TIPS NULIS #12: PILIH GENREMU

Setelah kita mempelajari tips dan trik dalam menulis, kini saatnya kita membahas mengenai macam-macam genre dalam menulis. Sebenarnya ada begitu banyak jenis karya tulis dan kesemuanya memiliki spesifikasi tersendiri. Tapi pada kesempatan ini saya akan coba mengelompokkan genre secara umum saja.

Karya tulis popular terdiri dari dua jenis yang sudah begitu dikenal setiap orang, yaitu: fiksi dan non-fiksi. Karya tulis fiksi adalah karya yang ditulis berdasarkan imajinasi dan pemikiran penulisnya sehingga ada kemungkinan kejadian-kejadian yang dituliskan tidak pernah benar-benar terjadi atau mengalami dramatisasi dari penulisnya sendiri. Sedangkan karya tulis non-fiksi adalah bentuk tulisan yang disusun berdasarkan kisah nyata yang benar-benar terjadi, contohnya otobiografi.

Karya tulis fiksi juga terdiri dari beberapa jenis. Misalnya: novel, yang merupakan karya tulis paling panjang; novella, yang tidak sepanjang novel; cerpen, yang lebih pendek dari pada novella; hingga flash fiction, yaitu sebuah karya tulis super singkat.

Setiap karya tulis juga memiliki genre yang bermacam-macam. Pada zaman modern ini, genre-genre tersebut biasanya terdiri dari:
1.       Teenlit
Genre ini mencakup pangsa pasar generasi muda, biasanya adalah anak-anak SMP dan sebagian SMU. Tema yang dipakai biasanya sangat ringan, seputar kisah percintaan dengan teman sekelas, pencarian jati diri, pergaulan anak muda atau persaingan di lingkungan sekolah. Gaya bahasanya pun sangat santai dan terkadang menggunakan bahasa gaul.

2.       Chicklit
Ini genre yang sedikit lebih dewasa dibandingkan teenlit. Biasanya pangsa pasarnya mencakup anak SMU, Mahasiswa dan pegawai muda. Tema yang diambil pun sedikit lebih rumit, melibatkan penemuan jati diri, kisah cinta yang rumit atau kehidupan perkantoran. Tata bahasa yang dipakai juga sedikit lebih dewasa dan konfliknya pun sedikit lebih rumit.

3.       Romance
Ini adalah genre dengan tema kisah cinta yang ditujukan untuk kalangan dewasa. Biasanya menggunakan tokoh, konflik, bahasa dan tema yang jauh lebih berat dari pada genre teenlit dan chicklit.

4.       Komedi
Genre ini umumnya disukai semua kalangan, walaupun ada beberapa genre komedi yang ditujukan khusus untuk dewasa. Biasanya menggunakan bahasa gaul dengan cara penulisan yang ringan dan konflik yang konyol.

5.       Misteri
Nah, genre yang ini adalah genre yang tidak umum. Biasanya mencakup pangsa pasar yang lebih dewasa dengan tema yang penuh dengan kisah teka-teki dan menggundang rasa penasaran. Konfliknya pun membingungkan dan menggunakan tokoh-tokoh yang tidak biasa, misalnya seorang detektif.

6.       Horor
Kalau yang ini adalah genre yang paling tidak saya sukai karena biasanya menceritakan kisah seputar makhluk halus atau sesuatu yang tidak bisa dipikirkan dengan akal sehat atau bahkan tidak pernah terpecahkan. Saat ini genre horror juga bisa ditulis bagi berbagai kalangan dan usia, walaupun level konflik dan temanya tetap disesuaikan.

7.       Inspiratif
Kalau genre yang satu ini sering kali disamakan dengan otobiografi, padahal dua genre ini berbeda, loh. Otobiografi adalah kisah hidup seseorang yang dituliskan apa adanya ke dalam sebuah buku, sedangkan kisah inspiratif adalah cerita yang didasarkan pada kisah nyata seseorang dengan bumbu fiksi di dalamnya.

