Ny. Lars – part 19 -


Black Rabbit
" NY. LARS "
- Part 19 -

 
… Episode sebelumnya …
Akibat minum terlalu banyak, dan mengalami stress yang cukup berat Jenny jatuh sakit dan harus di rawat di rumah ibunya. Tapi walaupun sakit, Louise tetap tidak mau melewatkan kesempatan untuk mewawancarai Jenny tentang ciumannya dengan Kevin. Sementara itu, Lars yang datang untuk menjenguk Jenny malah bertengkar dengan ibunya …

 
Kevin sedang duduk dikusen jendela kamarnya, menggenggam ponsel dengan tangan kirinya lalu ditempelkan ditelinganya. Dia sedang menghubungi seseorang.
" Hallo, Cherry? Ini Kevin. "
Cherry yang dihubungi Kevin sedang berjalan keluar dari fitness center. Dia baru saja melakukan rutinitas fitnessnya dan sedang dalam perjalanan pulang. " …. Kevin? Siapa, ya? " Tanyanya sangsi.
" Lo nggak usah pura-pura nggak tau soal gua. "
Cherry diam. Sepertinya sandiwaranya selama ini yang berpura-pura tidak mengenal seorang laki-laki bernama Kevin Nathanael tidak bisa dilanjutkan lagi. Sebenarnya mereka memang sudah saling kenal. Tepatnya setahun yang lalu saat mereka masih sama-sama di Amerika.
" Lo mau apa? " Tanya Cherry yang suaranya sudah berubah dingin.
" Ngapain lo disini? " Kevin malah balik bertanya.
" Kenapa? Ini tanah air gua, rumah gua. Terserah gua mau ngapain, kok lo yang sewot? " Cherry sudah sampai di dalam mobil dan membanting pintu mobil sedannya dengan keras.
" Terus, ngapain lo sama Lars? "
" Emangnya kenapa, sih? Gua pacaran sama Lars, kok lo yang sewot? Emangnya lo jealous? Hubungan kita udah lama selesai, lo inget kan kalo lo yang mutusin gua? "
" Ini nggak ada hubungannya sama jealous! " Suara Kevin tambah keras. " Lo lupa, ya apa alasan gua mutusin lo? Lo tuh—"
" Stop! Kita udah sepakat kalo kita nggak bakal ungkit masalah itu lagi, kan? Kita nggak saling kenal! Iya kan? "
" Iya, tapi ini menyangkut Lars! Gua nggak mau lo manfaatin Lars buat kepentingan lo sendiri! Gua nggak mau Lars ngerasain sakit hati yang sama seperti yang gua rasain dulu! "
" Gua nggak mainin Lars, Kev! Gua udah berubah! Gua butuh Lars, supaya gua bisa berubah! " Sekarang suara Cherry terdengar bergetar, dia mulai meneteskan air mata.
" Nggak bisa! Kalo lo mau berubah, cari aja orang lain, jangan Lars, dia itu sahabat gua! "
" Tapi cuma Lars yang bisa, gua udah coba sama orang lain, tapi nggak bisa! "
" Pokoknya gua nggak mau tau, lo nggak boleh jadiin Lars pelampiasan lo, gua nggak mau! Lo mau gua sebarin ke semua orang kalo anak perempuan pengusaha ternama di Indonesia yang cantik itu ternyata—"
" Kevin, please… Udah Kev, jangan bikin gua menderita… "
" Lo yang bikin gua menderita duluan, jadi gua mau lo jangan bawa-bawa sahabat gua ke penderitaan lo itu. Ngerti? "
Kevin menutup teleponnya dengan kasar. Sekarang dia sangat menyesal karena telah mengenal Cherry lebih dulu dan lebih tahu tentang siapa sebenarnya Cherry. Dia berharap tidak pernah mengenal seorang wanita bernama Cherry yang sudah membuat jalan hidupnya berubah sangat drastis.
Sementara itu di dalam mobil Cherry sedang menangis tersedu-sedu di balik kemudi. Dia merasa sangat menyesal karena pernah mengenal seorang laki-laki bernama Kevin yang ternyata telah menjadi batu sandungan untuk hidupnya yang ingin dia perbaiki ini.
" Gua mau berubah… gua mau berubah, Kev… " Katanya tersedu-sedu di sela isakannya.
