Hai! Ketemu lagi di rublik review
film. Jangan bosen baca review film saya yang suka ngaco ini, yah… J
Kali ini saya akan membahas
sebuah historical crime drama film yang baru saja saya tonton hari Sabtu
kemarin, judulnya Lawless.
Film ini menceritakan kisah
mengenai keluarga Bondurant pada tahun 1931 yang memproduksi minuman keras
sejenis Whiskey terenak dan cukup terkenal di wilayah Franklin Country,
Virginia. Di daerah tersebut keluarga Bondurant memang termasuk keluarga yang
disegani dan terkenal sebagai keluarga keturunan Indian yang bersifat keras,
kuat dan ‘tidak bisa mati’. Sang kakak tertua, Howard Bondurant (Jason Clarke),
terkenal sebagai seorang kakak yang sangat melindungi adik-adiknya. Sedangkan anak
kedua, Forrest Bondurant (Tom Hardy) begitu idealis, karismatik dan cukup
ditakuti semua orang. Sementara itu, anak bungsu keluarga Bondurant, yaitu Jack
Bondurant (Shia LaBeouf) sedang berada di usia puber di mana keinginan untuk
membuktikan diri dan ‘menyamaratakan’ namanya dengan kedua kakaknya begitu
menggebu-gebu. Tapi keinginan tersebut malah sering kali membuatnya terjerumus
pada keadaan sulit.
Suatu ketika, seorang petugas
perwakilan dari Virginia Commonwealth Attorney Mason Wardell bernama Charley
Rakes (Guy Pearce) datang ke wilayah tersebut untuk meminta pajak yang cukup
besar kepada para pengusaha di daerah tersebut. Forrest yang cukup keras kepala
dan idealis sama sekali tidak ingin membayar dan mengancam akan membunuh Rakes
jika dia berani datang menemuinya lagi. Tapi Rakes tidak menyerah begitu saja. Dengan
bantuan Sheriff dan petugas lain yang terpaksa mematuhinya, Rakes mengintai
keluarga Bondurant untuk mengetahui tempat pembuatan minuman keras mereka yang
terkenal itu.
Sementara itu, Jack yang masih
berniat membuktikan diri kepada kedua kakaknya mencoba membuat minuman baru
yang jauh lebih enak dengan bantuan sahabatnya: Criket Pate (Dane DeHaan). Tapi
karena masih begitu ceroboh, Rakes malah menemukan gubuk tempat Jack dan Criket
menyuling minuman mereka dan memukuli Jack. Jack kembali kepada kedua kakaknya
dengan wajah babak belur dan mengirimkan pesan bahwa Rakes ingin Forrest tunduk
kepada perintahnya. Tapi tentu saja Forrest tidak mau. Tindakan Forrest yang
keras kepala ini membuat Rakes semakin kesal. Dia membayar dua orang preman
untuk datang ke restoran keluarga Bondurant dan mengganggu pramusaji mereka
yang baru: Maggie Beauford (Jessica Chastein). Forrest yang diam-diam menaruh
hati kepada Maggie memukul kedua preman tersebut dan mengusir mereka. Tapi saat
restoran itu sudah tutup, kedua preman itu kembali untuk menggorok leher
Forrest dan memperkosa Maggie.
Saat Forrest sedang dalam masa
pemulihan, Jack merasa mendapat kesempatan untuk membuktikan diri kepada kedua
kakaknya. Dia menjual semua persediaan minuman keras yang sudah dikumpulkan
Forrest kepada seorang gangster bernama Floyd Banner (Gary Oldman) dengan harga
dua kali lipat. Dan bukan hanya itu, Floyd juga memberikan alamat kedua preman
yang telah menganiyaya Forrest dan Maggie sehingga Forrest dengan bantuan
Howard bisa membunuh preman-preman itu untuk membalas dendam. Walau pada
awalnya Forrest dan Howard begitu kesal dengan kelancangan sang adik, tapi pada
akhirnya Floyd Banner menjadi pelanggan tetap mereka. Dengan harga yang lebih
mahal dan jumlah pesanan yang banyak, kakak beradik Bondurant akhirnya mampu mengembangkan
produksi minuman keras mereka menjadi lebih besar dan berhasil mengumpulkan
lebih banyak uang lagi.
Rakes naik pitam mengetahui hal ini.
Dengan mengikuti Jack yang membawa pacarnya, Bertha Minnix (Mia Wasikowska) ke
tempat penyulingan terbesar mereka di pinggir hutan, Rakes menggerebek tempat
itu, meledakkannya sehingga rata dengan tanah dan membunuh Criket. Hal ini
membuat seluruh anggota keluarga Bondurant marah sehingga pertempuran berdarah
pun tak bisa dihindari lagi.
Film yang disutradarai oleh John
Hilcoat, salah seorang sutradara asal Australia yang cukup menjanjikan ini
terasa begitu pas untuk saya. Saya suka ceritanya yang diangkat dari sebuah
novel berjudul The Wettest Country In The World karangan Matt Bondurant yang
memang diambil dari kisah nyata sang kakek beserta paman sang penulis sendiri. Alurnya
juga tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat, dengan detail cerita yang
rapi, dialog yang mudah dimengerti dan twist yang tidak berlebihan. Setting cerita
juga bagus, dengan costum dan make up yang pas. Para tokohnya juga unik dengan karakter
tokoh yang terbentuk kuat. Apa lagi para actor dan actress yang berperan di
dalam film ini memang sudah tidak perlu diragukan lagi kemampuan beraktingnya,
sehingga emosi penonton dapat tercipta dengan baik. Saya secara pribadi ingin ‘mengangkat
topi’ setinggi-tingginya untuk acting Tom Hardy dan Guy Pearce yang spectacular
di film ini.
Memang adegan kekerasan dan
pertumpahan darah dalam film ini cukup sadis dan bisa membuat bulu kuduk merinding,
tapi saya sempat merasa heran karena film yang menyandang rating R (Resticted)
ini justru tidak terlalu menonjolkan unsur nuditynya. Sejujurnya, kenyataan yang
satu ini membuat saya senang karena selama saya menonton film bioskop, sebagian
besar film dengan genre serupa akan dengan senang hati menambahkan adegan nude sebagai salah satu
daya tariknya. Tapi bahkan costum para actress pun tidak menonjolkan keseksian
yang terlalu berlebihan atau dibuat-buat. Paling tidak dengan begini saya yakin
film ini digarap dengan serius.
Saya dengan senang hati
memberikan empat dari lima bintang untuk film ini. Dan dengan jajaran nama
besar lain yang muncul, seperti Gary Oldman yang legendaries, Shia LeBauf yang
sedang naik daun dan juga Jessica Chastain yang baru saja memenangkan Golden
Globe Awards untuk kategori Best Actress-Drama dan Best Actress In a Movie pada
Critics’ Choice Movie Awards, film ini tentunya akan sangat sayang untuk dilewatkan.
Apa lagi bagi kalian penggemar historical movie yang penuh drama serta action
sekaligus.