8.       Fantasi
Nah, ini dia genre favorit saya. Sesuai dengan namanya, genre ini adalah karya tulis yang dihasilkan murni dari imajinasi penulisnya. Semua tokoh, kisah, konflik dan bahkan lokasi dan latar belakangnya didapat dari kebebasan sang penulis untuk berimajinasi. Semua kalangan memiliki kisah fantasi mereka masing-masing, termasuk dongeng untuk anak kecil.

Nah, itu dia sebagian genre popular yang banyak beredar di toko buku saat ini. Setiap genre memiliki spesifikasi yang lebih detail lagi, tapi biasanya spesifikasi itu hanya dibedakan oleh detail kecil saja. Oh iya, masih ada banyak jenis karya tulis lain yang belum saya sebutkan, misalnya fanfiction, esai, puisi dan lainnya. Dunia sastra Indonesia memang begitu luas dan kaya ragam, kita seharusnya bangga dapat menghasilkan, walaupun, satu dari begitu banyak jenis.

Jadi, sudah menentukan genremu? Well, apa pun genre yang kamu pilih, pastikan saja kamu menulisnya dengan senang dan tanpa paksaan, karena semua hal yang kita lakukan dengan hati, pastinya akan menghasilkan yang terbaik.

So, selamat menulis, yah! (^_^)

230612 ~ Black Rabbit~

TIPS NULIS #11: PLOT/ALUR


Banyak sekali teman yang kebingungan untuk membedakan antara alur dan plot. Sekarang, kita coba untuk membahas tema yang satu ini, yuk!

Sebenarnya alur dan plot adalah dua hal yang sama. Keduanya adalah jalan cerita yang bertugas ‘membawa’ tokoh kita melewati berbagai konflik sampai ending. Tapi ada juga beberapa orang yang membedakan keduanya. Jika alur lebih merupakan kronologis cerita dari bab awal sampai ending, maka plot adalah perkembangan tema yang melibatkan hukum sebab-akibat sehingga menimbulkan konflik. Di mana perkembangan konflik yang berkesinambungan akan membawa tokoh kepada ending cerita, yaitu penyelesaian konflik yang terjadi di awal bab.

Intinya sama saja, alur dan plot adalah kerangka cerita, tahap-tahap yang dilalui tokoh untuk mencapai ending.

Jika pada Tips Nulis #8 tentang ‘Bermain Alur’ yang sudah dibahas sebelumnya saya menerangkan bagaimana perjalanan alur yang bisa dipilih setiap penulis untuk dituangkan dalam naskahnya, maka kali ini saya akan mencoba membahas kerangka plot/alur yang biasanya terbentuk.

Sebuah novel yang utuh biasanya memiliki beberapa bagian cerita, yaitu: bab awal/perkenalan, konflik, klimaks, anti klimaks dan ending. Unsur-unsur tersebut tidak perlu disusun secara sistematis, semua tergantung kreatifitas dan tujuan tertentu yang ingin disampaikan penulisnya. Tapi biasanya, kelima unsur tersebut adalah unsur dasar yang wajib ada dalam satu novel utuh.

Bab awal atau bab perkenalan adalah bab di mana pembaca diajak untuk mengenal para tokoh yang ada. Bagaimana sifat mereka, keadaan fisik mereka, karakter mereka dan hubungan mereka dengan para tokoh lainnya.

Sedangkan konflik adalah bab di mana para tokoh mulai mengalami masalah, mulai mempertanyakan segala hal dan mengalami pergulatan batin. Seberapa rumit konflik yang ingin disajikan tergantung kepada seberapa banyak penulis ingin para pembaca terlibat ke dalam kehidupan para tokoh.

Lalu semua konflik akan memuncak pada klimaks, di mana para tokoh dihadapkan pada sebuah pilihan dan harus menentukan keputusan.

Dan apa yang dibahas pada bab anti klimaks? Pada anti klimaks semua permasalahan yang belum terselesaikan dapat diselesaikan pada bab ini. Termasuk berbagai penjelasan yang mendasari sang tokoh mengambil keputusan pada bab klimaks sebelumnya.

Dan akhirnya pada bab ending para tokoh sudah ‘matang’ dan berhasil menjadi seseorang yang lebih baik dari pada tokoh yang diperkenalkan pada awal bab.

