Ny. Lars – Part 24 -


Black Rabbit
" NY. LARS "
- Part 24 -

 
… Episode sebelumnya …
Jenny mengunjungi ayah yang adalah seorang pelukis dengan rasa sejuta rasa rindu karena selama hampir dua tahun tidak bertemu. Tapi dia malah mendapatkan kejutan besar saat sampai dengan menemukan Cherry dan teman wanitanya sedang berpose nyaris bugil untuk lukisan ayahnya. Jenny kaget bukan main. Dan dia menjadi jauh lebih kaget lagi saat sang ayah malah mengajaknya pulang ke Jerman! …

 
" No way… " Mata Louise yang lebar itu terlihat bertambah besar saat dia sedang terkaget-kaget seperti itu. Setumpuk masker wajah berwarna putih keabu-abuan menutupi seluruh wajahnya, kecuali bagian matanya yang lebar itu.
" Well, sweety, gua bakal jadi orang Jerman… "
Jenny yang berada di sebelah Louise, juga mengenakan masker yang sama, mencoba menaik dan menurunkan alis matanya dan menyinggungkan senyum paling jahil dan paling puas sedunia. Tapi dia gagal, wajahnya sudah ditutupi masker yang mulai mengeras, sehingga upaya apa pun untuk menggerakkan anggota wajahnya gagal total.
" But, how about Kevin? How about Lars? How about me? " Louise lebih berhasil menggerakkan anggota wajahnya dan alhasil di pipinya terdapat retakan masker. Tapi Louise tampaknya tidak perduli.
" Belum gua putusin kok. " Louise kelihatan menghela napas lega.
" Tapi, jadi orang asing, sound's cool! " Louise meninju lengan Jenny dan mereka berdua tertawa.
Sekarang Louise mengambil handuk dan mencelupkannya ke dalam baskom berisi air hangat, lalu membersihkan wajahnya yang bermasker. Jenny juga melakukan hal yang sama. Setelah merasa wajahnya sedikit ringan, Jenny mulai berkata lagi.
" Lo pasti bakal lebih kaget lagi kalo gua cerita apa yang gua tau soal Cherry. "
" Apaan? "
Jenny menceritakan semua kejadian yang dia alami mengenai Cherry beberapa hari yang lalu. Saat dia melihat Cherry di depan restoran, saat dia bertemu dengan Cherry di studio lukis ayahnya, juga soal foto-foto vulgar itu. Dan benar saja, Louise sangat kaget, sampai-sampai dia seakan-akan ingin mengeluarkan bola matanya dari dalam sangkar karena terlalu melotot lebar.
" Lo nggak becanda, kan? "
" Buat apa gua becanda? Gua liat pake mata kepala gua sendiri! "
Louise menjatuhkan handuknya. " Foto telanjang sama cewek, dilukis vulgar, ya ampun… "
" Apa? " Jenny bertanya dengan penasaran.
" Dia pasti foto model majalah porno. "
Jenny menghela napas. " Gua pikir juga gitu… "
" Atau… " Lanjut Louise penuh misteri. Jenny menoleh ke arah Louise lagi dengan lebih penasaran. " Atau mereka… lesbian. "
Kini giliran Jenny yang membelalakkan mata dan membuatnya nyaris jatuh keluar. Dan mulutnya terbata-bata berkata: " No… way… "
Loise dan Jenny sudah selesai membersihkan wajah mereka dari sisa masker dan memoleskan pelembab. Kini mereka mulai memotong dan mengkikir kuku tangan mereka.
" Gua masih nggak percaya kalo mereka kayak gitu. " Jenny berkata sambil mengkikir tangannya dengan sedikit gemetar. Dia gemetar membayangkan Cherry yang sedang bercinta dengan sesama jenisnya.
" Yah, sikap dan sifat orang mana bisa ditebak? " Louise lebih bisa menenangkan diri dari pada Jenny. Dia masih bisa memotong kukunya dengan gerakan mantap, tanpa gemetar.
" Gua heran aja! "
" Sama, gua juga nggak habis pikir, apa yang dia dapet dari sesama cewek? Kalo dari cowok, kita bisa dapet sesuatu yang nggak kita punya, tapi kalo dari cewek? Kita sama-sama punya apa yang dia punya, nggak seru. "
Jenny tahu kemana arah pembicaran ini, tapi dia tidak bisa menanggapinya dengan sesantai itu. Bagi Jenny masalah ini adalah masalah rumit, bukan hanya masalah siapa yang mendapatkan apa, tapi masalah perasaan. Masalah yang satu ini tidak bisa hanya dinilai dari sudut pandang itu saja.
" Gua hanya nggak nyangka. Cherry udah dapet Lars, orang paling sempurna di dunia ini. Buat apa dia nyari pacar lain? "
" Mungkin dia unisex. " Jawab Louise masih dengan santai.
" Apa sex? "
" Unisex! Lo tau, kan? Orang yang bisa berhubungan seksual sama cowok juga sama cewek. Kayak heteroseksual gitu. "
Penjelasan dan analisa yang benar-benar bagus. Ini cukup menjelaskan tingkat pemahaman seksualitas mana yang lebih tinggi.
    " But they never do some sex activities. " Jenny berkata lagi, kali ini dengan gemas.
    " Siapa? "
" Lars sama Cherry. "
" Nggak mungkin. " Louise berhenti mengkikir kuku tangannya.
" Gua juga nggak percaya, tapi itu yang gua tau. "
" Cherry bener-bener kelainan. " Louise menjatuhkan kikirnya.
Jenny terdiam. Jenny sedang menebak-nebak apa semua ini akan berjalan dengan lebih baik atau lebih buruk. Dan dia memikirkan Lars. Bagaimana perasaan Lars kalau mengetahui wanita yang dicintainya memiliki kelainan? Jenny tahu, Lars yang playboy itu sudah menemukan calon Ny. Lars-nya, tambatan hatinya (mau Jenny akui atau tidak, ini memang benar, dan Jenny menyadarinya). Tapi dia tidak habis pikir bagaimana kalau Lars mengetahui tambatan hatinya tidak sesuai dengan harapannya?
" Udah deh, itu bukan urusan lo lagi. Kalo Cherry emang mau cerita, berarti dia emang sadar, tapi kalo nggak lo nggak punya hak apa-apa buat nanya sama dia. Lagian lo kan udah nggak ada hubungan apa-apa sama mereka lagi. " Kata Louise yang sudah memungut kikirnya dan mulai mengkikir kukunya lagi.
" Gua masih asisten Lars, dan gua nggak tega mikirin perasaan Lars. " Giliran Jenny yang meletakkan kikirnya.
" Gua tau, but we can do nothing. Itu urusan asmara mereka, bukan urusan asmara lo. Lo kan udah punya Kevin. " Jenny tidak bisa mengangguk atau menggeleng untuk menyetujui atau menolak perkataan Louise ini, dia sedang teringat dengan Lars, dan entah kenapa hatinya terasa sangat sakit kalau membayangkan kekecewaan yang akan Lars terima gara-gara Cherry.
" Jen, lo sependapat sama gua kan? " Louise bertanya lagi karena Jenny belum menanggapinya sambil memegang bahu Jenny, dan Jenny hanya bisa mengangguk pelan. Dia tidak bisa mengatakan kekhawatirannya lagi karena Louise pasti tidak akan setuju dengannya. Benar saja, karena Louise langsung tersenyum senang melihat anggukan kepala Jenny itu.
" Ngomong-ngomong… " Kata Louise lagi dengan serius.
" Apa? " Tanya Jenny dengan kaget, takut Louise melihat keraguan dari anggukan kepalanya yang lemah.
" Alis lo udah mulai bearantakan. Sini gua rapiin. " Louise mengambil pinset dan mulai mencabuti alis-alis membandel yang tumbuh di tempat yang tidak semestinya, sedangkan Jenny menghela napas panjang, lega karena tidak perlu diceramahi lagi.

