Apa yang ada di pikiran anda jika
saya menyebutkan kata: ‘zombi’? Mengerikan? Gemar memangsa manusia? Berjalan dengan
super lamban sambil tertatih-tatih dengan mata melotot dan gigi hitam menyeringai?
Memang sebagian zombie yang kita tahu memiliki karakteristik seperti itu, tapi
zombie yang ditampilkan dalam film yang dibintangi oleh actor senior Brad Pitt
ini memiliki sedikit perbedaan dengan zombie pada umumnya.
Sebelumnya, saya akan menjelaskan
synopsis film ini dulu, yah.
Intinya film ini bercerita
mengenai kisah seorang mantan investigator PBB bernama Gerry Lane (Brad Pitt)
yang berusaha untuk menyelamatkan diri dari wabah zombie yang tiba-tiba
menyerang sebagian besar penduduk di dunia. Awalnya, Gerry dan istrinya: Karin Lane
(Mirelle Enos) beserta kedua putrinya: Rachel Lane (Abigail Gargrove) dan
Constance Lane (Sterling Jerins) sedang melakukan rutinitas pagi mereka seperti
biasa. Tapi saat sedang menghadapi kemacetan kota Philadelphia, tiba-tiba
sekelompok orang yang terinfeksi virus zombie menyerang seisi kota dan mengubah
setiap korban yang digigitnya menjadi zombie hanya dalam waktu dua belas detik
saja. Seluruh penduduk kota pun menjadi panic sehingga menyulut berbagai
kekacauan, kecelakaan, pembunuhan dan penjarahan di mana-mana.
Mereka dan penduduk lain yang
berhasil diselamatkan dibawa ke kapal U.S. Navy di lepas pantai New York City
di mana di dalam kapal tersebut juga berkumpul berbagai pihak militer yang
sedang berusaha mencari tahu dari mana wabah tersebut berasal dan bagaimana
menanganinya. Seorang dan satu-satunya ahli virus yang selamat: Dr. Fassbach
(Elyes Gabel) menyatakan bahwa mereka harus bisa menemukan di mana virus
tersebut menyebar pertama kalinya sehingga mereka bisa menemukan bagaimana cara
mengatasinya. Dikarenakan Gerry adalah satu-satunya mantan investigator PBB
yang cukup berpengalaman dan dengan sedikit ancaman, maka komandan U.S Navy pun
memintanya untuk ikut beserta rombongan peneliti ke Korea Selatan, tempat di
mana virus tersebut diduga ditemukan pertama kali.
Tapi ternyata usaha mereka tidak
bisa berjalan dengan mulus. Berbagai kejadian yang sangat tidak terduga terjadi
sepanjang perjalanan, mulai dari Dr. Fassbach yang tidak sengaja menembak
dirinya sendiri, adegan petak umpet Gerry dengan para zombie, hingga hasil
penyelidikan yang membawa Gerry terbang ke Jerusalem dan bertemu dengan seorang
prajurit Israel wanita bernama Segen (Daniella Kertezs) yang akhirnya menemani Gerry
hingga tiba di pusat penelitian WHO di Cardliff, Wales. Di sana mereka mendapat
bantuan dari para peneliti untuk menemukan cara mengatasi para zombie.
Memang benar, inti cerita dalam
film ini terasa klise. Bahkan, menurut saya, World War Z ini menggunakan tema
yang sangat sederhana jika dibandingkan dengan film apocalypse atau pun post
apocalypse lainnya. Plot dan settingnya terlalu melompat-lompat dan latar
belakang cerita tidak terlalu dapat disampaikan dengan detail sehingga mungkin
membingungkan untuk sebagian penonton. Karakteristik para tokohnya pun tidak
tergali dengan cukup baik sehingga ikatan emosional antara tokoh dan penonton
tidak bisa terjalin dengan kuat. Kecuali emosi penonton terhadap sang tokoh
utama yang diperankan oleh Brad Pitt sendiri, sih. Dengan kamera yang (terlalu)
intense menyorot Brad Pitt dan melupakan para tokoh lain yang tidak diperankan
oleh actor dan actress yang cukup terkenal, saya rasa tidak heran jika sebagian
penonton mengatakan bahwa film ini hanya ‘menjual’ Brad Pitt saja.
Untungnya, shocking scene film
ini juara. Beberapa scene bahkan cukup membuat saya menjerit kaget atau membuat
saya tidak bisa duduk diam menahan rasa gemas di kursi saya yang empuk. Actionnya
juga cukup menegangkan, walaupun didominasi dengan adegan lari dan pengejaran. Dan
animasinya juga patut diacungi jempol, terutama saat scene-scene yang
menampilkan pergerakan massive para zombie yang bisa bergerak dengan sangat
cepat, lincah dan agresif.
Oh iya, film ini dibuat berdasarkan
novel berjudul sama karangan Max Brooks. Saya memang belum membaca novel
tersebut, tapi berdasarkan synopsis yang saya baca, versi bukunya memang sangat
berbeda dengan versi layar lebarnya. Dalam versi novel, kisah ini menceritakan
mengenai penyelidikan dan berbagai wawancara yang dilakukan Gerry Lane terhadap
para pihak terkait mengenai wabah zombie tersebut. Gaya penulisan sang author
terasa begitu kental dengan unsure politik, pandangan social dan budaya dan
cukup jauh dari unsure emosional sang tokoh utamanya.
Saya hanya bisa memberikan tiga
setengah dari lima bintang untuk film ini. Saya memberi setengah bintang ekstra
dari tiga bintang yang ingin saya berikan di awal review ini khusus untuk
shocking scenenya yang berhasil membuat adrenalin saya mengalir dan membuang
rasa bosan. Tapi jika mengingat usaha Brad Pitt dan rumah produksinya: Plan B
untuk membuat film ini yang penuh dengan perjanjian, perubahan scenario,
pergantian scriptwriter, jadwal shooting yang molor dan jadwal tayang yang juga
mundur, saya rasa Marc Forster sebagai sutradara masih bisa disebut cukup
berhasil. But, sorry to say, bagi saya pribadi menonton film ini seperti
menonton film I’m A Legend dengan versi yang lebih baik. Tidak lebih.