Ny. Lars – part 20 -


Black Rabbit
" NY. LARS "
- Part 20 -

 
… Episode sebelumnya …
Kevin merasa harus melakukan sesuatu terhadap Cherry, wanita yang sebenarnya sangat dikenalnya, karena wanita itu sekarang mendekati lars, sahabatnya. Dia meminta Cherry untuk meninggalkan Lars, sebelum Lars sakit hati. Sementara itu hubungannya dan Jenny semakin hangat saja. Jenny bahkan mempersilahkan Kevin untuk melakukan penjajakan lebih jauh lagi untuk tidak lagi menjadi 'pacar sementara' lagi …

 
Cherry sedang berjalan terburu-buru ke dalam salah satu apartemen elite. Dengan rok lipit berwarna hitam dan tank top ketat, dia melenggang masuk ke kotak lift dan berhenti di lantai delapan. Cherry mengetuk pintu bertuliskan '631' dan seorang wanita muda membukanya. Cherry menghambur masuk, sementara wanita itu berkata dengan panik.
" Sorry gua telepon lo mulu, tapi gua nggak tau lagi mesti gimana. Gua udah berusaha nyuruh dia berenti, tapi dia nggak mau. "
Cherry menatap Juwita_wanita muda yang membukakan pintu untuknya tadi_dan bertanya dengan terburu-buru pula. " Dia ada dimana? "
" Kamar mandi. " Juwita langsung menarik tangan Cherry sesaat sebelum Cherry menyerbu masuk kamar mandi. " Gua percayain dia sama lo, pelan-pelan ngomong sama dia. Gua tinggal, ya? " Cherry mengangguk dan Juwita pergi dengan wajah lega. Dia tahu benar kalau Juwita sudah berusaha sekuat tenaga untuk menenangkan Tommy, tidak heran kalau tampangnya kusut seperti itu. Jadi, setelah yakin Juwita sudah pergi jauh, Cherry melepas sandal berwarna pink yang dikenakannya, manarik napas panjang, lalu masuk ke dalam kamar mandi.
Dia menemukan seseorang di dalam bath tube, masih mengenakan pakaian lengkap_celana baggy berwarna coklat dan t-shirt yang sedikit ketat. Wajahnya kusut, rambut pendeknya berantakan, masih mengenakan sepatu dan tangan kirinya menggenggam sebotol bir. Sepertinya dia belum beranjak dari tempat itu cukup lama.
Cherry meletakkan tasnya diatas wastafel dan mendekat. " Tom… " Kata Cherry hati-hati.
Tommy menoleh dan membuka matanya pelan-pelan, berusaha tersenyum dan menatap Cherry dengan menggerakkan tangan kanannya, tapi yang terlihat hanya upayanya untuk menggeser tangannya dari pinggir bath tube.
" Hallo, Cherry sayang… " Tommy berhasil mengacungkan botol birnya dan memamerkan giginya. " Mau minum? "
Cherry merampas botol bir itu dan meletakkannya di atas wastafel lagi. " Udah gua bilang, lo jangan minum lagi. Gua nggak suka lo minum. "
" Apa urusan lo? "
" Tommy… Kenapa lo ada disini? " Cherry bertanya dengan gemetar.
" Bukan urusan lo! "
" Gua udah tau semuanya dari Juwi. "
" Ah! Dia terlalu banyak ikut campur! "
" Dia adik lo, jelas dia khawatir sama lo! Lagian ngapain sih lo ada disini? Lo nggak perlu nyari gua. Orang tua lo kan nggak mau lo balik lagi ke sini, mereka lebih suka lo di Amerika! "
Tampang Tommy berubah, menyiratkan kebencian. " Iya! Mereka mengucilkan gua, mereka ngebuang gua hanya gara-gara gua nggak sama kayak orang lain. "
" Mereka nggak ngebuang lo, mereka peduli sama lo. "
" Bullshit! They don't care about me! Termasuk lo! Lo yang gua kira bener-bener sayang sama gua, yang peduli sama gua, ternyata lo boong dan ninggalin gua. Lo ngebuang gua! "
Sekarang air mata Cherry sudah mengalir. " Gua nggak ngebuang lo… Gua hanya nggak mau kita kayak gini mulu. Lama-lama kita bakal dibuang beneran sama orang-orang, sama keluarga kita. Gua juga nggak normal, bukan hanya lo, tapi gua mau berubah. "