Se-simpel itulah cara menyusun plot/alur, sama persis seperti kita menyusun kerangka cerita. Sisanya tergantung pada kreatifitas kita mengolah tema menjadi kisah yang menarik untuk diikuti serta pemilihan kata atau diksi yang tepat dan cara berdeskripsi yang lancar dan menarik.

Apa kesulitan yang biasanya paling menghambat saat menyusun plot/alur?

Biasanya, tema yang lemah dan konflik yang terlalu simpel dapat membuat kita mengalami Writers Block (untuk mengetahui tips tentang Writers Block, silahkan baca Tips Nulis #1). Karena itu cobalah pilih tema yang unik tapi kuat dan menarik untuk dibahas. Konflik yang kita hadirkan juga haruslah bisa membuat penasaran dan sulit ditebak. Jangan memilih konflik yang ‘terlalu sinetron’ sehingga membuat pembaca bosan atau dapat dengan mudah memperkirakan endingnya.

Tapi bagaimana jika kita memang memilih tema dan konflik yang sudah sangat umum? Kalau begitu, pilihlah metode menulis yang tidak biasa. Misalnya menggunakan alur mundur, menyajikan tokoh yang memiliki karakter yang tidak biasa atau bercerita melalui media lain.

Sebagai contoh, kalian bisa menelaah karya-karya Meg Cabot. Saya pribadi adalah penggemar berat author yang satu ini, karena Meg Cabot bisa menuangkan tema cerita yang sederhana/umum ke dalam media bercerita yang tidak biasa. Misalnya pada serial ‘Pricess Diaries’-nya. Pada kesepuluh novel teenlit tersebut, Meg Cabot menceritakan kisah gadis remaja kutu buku biasa yang sering menerima ejekan dari teman-teman sekolahnya. Padalah dia adalah pewaris kerajaan sebuah Negara kecil di benua Eropa. Temanya begitu simple dan konflik yang dialami para tokohnya pun merupakan konflik khas anak muda yang banyak dibahas pada novel teenlit lainnya. Bedanya, Meg Cabot menggunakan media buku harian sehingga hal sederhana tersebut dapat dibaca dengan cara unik dan berbeda.

Cara seperti ini sangat boleh kita tiru, loh. Kita bisa menggunakan media apa saja untuk menulis, asalkan tema tetap kuat, cara penyampaian tetap berkarakter dan disusun dengan baik. Gampang, kan?

Jadi, coba telaah lagi naskah kalian, apakah unsur-unsur tersebut sudah tercantum di dalamnya? Jika belum, segeralah mulai menyusun kerangkanya dan mulailah berkreasi, dengan begitu tidak akan ada hal yang tidak mungkin untuk dilakukan dalam menulis.

170612 ~Black Rabbit~

TIPS NULIS #10: BERDESKRIPSI


Kali ini kita akan membahas tentang deskripsi. Apa yang dimaksud dengan deskripsi, bagaimana melakukannya dengan baik dan apa hubungannya terhadap naskah kita? Coba kita bahas.

Di salah satu blog seorang teman terdapat pengertian deskripsi cerita yang paling tepat menurut saya. Di sana dikatakan: ‘Deskripsi adalah salah satu jenis karangan yang melukiskan suatu objek sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sehingga pembaca dapat melihat, mendengar, merasakan, mencium secara imajinatif apa yang dilihat, didengar, dirasakan dan dicium oleh penulis tentang objek yang dimaksud.’ (sumber: aipin apud-blog http://iaibcommunity.wordpress.com/2008/04/22/paragraf-deskriptif)

Penjelasan itu sudah sangat jelas menerangkan apa yang dimaksud deskripsi dalam menulis. Menulis secara deskriptif berarti menceritakan dengan sedetail-detailnya apa yang dilihat dan dirasakan tokoh yang kita ciptakan kepada pembaca. Ini bisa berarti menjabarkan setting lokasi di mana sang tokoh berada atau emosi yang sedang dirasakannya, atau juga gabungan keduanya.

