WORLD WAR Z

Apa yang ada di pikiran anda jika saya menyebutkan kata: ‘zombi’? Mengerikan? Gemar memangsa manusia? Berjalan dengan super lamban sambil tertatih-tatih dengan mata melotot dan gigi hitam menyeringai? Memang sebagian zombie yang kita tahu memiliki karakteristik seperti itu, tapi zombie yang ditampilkan dalam film yang dibintangi oleh actor senior Brad Pitt ini memiliki sedikit perbedaan dengan zombie pada umumnya.

Sebelumnya, saya akan menjelaskan synopsis film ini dulu, yah.

Intinya film ini bercerita mengenai kisah seorang mantan investigator PBB bernama Gerry Lane (Brad Pitt) yang berusaha untuk menyelamatkan diri dari wabah zombie yang tiba-tiba menyerang sebagian besar penduduk di dunia. Awalnya, Gerry dan istrinya: Karin Lane (Mirelle Enos) beserta kedua putrinya: Rachel Lane (Abigail Gargrove) dan Constance Lane (Sterling Jerins) sedang melakukan rutinitas pagi mereka seperti biasa. Tapi saat sedang menghadapi kemacetan kota Philadelphia, tiba-tiba sekelompok orang yang terinfeksi virus zombie menyerang seisi kota dan mengubah setiap korban yang digigitnya menjadi zombie hanya dalam waktu dua belas detik saja. Seluruh penduduk kota pun menjadi panic sehingga menyulut berbagai kekacauan, kecelakaan, pembunuhan dan penjarahan di mana-mana.

Dalam upaya menyelamatkan diri, Gerry membawa seluruh keluarganya ke sebuah apartemen di mana sahabat sekaligus Sekertaris Jenderal Deputy PBB: Thierry (Fana Mokoena) akan mengirimkan sebuah helicopter ke atas gedung untuk menjemput mereka. Tapi usaha Gerry dan keluarganya untuk sampai ke atas gedung tidak bisa dilaksanakan dengan mudah. Hanya dalam waktu beberapa menit saja seluruh kota sudah terinfeksi virus zombie dan setiap manusia yang belum terinfeksi pun diburu, termasuk para penghuni apartemen yang mereka naiki. Untungnya keluarga Gerry diselamatkan oleh sebuah keluarga. Walau pada akhirnya keluarga tersebut tewas karena diserang juga, tapi anak laki-laki mereka: Tommy (Fabrizio Zacharee Guldoas) berhasil melarikan diri dan bergabung dengan keluarga Lane.

Mereka dan penduduk lain yang berhasil diselamatkan dibawa ke kapal U.S. Navy di lepas pantai New York City di mana di dalam kapal tersebut juga berkumpul berbagai pihak militer yang sedang berusaha mencari tahu dari mana wabah tersebut berasal dan bagaimana menanganinya. Seorang dan satu-satunya ahli virus yang selamat: Dr. Fassbach (Elyes Gabel) menyatakan bahwa mereka harus bisa menemukan di mana virus tersebut menyebar pertama kalinya sehingga mereka bisa menemukan bagaimana cara mengatasinya. Dikarenakan Gerry adalah satu-satunya mantan investigator PBB yang cukup berpengalaman dan dengan sedikit ancaman, maka komandan U.S Navy pun memintanya untuk ikut beserta rombongan peneliti ke Korea Selatan, tempat di mana virus tersebut diduga ditemukan pertama kali.

Tapi ternyata usaha mereka tidak bisa berjalan dengan mulus. Berbagai kejadian yang sangat tidak terduga terjadi sepanjang perjalanan, mulai dari Dr. Fassbach yang tidak sengaja menembak dirinya sendiri, adegan petak umpet Gerry dengan para zombie, hingga hasil penyelidikan yang membawa Gerry terbang ke Jerusalem dan bertemu dengan seorang prajurit Israel wanita bernama Segen (Daniella Kertezs) yang akhirnya menemani Gerry hingga tiba di pusat penelitian WHO di Cardliff, Wales. Di sana mereka mendapat bantuan dari para peneliti untuk menemukan cara mengatasi para zombie.

Memang benar, inti cerita dalam film ini terasa klise. Bahkan, menurut saya, World War Z ini menggunakan tema yang sangat sederhana jika dibandingkan dengan film apocalypse atau pun post apocalypse lainnya. Plot dan settingnya terlalu melompat-lompat dan latar belakang cerita tidak terlalu dapat disampaikan dengan detail sehingga mungkin membingungkan untuk sebagian penonton. Karakteristik para tokohnya pun tidak tergali dengan cukup baik sehingga ikatan emosional antara tokoh dan penonton tidak bisa terjalin dengan kuat. Kecuali emosi penonton terhadap sang tokoh utama yang diperankan oleh Brad Pitt sendiri, sih. Dengan kamera yang (terlalu) intense menyorot Brad Pitt dan melupakan para tokoh lain yang tidak diperankan oleh actor dan actress yang cukup terkenal, saya rasa tidak heran jika sebagian penonton mengatakan bahwa film ini hanya ‘menjual’ Brad Pitt saja.

Untungnya, shocking scene film ini juara. Beberapa scene bahkan cukup membuat saya menjerit kaget atau membuat saya tidak bisa duduk diam menahan rasa gemas di kursi saya yang empuk. Actionnya juga cukup menegangkan, walaupun didominasi dengan adegan lari dan pengejaran. Dan animasinya juga patut diacungi jempol, terutama saat scene-scene yang menampilkan pergerakan massive para zombie yang bisa bergerak dengan sangat cepat, lincah dan agresif.

Oh iya, film ini dibuat berdasarkan novel berjudul sama karangan Max Brooks. Saya memang belum membaca novel tersebut, tapi berdasarkan synopsis yang saya baca, versi bukunya memang sangat berbeda dengan versi layar lebarnya. Dalam versi novel, kisah ini menceritakan mengenai penyelidikan dan berbagai wawancara yang dilakukan Gerry Lane terhadap para pihak terkait mengenai wabah zombie tersebut. Gaya penulisan sang author terasa begitu kental dengan unsure politik, pandangan social dan budaya dan cukup jauh dari unsure emosional sang tokoh utamanya.


Saya hanya bisa memberikan tiga setengah dari lima bintang untuk film ini. Saya memberi setengah bintang ekstra dari tiga bintang yang ingin saya berikan di awal review ini khusus untuk shocking scenenya yang berhasil membuat adrenalin saya mengalir dan membuang rasa bosan. Tapi jika mengingat usaha Brad Pitt dan rumah produksinya: Plan B untuk membuat film ini yang penuh dengan perjanjian, perubahan scenario, pergantian scriptwriter, jadwal shooting yang molor dan jadwal tayang yang juga mundur, saya rasa Marc Forster sebagai sutradara masih bisa disebut cukup berhasil. But, sorry to say, bagi saya pribadi menonton film ini seperti menonton film I’m A Legend dengan versi yang lebih baik. Tidak lebih.