Entah
karena emosi atau apa, tapi setelah bertengkar dengan ibunya, demam yang diderita Jenny semakin parah. Sekarang dia sedang berbaring di tempat tidur lagi, mengenakan piyama bergambar domba hitam dan meringkuk dibalik selimut. Dia sedang diam sambil memejamkan mata saat pintu kamarnya diketuk. Dan saat pintu terbuka, terdapat ibunya yang sedang membawa salah satu hamsternya dan menggandeng Kevin disebelahnya.
" Jenny sayang… Coba liat siapa yang datang menjengukmu? "
Jenny menutup matanya dengan sebelah tangan dan berkata: " Mom, katanya nggak boleh nyuruh orang asing masuk ke dalam? " Tanya Jenny yang heran benar mendapati ternyata ibunya telah berani membawa orang asing masuk ke kamarnya, bukan hanya ke 'dalam rumah' saja.
" Kamu ini bicara apa? Orang asing yang mana? Kevin kan tunanganmu, bukan orang asing... "
" Tunangan siapa? "
" Sudahlah... " Ibu Jenny melambaikan tangannya. " Lebih baik aku tinggalkan kalian berdua… Baik-baik, ya… "
Ibunya berbalik dan meninggalkan kamar sementara Kevin hanya tersenyum dan melangkah mendekati Jenny. Setelah acara 'ciuman yang menggelitik' malam itu dan pertengkaran dengan ibunya mengenai Kevin kemarin, Jenny memang belum bertemu bahkan berbicara apa-apa lagi dengan Kevin, dan sekarang kenyataan itu membuatnya kikuk. Kevin sudah berada di depannya sekarang, duduk di pinggir ranjang dan memandangnya.
" You're fine? " Tanyanya.
" Well… kalo kepala gua yang sakitnya kayak ditusuk-tusuk dibilang nggak apa-apa, ya… gua nggak apa-apa. "
" Sorry… " Jawab Kevin geli. Kevin mendekati Jenny dan meraba keningnya yang panas. " Badan lo masih panas banget. " Wajah Kevin yang sangat dekat itu membuat Jenny tambah kikuk. Sebenarnya dia tidak siap untuk bertemu dengan Kevin, apa lagi membicarakan masalah ciuman itu. Jenny sangat berharap kalau Kevin tidak ingin bertemu dengannya hanya untuk membicarakan masalah yang satu itu. Tidak sekarang, disaat pikirannya masih labil dan kepalanya masih sangat pusing.
" Gua mau ngomong sama lo. " Kevin berkata lagi, dan kali ini Jenny panik lagi. Dia betul-betul yakin kalau Kevin akan membicarakan masalah itu.
" Kalo lo mau ngomongin masalah ciuman yang waktu itu, no comment. " Kata Jenny, buru-buru memotong pembicaraan Kevin. Kevin terdiam, mendengarkan-sebelas-kata-yang-diucapkan-Jenny-dalam-waktu-dua-detik itu dengan kagum. Lalu dia meluruskan badan menjauhi Jenny dan berkata:
" Kenapa lo pikir gua bakal ngomongin masalah itu? "
" Lo bener-bener nggak mau ngomongin masalah itu? "
" Tadinya sih nggak, tapi gara-gara lo ingetin gua, jadi boleh juga. " Jenny memukul jidatnya cukup keras. Tolol benar Jenny mengungkit masalah itu, coba tadi dia pura-pura tidak ingat saja.
" Jadi lo mau ngomongin masalah apa? "
" Gua hanya mau mastiin, gimana perasaan lo sekarang sama gua. "
Jenny diam lagi. Dia tidak menyangka kalau pertanyaan Kevin akan seperti ini. Ini lebih rumit dari pada masalah ciuman itu. Tapi, iya juga, sekarang bagaimana perasaan Jenny terhadap Kevin? Setelah Jenny bisa mencurahkan sebagian isi hatinya kepada Kevin, setelah Kevin menciumnya, setelah Kevin memeluknya, apa sekarang posisi Kevin tetap sebagai 'pacar sementara' Jenny saja?
" Well—"
" Gua mau jawaban jujur. " Sambar Kevin, bahkan sebelum Jenny sempat menyelesaikan kata-katamya. Jenny menatap mata Kevin dan Kevin membalas tatapan matanya. Jenny menyerah, dia memang tidak bisa menyangkal apa-apa lagi.
