‘Val’phobia ( part 3 )


…Cerita Sebelumnya…
Kembali mengingat mengenai sosok Val ternyata tidak bisa membuatku melupakannya begitu saja. Semua itu malah membuatku mengenang kembali semua kejadian dan kenangan di antara kami sehingga membuatku melupakan tujuan awalku: mencari inspirasi. Aku harus kembali ke kehidupan nyataku secepatnya…

 
Rasa hangat dari air yang membasahi badanku saat aku mandi masih terasa di kulitku bahkan hingga aku selesai mandi dan mengenakan pakaianku. Aku memilih mengenakan gaun terusan berwarna ungu dengan rok yang mengembang sebatas paha. Bagian atasnya ditutupi kerah longgar yang memamerkan leherku. Aku memadukan semua itu dengan sandal berwarna putih dengan aksen bunga berwarna ungu yang senada dengan gaunku, juga sebuah tas kulit berwarna hitam yang mungil. Saat ini penampilanku memang jauh lebih baik dari pada saat aku bertemu dengan Val dulu. Setelah merasa sakit hati oleh Val dulu, keinginanku semakin kuat untuk bisa menjadi seorang wanita yang cantik dan membuktikan kalau aku bisa menjadi seseorang yang lebih baik dari yang dia pikirkan. Aku tidak mau diremehkan terus menerus, dan yakin saja kalau Val akan sangat menyesal karena telah membuatku patah hati.
Tepat pukul enam sore Daniel datang menjemputku. Seperti biasa, dia berdandan rapi dengan kemeja hitam polos dan celana panjang berwarna coklat muda. Daniel mengandeng tanganku dan mengatakan bahwa aku cantik, lalu membuka pintu mobilnya untukku. Aku hanya bisa tersenyum menerima semua kebaikannya itu. Daniel memang selalu berhasil memperlakukanku dengan 'manis'.
Mobil yang dikendarai Daniel melaju mulus ke salah satu restoran yang terletak dibagian utara kota yang cukup terkenal. Suasananya cukup romantis dengan cahaya remang-remang yang berasal dari lampu-lampu kuning yang tergantung di atas ruangan dan ditutupi oleh kotak rotan yang berwarna coklat kayu. Disudut ruangan terdapat panggung kecil, beberapa macam alat musik bersuara dimainkan pemiliknya dan sang vokalis sudah mulai menyanyikan sebuah lagu slow yang merdu. Kami duduk di salah satu meja yang terletak di pojok ruangan dan langsung disambut oleh seorang pelayan yang menanyakan pesanan kami: sepiring steak daging dan segelas juice strawberi untukku dan sepiring spagethi dan segelas lemon ice untuk Daniel.
Kami menikmati makanan kami dengan santai, sambil mengobrol dan sesekali tertawa bersama. Sebenarnya kami tidak pernah makan seformal ini. Biasanya kami hanya akan makan malam dirumah saja atau makan di salah satu restoran cepat saji atau juga di warung pinggir jalan, tapi tidak di restoran besar seperti ini. Mangkanya sewaktu Daniel memintaku untuk berpakaian sedikit lebih formal, aku terus saja penasaran tentang apa yang akan dilakukan atau dibicarakan Daniel disini. Tapi sejauh ini semuanya biasa saja, Daniel tidak menunjukkan gejala-gejala yang mengarah keseriusan, jadi aku mulai berpikir kalau Dan tidak memiliki maksud khusus.
" Bagaimana novel kamu? Sudah mulai lagi? "
Daniel bertanya setelah kami menghabiskan makanan utama kami dan seorang pelayan sudah menggantikan piring kotor kami dengan semangkuk koktail buah. Ini menu penutup yang dipesan Daniel special untukku, dia tahu kalau aku sangat suka dengan koktail buah. Sementara itu aku menggeleng lemah untuk menjawab pertanyaan Daniel tadi sambil mengingat usahaku tadi siang yang tidak menghasilkan apa-apa.
" Kenapa? Bukankah deadlinenya sebentar lagi? "
" Iya sih… tapi aku sedang tidak mood. "
Daniel akhirnya hanya bisa tersenyum lalu mengelus kepalaku dengan lembut. Dia tahu betul kalau aku berkarya berdasarkan mood. Kalau moodku sedang jelek atau bahkan tidak timbul sama sekali, maka aku tidak akan bisa menulis. Tapi kalau moodku sudah muncul dan mulai bagus maka aku akan terus dan terus menulis, rasanya ide cerita meluap-luap di otakku.
" Oh iya, Flor. Ada yang ingin aku bicarakan denganmu. "
O-ow… ini dia. Ternyata Daniel memang benar-benar akan mengatakan sesuatu yang sepertinya sangat penting. Apa lagi Daniel rela mengajakku makan malam di restoran yang sudah pasti tidak murah ini.
" Hm… ? " Aku masih berusaha tenang.
" Sebenarnya, aku sudah memikirkan ini dari jauh-jauh hari. Aku juga sudah membicarakan masalah ini dengan orang tuaku… "
Omongan Daniel terhenti dan aku semakin berdebar-debar. Apa sesuatu yang akan dibicarakannya denganku sampai-sampai dia harus meminta izin kepada orang tuanya? Ada apa sih? Jangan-jangan… Daniel merogoh kantong celananya dan mengeluarkan sesuatu. Sesuatu itu kelihatannya seperti sebuah kotak kecil berwarna merah maroon. Ya ampun, itu seperti…
" Flor, kamu mau bertunangan denganku, kan? "
Daniel menyodorkan kotak itu dan… benar saja. Di dalamnya terdapat sepasang cincin perak yang berkilau dengan sebuah berlian bening berada tepat di tengah-tengah cincin itu. Ya ampun… Daniel melamarku!
Aku tersenyum dan mulai merasakan mataku yang panas dan berair, sebentar lagi aku pasti akan menangis. Jadi sebelum aku bercucuran air mata, aku langsung mengangguk dan mengatakan 'iya'. Daniel juga tersenyum dan berbinar-binar, lalu meraih tanganku, menciumnya dan memasangkan cincin itu di jari manisku.
Lihatkan? Apa lagi yang kurang dari diri Daniel? Dia manis, baik dan paling penting dia sangat mencintaiku. Untuk apa aku menginginkan orang lain lagi dan membuang-buang waktu dengan mengungkit-ungkit kenanganku bersama Val? Aku akan melupakan Val, seratus persen akan melupakannya, sehingga aku bisa menjalani hidup yang bahagia bersama Daniel.

 
… Bersambung …