Kedengarannya mudah sekali, yah. Tapi apakah memang semudah itu melakukannya? Well, ternyata tidak semudah itu, loh. Beberapa teman sering mengeluhkan betapa mereka begitu kesulitan mendeskripsikan setting lokasi atau emosi tokohnya. Mereka bahkan tidak tahu harus memulai dari mana!

Saya juga sering kali mengalaminya dan memang cukup membuat frustasi. Tapi biasanya saya akan mulai mendeskripsikan cuaca pada saat kejadian terjadi lalu mengaitkannya kepada tokoh. Setelah itu barulah saya bahas mengenai setting lokasi di mana tokoh saya berada dan kembali mengaitkan situasi itu pada tokoh yang kita ciptakan.

Se-simpel itu? Yup, se-simpel itu.

Saya selalu ingat tentang nasihat kakak saya. Dia sebenarnya bukan seorang penulis, tapi bisa memberikan cara belajar paling logis yang bisa saya lakukan saat sedang ber-deskripsi. Menurut kakak saya, untuk mulai berdeskripsi, cobalah melihat suatu kejadian seolah sebuah scene dalam film yang sedang kita tonton. Dalam film, biasanya scene dimulai saat kamera menyorot ruangan di mana actor/aktris berada lalu mulai menyorot wajah sang actor/aktris untuk menunjukkan ekspresi mereka dan akhirnya dialog pun dimulai yang juga menandakan konflik cerita dimulai pada detik yang sama. Kurang lebih hal seperti itulah yang kita lakukan saat berdekripsi. Bedanya, penulis berdeskripsi dalam bentuk lisan, bukan visual seperti sutradara dalam sebuah film.

Tapi, akan timbul pertanyaan lagi. Jika berdeskripsi begitu sulit dilakukan, kenapa penulis harus menguasainya dengan baik? Well, pada dasarnya menulis cerita, terutama fiksi dan lebih special lagi pada fiksi fantasi, semuanya tergantung pada cara sang penulis berdeskripsi. Hanya melalui deskripsi cerita yang baik dan mengalir lancar para pembaca akan ikut terhanyut dalan kisah yang kita berikan dan menerima tema se-aneh apa pun yang kita kisahkan.

Semua ini berhubungan erat dengan kualitas si penulis itu sendiri. Semakin sering belajar berdeskripsi, maka kualitasnya akan semakin baik. Untuk itu saya selalu berusaha mengasah kemampuan berdeskripsi yang sudah saya miliki dengan cara terus menulis. Biasanya, saya berusaha mendeskripsikan benda yang berada di hadapan mata saya terlebih dahulu, misalnya sebuah mug. Saya akan mencoba mendeskripsikan bentuk mug itu, warnanya, fungsinya hingga letak dan kegunaannya. Semakin detail akan semakin baik. Dan seiring berjalannya waktu, kemampuan menulis kita akan semakin meningkat sehingga kita bisa menentukan harus mendeskripsikan sesuatu hingga batas tertentu.

Kunci untuk menaklukkan kesulitan berdeskripsi hanya satu: jam terbang. Teruslah belajar menggunakannya pada setiap naskah dan temukan karekteristik deskripsi kita masing-masing. Jika semua itu sudah dikuasai, maka tidak akan ada lagi pertanyaan mengenai cara memulai bercerita atau mendeskripsikan sesuatu.

Masih bingung juga?

Sudah, ambil pulpen dan bukumu, lalu mulai menulis. Jangan terlalu memikirkan teori sehingga lupa untuk menerapkannya. Jika kita tidak mencobanya langsung, kita tidak akan tahu seberapa besar tingkat kesulitannya.

So, ayo mulai menulis! (^_^)

100612 ~Black Rabbit~

TIPS NULIS #9: MEMILIH JUDUL


Ada salah satu teman yang bertanya mengenai pemilihan judul. Wah, kalo tentang yang satu ini memang agak sedikit membingungkan. Soalnya saya sendiri cukup kesulitan menentukan judul untuk naskah saya. Tapi bagaimana pun juga ini adalah permintaan seorang teman, saya tetap akan mencoba menjawab dan memberikan tips dan trik.