" Sebenernya, gua nggak pernah bisa sedeket ini sama orang yang baru gua kenal. Biasanya gua bakal jutek banget sama orang asing, apa lagi kalo orang asing itu nyebelin kayak lo. " Kevin tersenyum.
" Tapi… " Kata Kevin membantu Jenny meneruskan perkataannya.
" Tapi… sama lo ternyata nggak kayak gitu. Belum sebulan kenal sama lo, gua udah bisa curhat sama lo, kayak kemarin malem. Dan artinya itu hal besar buat gua. Lo bukan lagi orang asing buat gua. "
Kevin tersenyum puas sekali, lebih puas dari yang diinginkannya. " Dan status 'pacar sementara itu' ? " Tanya Kevin penuh harap.
" Bukan berarti lo yang nggak gua anggap orang asing bisa tiba-tiba berubah jadi 'pacar beneran' buat gua! Butuh waktu buat kearah itu. "
" Tapi, itu artinya gua masih tetep ada kesempatan, kan? "
" Well… ya… "
" Yes! Gua seneng banget ngedengernya! " Kevin kegirangan bukan main. Dia meraih tangan Jenny dan menggenggamnya, dan Jenny juga tidak bisa menyembunyikan senyumnya yang spontan itu. Sangkin senangnya, lama kelamaan remasan tangan Kevin semakin kuat, membuat Jenny kesakitan dan harus menjerit supaya Kevin tersadar dan melepaskan genggamannya itu. Dan masih dengan tampang sumringah, Kevin bertanya lagi.
" Jen, soal cimuan kemaren… What do you think? "
" Hah? Katanya lo nggak mau ngomongin itu? "
" Tadinya sih nggak, tapi gara-gara lo ingetin tadi—" Jenny memutar matanya lagi. " Gimana? " Tuntut Kevin.
" Manis. "
" Apa? "
" Ciuman lo manis. " Lagi-lagi Kevin tersenyum, kali ini senyumnya tidak bisa dihilangkan dalam sekejap. " Ngomong-ngomong, " Kata Jenny lagi untuk mengalihkan perhatian. " Gua denger tadi nyokap gua nyebut-nyebut soal tunangan. "
" Iya, nggak tau dia dapet berita dari mana. " Jawab Kevin masih sumringah dan geli.
" Nyokap gua emang aneh. "
" Gua nggak keberatan kok disebut kayak gitu. "
" Tapi kan—"
Kevin langsung mencium Jenny. Tidak ada aba-aba, tidak ada permisi, pokoknya langsung mencium Jenny. Tentu saja Jenny kaget, tapi saat dia hendak melepaskan diri, Kevin malah menahan tangannya dan menciumnya lebih dalam, membuat Jenny terperangkap disana. Tidak ada yang bisa dilakukan Jenny selain menerima ciuman itu. Ngomong-ngomong, ciuman itu manis juga. Jenny bahkan merasakan butterfly lagi.
Ciuman itu terhenti saat pintu kamar Jenny tiba-tiba dibuka tanpa diketuk lebih dahulu. Ibu Jenny berdiri dibaliknya, sekarang sedang tercengang melihat anak gadisnya dicium seorang laki-laki. Kata-katanya tergantung di udara dan tidak bisa diselesaikannya (" Jenny sayang, aku rasa… "). Kevin tidak langsung menghentikan ciumannya saat itu juga, masih ada jeda beberapa detik saat akhirnya Kevin tersadar dan melepaskan Jenny. Ibunya malah terlihat senang dan tersenyum malu.
" Maaf, aku mengganggu. Aku hanya ingin mengundang Kevin makan malam minggu depan, bagaimana? "
" Sepertinya menarik. " Jawab Kevin singkat.
" Baiklah, kalau begitu sampai bertemu minggu depan jam tujuh malam. Silahkan dilanjutkan. "
Ibunya pergi setelah mengedipkan sebelah matanya kepada Jenny dan Kevin. Jenny menggerutu melihat sikap ibunya yang aneh itu, dan Kevin juga tersenyum geli melihatnya.
" Kayaknya dia bener-bener percaya kalo kita tunangan. " Kata Kevin.
" Iya, dan lo harus buru-buru ngelurusinnya. "

 
...Bersambung...