Cinta me-Revolusi


Aku bukanlah seseorang yang cukup nyaman dengan diriku sendiri. Maksudku, aku suka dengan tubuhku, aku mensyukuri semua yang ada karena bagaimanapun semua itu adalah anugerah dari Yang Kuasa. Tapi selama ini aku tidak pernah berani memandangi tubuhku sendiri di depan kaca. Jangan salah sangka. Aku masih bisa memandangi dandananku sendiri di depan cermin sebelum aku memutuskan untuk pergi keluar. Aku juga masih bisa menilai make up yang aku kenakan di wajahku melalui cermin. Tapi untuk memandangi seluruh citra diriku yang sebenarnya di cermin, aku tidak pernah melakukannya.
Tapi kali ini kebiasaan itu telah aku dobrak. Sekarang aku berada di depan cermin besar di kamarku. Lampu kamarku menerangi seluruh tubuhku dengan cukup baik sehingga aku bisa memperhatikannya dengan cermat. Walaupun aku sangat jarang memperhatikan diriku sendiri di depan cermin, tapi aku tahu bahwa apa yang aku lihat saat ini adalah sesuatu yang lain. Itu bukanlah bayanganku yang biasa, ada sesuatu yang berbeda dari apa yang aku temukan. Itu bukan bayanganku, aku… berubah.
Dulu mataku tidak seperti itu. Walaupun tidak terlalu besar dan bagus, tapi mataku yang berwarna coklat tua selalu terlihat berbinar-binar penuh semangat, seolah tidak pernah ragu untuk melihat ke seluruh dunia yang terbentang luas di hadapanku. Tapi kini, mata itu sayu. Sebuah bayangan yang cukup hitam dan besar menggantung di bawah kelopak mataku, membuat binar semangat itu meredup dan nyaris hilang.
Dulu bibirku tidak seperti itu. Dengan ukuran yang cukup tebal, bibirku selalu bersemburat merah jambu alami tanpa perlu di pulas lipstick warna apa pun. Dan senyum manis dan nakal tidak pernah lepas dari sana. Tapi kini warnanya terlalu pucat dan guratan merah lipstick yang aku kenakan telah memudarkan gurat merah jambu alami itu. Senyum itu juga perlahan menghilang, digantikan dengan kerut cemberut dan senyum kaku yang penuh waspada.
Dulu wajahku tidak seperti itu. Walaupun tidak menggunakan make up sama sekali, tapi pipiku yang mulus dan montok selalu bersemburat merah dan cantik. Tapi sekarang dengan tumpukan bedak tebal, alas bedak dan segala peralatan dempul membuat aku merasa memakai sebuah topeng yang sama setiap hari.
Dulu tubuhku tidak seperti itu. Tubuhku tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu gemuk, tapi dulu kulitku mulus tanpa perlu dipoles dan postur tubuhku tegap dan kuat. Tapi sekarang kulitku mulai dipenuhi keriput dan tulang punggungku mulai melengkung seiring dengan bertambahnya jumlah lilin yang aku tiup disetiap perayaan ulang tahunku.
Memang benar, aku berubah. Dan secara perlahan aku mulai menyadari perubahan paling besar yang aku rasakan.