 
Di sudut kota yang lain, di sebuah apartemen di lantai delapan nomor 631, bergumul dua sosok tubuh di balik selimut putih tebal, saling berpelukan dan bersimbah keringat.
" Cher… "
Wanita yang di depan menoleh kebelakang dan menatap wajah Tommy, wanita yang memeluknya dari belakang tadi. Dia merubah posisinya sehingga mereka berdua saling berhadapan.
" Udah waktunya lo ngomong sama cowok itu. " Kata Tommy lagi.
" Siapa? "
" Lars. " Jawab Tommy, dan Cherry terdiam.
" Selama ini lo udah ngehindar dari dia demi gua, dia pasti bingung. Lo harus ngejelasin semuanya dan selesain semuanya sekalian. "
Cherry masih saja diam, kali ini dia tidak berani menatap mata hangat Tommy lagi.
" Gua tau lo masih takut, honey. Gua tau lo masih takut dibenci. " Tommy mengangkat dagu Cherry dan menatap matanya dalam-dalam.
" Gua hanya nggak mau nyakitin dia. Lars itu cowok yang baik banget, yang ngehargain cewek lebih dari pada orang lain. Gua hanya takut ngecewain dia. " Jawab Cherry dengan sedih.
" Tapi itu semua resiko kita. Kita nggak bakal bahagia kalo nggak jujur sama dia. We have a deal, right? Kita selesaiin lukisan kita, terus kita pulang ke Amerika. We live happily ever after. "
Cherry akhirnya tersenyum. " Gua tau, dan gua bakal ngelakuin apa pun supaya kita bisa bahagia lagi. Dan lukisan-lukisan itu, will being the best weding gift for us. "
Tommy mengangguk dalam dan mereka berdua tersenyum.

 
...Bersambung...