" Lo nggak bakal bisa berubah, kita nggak bakal bisa berubah. Gua tau lo pacaran sama cowok lain buat ngelupain gua, kan? Tapi lo nggak bakalan bisa, gua yakin. "
" Nggak, Tom. Gua pasti bisa, gua udah nemuin orang yang cocok, gua pasti bisa jadi normal lagi. "
" Don't fool you're self! Gua ngerti lo lebih dari pada orang lain. Gua yakin lo nggak bakalan bisa berubah, gua tau lo masih sayang sama gua. "
" Nggak-nggak-gua nggak sayang sama lo. Gua nggak punya perasaan apa-apa sama lo. " Cherry menggeleng-gelengkan kepalanya dengan kasar, mencoba meyakinkan Tommy dan meyakinkan dirinya sendiri. Tommy masih meneruskan perkataannya.
" Lo puas udah ninggalin gua? Lo puas udah ngebuat gua jadi gila kayak gini? "
" Gua nggak bermaksud bikin lo jadi kayak gini… Gua hanya nggak mau kita diomongin yang jelek-jelek sama orang… "
" Gua nggak peduli omongan orang! " Tommy mulai beranjak naik karena marah. Dia tidak perduli walaupun celananya basah kuyub. " Gua hanya peduli sama lo. " Lanjutnya sambil menatap mata Cherry dalam-dalam.
Mereka diam sejenak, saling memandang. Mata Tommy menunjukkan pandangan yang penuh cinta dan kehangatan yang tidak pernah dilihat Cherry dari mata orang lain, diam-diam itu membuatnya luluh. Tiba-tiba Tommy mendorongnya ke dinding dan mencengkeram pundaknya erat-erat.
" Cherry, please… Balik lagi sama gua. Gua sayang banget sama lo, gua butuh lo. Kita balik lagi ke Amerika, kita bahagia di sana, nggak ada orang-orang yang menentang kita disana. "
Cherry masih menangis, kali ini lebih pedih dari pada sebelumnya. Semua mulai tampak tidak bisa ditahannya lagi. Tommy masih berbicara.
" Kalo perlu, kita pergi kemana aja, ke tempet sepi, yang nggak ada orang lain, supaya kita bisa berdua terus. Just both of us, no one else! "
Masih dalam keadaan menangis, Cherry berkata dengan terbata-bata di selinggi isakannya. " Kenapa… Kenapa lo tau kalo gua pura-pura suka sama orang lain? Kenapa lo tau kalo gua belum bisa ngelupain lo? Kenapa lo bisa tau… " Tommy sekarang memegang kedua pipi Cherry dan menjawab sambil menatap mata Cherry.
" Karena gua yang paling tau tentang lo, yang mau ngedenger keluh kesah lo. Lo masih ingetkan kalo gua bukan hanya pacar lo? Gua juga sahabat lo, temen curhat lo, gua ada buat lo, dan lo ada buat gua. Gua yang bakal bikin lo tenang, bikin lo jatuh cinta, bukan orang lain. "
Akhirnya Cherry tersenyum, merasa senang dan sangat yakin kalau memang Tommy-lah orang yang dicarinya selama ini. Dia merasa sangat beruntung menemukan Tommy yang sangat mencintai dan dicintainya, merasa menemukan orang yang tepat. Seperti puzzle, saat ini Cherry sudah menemukan sebuah puzzle terakhir yang melengkapi kekosongan puzzle hatinya.
" I Love you, Cher… "
Dan kata-kata ini yang telah berhasil menghancurkan semua benteng yang telah dibangunnya untuk melupakan Tommy di dalam hati. Tommy menciumnya setelah berkata seperti itu, dan saat ciuman itu berlangsung, tidak salah lagi kalau Cherry merasakan getaran. Getaran yang sama yang selalu dirasakannya jika Tommy menciumnya, yang sangat menggetarkan hatinya dan seperti menggelitiknya, yang hanya bisa dia rasakan melalui sentuhan bibir Tommy, bukan dari orang lain, dan sudah pasti, bukan dari Lars. Cherry sama sekali tidak menyesal dengan keputusannya kali ini: Tommy hadir kembali dihidupnya.

 
...Bersambung...