Dulu, aku kira aku akan bisa menaklukkan dunia. Dulu, aku kira aku akan bisa melakukan semua yang ingin aku lakukan. Dulu, aku kira aku akan bisa mendapatkan apa yang aku inginkan. Dulu, aku kira akulah sang penakluk dunia. Dulu, setiap pagi aku akan bangun dengan semangat dan tekad kuat. Aku akan menaklukkan tantangan hidupku hari itu, besok dan bahkan sampai aku mati. Dulu, rasanya tidak sulit untuk melangkah dengan tegap, membusungkan dada dan berkata kepada dunia bahwa aku bisa melewati semuanya. Tidak perduli sebesar apa tembok yang menghalangiku, tidak perduli sekuat apa badai yang akan menerjang, aku yakin akan bisa melewatinya. Dulu, begitu mudahnya aku melangkahkan kakiku melewati segala macam rintangan dan mara bahaya yang menghadang. Seolah Gatot Kaca telah mewariskan otot kawat dan tulang bajanya kepadaku. Dulu, dengan keyakinan penuh dan tanpa setitik pun keraguan aku akan berkata bahwa aku mampu berdiri di atas kakiku sendiri. Tidak perlu kaki ketiga, tidak butuh seseorang yang mendorongku dari belakang, dan bahkan aku tidak menginginkan seseorang yang melindungiku. Aku yakin, sepasang kaki dan tanganku akan mampu melewati semuanya dengan baik.
Tapi itu dulu. Aku baru sadar kalau ternyata selama ini aku terlalu sombong. Sekarang aku sadar kalau aku tidak akan bisa dan tidak akan sanggup manghadapi semuanya sendirian.
Sesuatu telah melumpuhkan kaki dan tanganku. Sesuatu telah merobohkan tembok kepercayaan diriku. Sesuatu telah berhasil menerobos masuk ke system pertahananku. Aku terpenjara selama beberapa saat, aku diculik dan di bawa pergi ke tempat yang asing, yang sama sekali belum pernah aku datangi sebelumnya. Tentu saja awalnya aku sangat ketakutan. Rasanya aku ingin berlari saat itu juga, menyelamatkan diriku sebelum semuanya terlambat. Seharusnya semua itu bukan sesuatu yang sulit untuk aku lakukan. Bagaimana pun aku cukup bebas untuk melakukan apa pun yang aku inginkan, bahkan untuk melarikan diri, karena tidak ada sesuatu apa pun yang menahan atau membelengguku. Memang, aku mengikuti dan membiarkan semua itu terjadi atas kehendakku sendiri.
Awalnya aku kira akan bisa menahan diri. Aku kira aku tidak akan terjerumus terlalu dalam, dan dapat dengan mudah keluar dan kembali kepada diriku sendiri kapan pun aku inginkan. Aku pikir aku sudah sangat berhati-hati dan berusaha meminimalkan segala resiko yang mungkin akan terjadi. Tapi, sekali lagi, ternyata aku salah. Aku jatuh tergelincir terlalu dalam, dan aku membiarkannya. Akhirnya, aku tidak tahu bagaimana caranya untuk bisa menyelamatkan diriku sendiri. Aku sudah hanyut terlalu dalam, aku sudah terbawa terlalu jauh. Aku kehilangan arah dan cara untuk bisa keluar, atau bahkan melarikan diri. Aku sudah terikat terlalu kencang.
Sekarang, aku tidak yakin akan bisa hidup tanpanya. Sekarang, aku tahu bahwa aku akan selalu membutuhkannya dalam hidupku. Sekarang, kehadirannya bagaikan semacam candu bagiku, yang memabukkan, yang membuatku ketagihan, yang membuatku sakau.
Aku tahu bahwa aku telah melakukan kesalahan terbesar karena menyerah kepadanya. Seharusnya aku menghindari jeratnya yang memikat itu, kalau tidak aku akan merasakan kesakitan. Dia memang selalu meninggalkan rasa itu pada akhirnya. Tapi… aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Aku terperangkap.
Entah bagaimana hidupku tanpanya… tanpa… cinta.
Sekarang secara perlahan aku keluar dari bingkai cermin yang sedari tadi telah merefleksikan bayanganku. Aku tidak merasa telah menemukan sesuatu yang membuatku cukup tenang, malah aku merasa semakin nelangsa karena menyadari semua kenyataan itu. Tapi tidak ada yang bisa aku lakukan, aku hanya memutuskan untuk mematikan lampu kamarku dan menjatuhkan diriku ke tempat tidur, memasuki alam mimpiku seperti biasa.

 
070610 ~ Black Rabbit ~