Tapi sebelumnya, saya mau minta izin untuk memberikan pendapat secara pribadi tentang tema ini. masalahnya, tidak ada teori yang pasti, hitam di atas putih, mengenai pemilihan judul yang baik dan benar. Jadi, tidak ada pilihan lain, saya harus mengandalkan pengalaman saya yang tidak ada apa-apanya ini. Jadi, harap maklum kalau ada kekurangan, yah… (^_^)

Well, memilih judul yang tepat memang tidak mudah. Malah kadang saya sendiri harus ‘bertapa’ di gunung selama beberapa lama supaya bisa mendapatkan inspirasi bagus untuk menentukan judul apa yang akan saya gunakan. Tapi bukan berarti kesulitan ini tidak bisa ditaklukkan sama sekali, loh…

Judul yang baik seharusnya adalah judul yang bisa mewakili isinya. Biasanya terdiri dari satu kata atau lebih yang merupakan atau cukup mewakili tema yang kita bahas dalam naskah. Judul juga adalah identitas atau nama yang disandangkan pada naskah agar mudah dikenali dan diingat para pembaca.

Jadi, menurut saya, memilih judul yang tepat haruslah unik tapi mudah diingat dan gampang diucapkan. Kalau sebelumnya di materi Tips Nulis #6 tentang Percantik Diksi saya menyarankan untuk tidak menggunakan bahasa gaul, bahasa daerah atau bahkan bahasa asing tanpa foot note atau catatan kaki sebagai keterangannya, saran itu tidak berlaku saat kita sedang mencari judul. Tapi jangan memakai kata-kata yang terlalu aneh juga, yah… pilihlah dengan cerdik tapi penuh makna.

Judul juga tidak perlu terlalu panjang. Saya pribadi lebih memilih kata-kata singkat tapi memiliki arti khusus. Atau kalau pun memang ingin memakai sebuah kalimat, jangan gunakan kalimat yang teralu panjang.

Oh iya, ada satu pertanyaan yang pastinya begitu sering ditanyakan, yaitu: kapan harus menentukan judul, sebelum mulai menulis atau setelah menyelesaikan naskah? Nah, ini adalah pertanyaan yang tidak bisa saya jawab. Masalahnya, pemilihan judul benar-benar tergantung pada insting penulisnya masing-masing. Saya pribadi sering kali menyusun satu naskah tanpa judul yang jelas. Biasanya, jika kasus ini terjadi, saya memilih untuk mengesampingkan problem yang satu ini terlebih dahulu supaya mood menulis saya tidak terganggu. Begitu materi selesai, barulah saya mencari satu judul yang bisa mewakili tema dan naskah itu dengan baik.

Tapi tidak jarang juga saya menemukan judul yang tepat bahkan sebelum mulai menulis. Kalau memang judul tersebut masih sesuai dengan tema yang telah kita kembangkan, ya tidak ada salahnya digunakan. Atau dalam beberapa kali pengalaman, saya malah menemukan judul yang tepat saat tengah menulis. Ini hal biasa, sangat normal terjadi, jadi tidak perlu dipikirkan atau bahkan dipermasalahkan terlalu besar.

Oh iya, jika naskah kita berhasil menembus benteng penerbit dan siap dicetak, tidak menutup kemungkinan judul naskah kita akan mengalami perubahan. Yah, tidak semua penerbit akan mengubah judul, loh. Kalau memang judul naskahmu dirasa pas dan cukup ‘menjual’, maka tidak perlu ada perubahan atau penambahan. Tapi semua itu bisa dibicarakan lebih lanjut antara penulis dan penerbit, jadi bukan harga mati. Bagaimana pun juga, walaupun penerbit tetap saja memikirkan pangsa pasar dan untung-rugi, tapi naskah adalah hak penulisnya. Bicarakan saja pilihan mana yang terbaik untuk kedua belah pihak.

Jadi, sedang mencari judul yang tepat untuk naskahmu? Sabar, jangan terburu-buru. Coba pikirkan dengan cermat dan temukan judul yang benar-benar ‘klik’ di hati, niscaya itu adalah judul yang tepat.

So, selamat ‘bertapa’, yah… (^_^)

020612 ~Black Rabbit~