungan bagi penerbitnya. Akan merupakan sebuah keuntungan besar jika kamu bisa menemukan penerbit yang mau mendobrak pasar dan mengambil resiko meluncurkan buku dengan tema spekulatif seperti itu. Bukan berarti tidak mungkin terjadi, loh, saya sudah mengalaminya sendiri.

Tapi kalau kamu benar-benar ingin menerbitkan sebuah buku, tidak peduli genre apa yang harus kamu jalani, saya sarankan: jadilah penulis bunglon. Tulislah naskah dengan genre yang sedang booming saat itu dan ikuti kemauan pasar. Asalkan cara penulisan kamu bagus dan sesuai dengan target penerbit, naskah kamu pasti lolos dan kamu bisa menerbitkan buku. Semua ini berhubungan erat dengan idealisme seorang penulis. Kalau memang sudah memiliki genre tertentu dan tidak berniat mengubahnya hanya agar bisa menerbitkan buku, tidak ada jalan lain kecuali merampungkan naskah yang bagus, baik tema atau pun cara penulisannya.

Point kedua adalah mengincar penerbit yang pas. Setiap penerbit memang terfokus pada genre tertentu, walaupun biasanya terdiri dari beberapa genre, tapi ada satu atau dua genre yang lebih mereka utamakan. Nah, aspek ini juga harus diperhatikan, loh! Tingkat kemungkinan naskah kita bisa lolos akan semakin besar jika kita mengirimkan naskah kepada penerbit yang biasa menerbitkan buku dengan genre yang sama. Misalnya kalau naskah kamu ber-genre komedi, coba kirim ke penerbit yang sudah biasa menerbitkan buku komedi juga, jangan malah mencoba mengirimkan naskah kepada penerbit buku pelajaran. Ini salah sasaran namanya.

Bagaimana kita bisa tahu genre penerbitnya? Gampang, pergi ke toko buku dan lihat genre apa yang paling banyak diterbitkan penerbit incaran kamu. Atau cek saja website mereka. biasanya, di sana mereka sudah menuliskan naskah genre apa yang mereka cari. Tapi, sekali lagi ini bukan harga mati. Kalau mau tetap mencoba menawarkan naskah dengan genre yang tidak biasa, itu sah-sah saja. Siapa tahu kamu sedang beruntung sehingga naskahmu bisa lolos.

Point ketiga yang menurut saya sangat mempengaruhi yaitu menyertakan form pengiriman naskah dan surat pengantar. Keduanya sering kali dilupakan, padahal kelengkapan inilah yang pertama kali dilihat oleh penerbit. Kedua surat ini seperti proposal sederhana yang kita berikan sebagai penawaran kepada pihak penerbit. Biasanya form pengiriman naskah bisa diunduh gratis di website masing-masing penerbit, terdiri dari keterangan penulis, judul, genre, target pasar, keunggulan naskah dan (kalau ada) buku saingan dengan genre serupa yang sudah beredar di pasaran. Tujuannya untuk meyakinkan penerbit apakah naskah yang kita ajukan bisa laku di pasaran. Sekali lagi saya ingatkan, bagaimanapun penerbit akan lebih mempertimbangkan masalah untung/rugi-nya, bukan idealisme penulisnya.

Surat pengantar lebih berupa kelengkapan saja, kita bisa mencantumkannya atau pun tidak. Tapi jika memang memungkinkan, akan lebih baik jika surat ini disertakan juga. Toh tidak terlalu sulit membuatnya, hanya berupa surat pengenalan dan pengantar saja.

Semua sudah dipersiapkan dengan baik? Eit, jangan lupa dengan kondisi naskah kamu sendiri, yah! Saya lebih menyarankan untuk mengirimkan naskah dengan format tulisan standart, tidak peduli apakah naskah yang kamu kirimkan berupa softcopy (biasanya dikirimkan lewat e-mail) atau hardcopy (dalam bentuk print out). Gunakan font yang standart supaya bisa dibaca dengan mudah. Begitu juga dengan ukuran huruf, spasi, jumlah halaman dan ukuran kertas. Gunanya untuk memudahkan editor pertama membaca naskah kamu. Soalnya, jika baru menerima naskah saja sudah membingungkan untuk bisa dibaca, bagaimana editor pertama bisa betah membaca naskah keren kamu itu, iya kan? Kalau kamu memang ingin ‘merias’ naskah kamu sedemikian rupa, lebih baik membicarakan kemungkinan itu setelah naskah kamu benar-benar sudah lolos dan akan diterbitkan.

Dan saran terakhir dari saya adalah: bersabarlah. Tidak semua penerbit akan merespon dengan cepat semua naskah yang mereka terima, apa lagi untuk penerbit terkenal yang sudah mempunyai nama besar. Bayangkan saja, dalam sehari mereka bisa menerima banyak naskah, tidak hanya puluhan, bahkan mungkin ratusan! Jadi maklum saja kalau naskah kita seolah ‘diterlantarkan’. Umumnya penerbit akan memberi kabar setelah tiga sampai empat bulan kemudian. Selama menunggu, lebih baik menulis materi baru lagi saja. Tapi jika lebih dari waktu itu, kamu bisa menghubungi penerbit yang bersangkutan mengenai nasib naskah kamu. Kalau memang tidak mungkin lolos, kamu kan bisa mencoba ke penerbit lain.

Sip! Itu tadi tips dan trik menembus ‘benteng’ penerbit. Kalau ternyata langkah-langkah itu masih belum berhasil membuat naskahmu lolos, berarti kamu harus coba menelaah lagi naskah itu. Siapa tahu ternyata naskah itu memang masih butuh perbaikan atau belum matang. Tidak perlu malu merevisi naskah sendiri dan mencoba semakin mematangkan materinya. Saya pribadi lebih memilih untuk menempa naskah saya sampai benar-benar matang sehingga penerbit tidak lagi harus bersusah payah membantu atau meminta saya mematangkannya lebih dulu.

Tapi kalau kalian sudah sangat yakin dengan naskah yang kalian miliki dan tidak sabar menunggu bertemu dengan penerbit yang tepat, jalur indie juga bisa ditempuh. Sekarang ada begitu banyak penerbit indie yang mau membantu penulis untuk bisa menerbitkan karya mereka, bahkan ada yang tidak meminta syarat apa pun, loh! Tapi tetap saja semua jalan memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing, jadi pertimbangkan dulu masak-masak sebelum memutuskan, yah.

Yah, mencari penerbit yang pas itu hampir sama seperti mencari jodoh yang tepat. Walaupun susah mencari yang memiliki visi dan misi yang sama dengan kita, tapi bukan berarti kita tidak diperkenankan untuk mencoba. Jadi, selamat mencoba, selamat berjuang, tetap bersadar dan bersemangat, yah!

Oke, itu dia tips nulis yang saya share kali ini. Seperti biasa, untuk kalian yang mau request tema untuk tips nulis berikutnya bisa menghubungi saya di media social apa saja.

Semoga bermanfaat dan selamat menulis… (^_^)

150412 ~Black Rabbit~