Saya sudah tinggal selama hampir
dua puluh tahun di Bandung, dan sebagai pendatang, secara tidak langsung saya
mengikuti perkembangan kota kembang yang sudah berumur lebih dari dua ratus
tahun ini. Tapi sayangnya, selama dua puluh tahun ini, perkembangan kota
Bandung tidak terlalu menggembirakan. Memang nama kota Bandung semakin mewangi
seiring dengan bertambahnya jumlah factory outlet dan berbagai tempat rekreasi
lain. Berbagai event pun banyak digelar di kota Bandung, mulai dari yang
bertaraf regional, nasional maupun internasional. Belum lagi setelah
diresmikannya penggunaan tol Cipularang, penduduk kota Jakarta dan kota lain
kini dapat dengan mudah datang ke Bandung hanya dalam hitungan jam saja.
Dampaknya? Pembangunan merebak bak jamur di musim hujan.
Berbicara mengenai hujan, kota
Bandung begitu sensitive dengan kata yang satu ini. Rumusannya begini: jika
kota Bandung ditambah dengan hujan sama dengan banjir dan macet. Hampir seluruh
jalan di sepanjang kota Bandung, baik itu jalan raya maupun jalan kecil,
dihiasi dengan lubang dan genangan air. Hujan atau pun tidak, genangan air yang
kotor akan selalu ada, membuat bukan saja para pengendara roda dua saja tapi
juga pengendara roda empat pun harus berhati-hati. Walaupun saya tidak bisa
membuktikan secara akurat dan menuliskan jumlah yang specific, tapi saya bisa
memastikan bahwa jumlah kecelakaan yang terjadi di jalan kini sebagian besar
didominasi karena kerusakan jalan.
Keadaan ini juga sama tidak
menyenangkan bagi para pengguna kendaraan roda empat atau lebih. Kondisi jalan
raya yang penuh lubang, fasilitas rambu lalu lintas yang tidak memadai, jumlah
jalan satu arah yang membingungkan dan banjir di mana-mana membuat
ketidaknyamanan bagi semua pengendara. Belum lagi kemacetan yang harus mereka
hadapi setiap harinya sehigga membuat keadaan lalu lintas kota Badung tidak
jauh berbeda dengan lalu lintas ibukota Jakarta yang jauh lebih padat penduduk.
Dan bagaimana dengan para pejalan
kaki? Percaya atau tidak, nasib mereka tidak kalah memprihatinkannya. Kondisi
angkutan umum yang tidak memadai memang sudah menjadi rahasia umum, tapi bukan
hanya itu. Fasilitas untuk pejalan kaki pun tidak memadai, dengan kondisi
trotoar yang rusak, jalan yang banjir dan kotor dan dipenuhi oleh pedagang kaki
lima, serta lampu jalan yang tidak berfungsi, bahu jalan yang dipenuhi berbagai
kendaraan yang berebut untuk melintas dan tindak kriminalitas yang semakin
tinggi membuat lahan dan keselamatan para pejalan kaki seolah dijajah.
Betul, Bandung sudah tidak ramah
lagi, bahkan untuk para pejalan kaki.
Bagaimana solusi terbaik untuk
masalah ini? Memberantas korupsi di pemerintahan sudah merupakan wacana basi
untuk dibahas. Menumbuhkan kecintaan lebih kepada kota Bandung pun sudah tidak
perlu dilakukan lagi. Semua orang justru sangat mencintai Bandung, kalau tidak
bagaimana mungkin mereka mau datang ke Bandung setiap akhir minggu, bukan?
Mengajak para penduduk untuk melestarikan lingkungan pun tidak akan bisa
terlaksana dengan baik jika bahkan pemerintah daerah tidak mau mendukung dan
ikut berpartisipasi. Dengan hanya memiliki luas ± 167.67 km², sudut kota
Bandung mana lagi yang akan ditutupi oleh besi dan beton? Apa lagi yang harus
kita bangun jika ingin kota Bandung kita yang tercinta ini ‘tenggelam’ dengan
cepat? Jadi, apa yang bisa dilakukan?
Kenapa pemerintah tidak mencoba
untuk mengharamkan pembangunan dan menghalalkan peremajaan saja? Ada begitu
banyak bangunan indah dan megah di kota kita ini dan sebagian besar belum
digunakan secara maksimal. Kenapa pemerintah tidak memaksimalkan apa yang ada
saja dan menggunakan lahan yang tersisa untuk sesuatu yang lebih berguna,
seperti menambah ruang terbuka hijau dan daerah resapan air, misalnya? Kenapa
pemerintah tidak memberikan kewajiban bagi setiap pengusaha yang membangun
mall, hotel dan semua gedung tinggi di sekitar Bandung untuk memanfaatkan
minimal seperempat luas tanah yang mereka gunakan untuk membangun taman,
menanam pohon dan menyerap air?
Lagipula, kota Bandung merupakan
ibukota Jawa Barat yang tidak terlalu besar dan terkenal dengan masyarakatnya
yang ramah. Saya rasa semua penduduk Bandung setuju bahwa mereka tidak
memerlukan keberadaan mall dan hotel disetiap sudut rumah mereka jika dari satu
mall ke mall yang lain bisa ditempuh dengan nyaman dan aman hanya dalam waktu
kurang dari sepuluh menit dengan berjalan kaki.