Ny. Lars – Part 18 -


Black Rabbit
" NY. LARS "
- Part 18 -

 
… Episode sebelumnya …
Cherry memutuskan untuk mancoba menjalin hubungan dengan Lars, dia bahkan mau double date dengan Jenny, asisten yang juga adalah sahabat Lars. Tapi ketika merasa begitu yakin dengan keputusannya, dia kembali diingatkan kepada Tommy, orang yang seharusnya sudah dia lupakan …

 
Jenny berbaring di tempat tidurnya dengan mata yang perih dan selimut yang melilit seluruh tubuhnya, kecuali kepala. Setelah kejadian traumatis kemarin malam, Jenny langsung terserang demam yang cukup tinggi. Mungkin ini akibat terlalu stress. Sebuah buku mengatakan bahwa orang yang stress lebih mudah terserang penyakit karena daya tahan tubuhnya melemah. Mangkanya sekarang dia tidak bisa pergi kemana-mana dan terkurung di kamarnya dengan badan yang hanya boleh dibawa pergi sejauh kamar mandi.
Sekarang Jenny sedang berbaring dengan Louise yang sedang berusaha menahan tawa sekuat mungkin duduk di depannya.
" Ngapain lo senyum-senyum? Mendingan lo bantuin gua ngabisin makanan ini. " Jenny berkata ketus sambil memandang meja sarapan di pangkuannya. Di atas meja itu sudah ada beberapa potong sandwich, telur setengah matang, segelas besar susu, jus jeruk yang gelasnya tidak kalah besar dengan gelas susu, semangkuk sup ayam dan segelas air putih. Ibunya memerintahkan para pelayannya menyiapkan segudang sarapan ini hanya untuk Jenny habiskan pagi ini saja.
" Nyokap lo perhatian sama lo, dia mau lo cepet sembuh. " Louise menjawab masih dengan senyum yang tertahan.
" Iya, tapi dia kira gua beruang, bisa makan sebanyak ini? Perut gua malah bisa meledak kalo mesti makan semuanya. "
" Iya deh, gua bantuin… " Louise baru mau mengambil sepotong sandwich, tapi buru-buru Jenny hentikan. " Gua suka yang itu, lo makan yang ini aja. " Kata Jenny dengan menyerahkan semangkuk sup ayam ke tangan Louise. Louise menggeleng tapi menerimanya juga dan menyuap sup itu kedalam mulutnya.
" But, Jen. Gua nggak salah denger kan tadi? " Tanya Louise lagi.
" Salah denger apa? "
" Lo ciuman sama Kevin? "
Jenny menghentikan aktifitas mengunyah sandwichnya, lalu wajahnya perlahan memerah. " Udah, nggak usah dibahas. "
" Oke-oke… " Tanggap Louise sambil mengangkat kedua tangannya ke atas, menandakan kalau dia tidak akan berdebat lagi. " Gua cuma mau tanya satu hal aja. "
" Apaan? " Tanya Jenny sewot.
" Gimana rasanya ciuman sama Kevin? "
Lagi-lagi Jenny terdiam dan wajahnya memerah. " Kan gua udah bilang, nggak usah dibahas! "
" Come on, Jen! Cuma nanya gitu doang… Hm? Gimana? " Louise masih terkekeh manatap Jenny dengan pandangan jahil sekaligus ingin tahu. Dia memandang Jenny sambil menaikkan alisnya naik turun.
" Gimana? " Tuntut Louise.
" Gua nggak tau. Rasanya kayak digelitik. " Jawab Jenny dengan menyerah.
" Digelitik? Maksud lo kayak ada kupu-kupu yang lagi terbang di dada lo? " Jenny mengangguk sambil mengunyah sandwichnya lagi. " Itu namanya butterfly. "
" Butterfly? " Jenny berhenti mengunyah.
" Iya. Perasaan menggelitik di dada waktu lo ngerasa bener-bener nikmatin suasana itu. It's gonna be unforgetable feelings, perasaan itu bakal selalu lo inget. "
" Nikmatin suasana? " Jenny mengingat lagi suasana malam itu. Dia merasa hangat saat dipeluk Kevin dan ciuman yang dirasakannya benar-benar lembut, dan… astaga! Jenny merasakan perasaan itu lagi!
" Lo ngerasa harus narik napas dalem-dalem supaya bisa tenang… " Louise melanjutkan, sedangkan Jenny menarik napas dan perasaan itu sedikit mereda. " And, sebenernya, Jen… Cowok yang bisa ngasih perasaan itulah yang kita cari selama ini. "
" Maksud lo? "
" Iya, cowok yang kayak gitu. Lo nggak mau kan dapetin cowok yang nggak bisa ngebangkitin perasaan lo. You enjoy that feeling, right? Perasaan ngegelitik itu menyenangkan, dan lama-lama bisa bikin lo horny. "
" Maksud lo butterfly itu tahap awal ' penggairahan', semacam foreplay? "
" Bisa dibilang gitu. Lo nggak mau kan dapet cowok yang nggak bisa bikin lo bergairah. "
Jenny terdiam lagi. Dia meraih gelas jus jeruk dan meneguknya, badannya menggigil lagi. Benarkah Kevin yang bisa membuatnya bergairah? Kenapa bukan Lars? Dia ingin Lars yang bisa membangkitkan perasaan itu dalam dirinya, bukan Kevin. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya dengan kuat, membuatnya semakin pusing, tapi dia tidak perduli.
" Nggak, Lou. Waktu itu gua lagi labil. Gua baru kecewa sama Lars, gua baru ngeliat pake mata kepala gua sendiri, Lars mesra-mesraan sama Cherry. Gua emang udah bisa curhat sama Kevin, tapi bukan berarti gua udah bisa suka sama dia. Nggak. Gua emang ngerasain butterfly, tapi Kevin nggak bisa bikin gua bergairah. Nggak mungkin gua bergairah sama Kevin, " Jenny menjawab dengan kalut, mengatakan semua itu lebih untuk dirinya sendiri dari pada untuk Louise. Sekarang Louise yang menggeleng-gelengkan kepala.
" Gua nggak bermaksud bikin lo bingung, gua cuma ngasih pendapat. Tapi lo harus inget kalo sekarang Lars udah punya cewek. Dan dia playboy. "
" Iya, gua tau! " Jawab Jenny yang kali ini menjawab dengan kesal karena diingatkan lagi soal ke-playboy-an Lars.
Tak lama pintu kamar Jenny diketuk, muncul seorang pelayan dan berkata: " Maaf nona, tuan Lars datang menemui anda. "
" Lars? " Louise dan Jenny menjawab hampir secara bersamaan.
" Benar. Mau saya santar ke kamar anda? '
" Nggak usah, gua aja yang turun, tolong beresin ini. " Jenny menyerahkan meja sarapannya kepada pelayan itu, lalu mengambil mantel. Badannya yang menggigil tidak dia hiraukan lagi.
" Jen, lo kan masih demam, kenapa nggak Lars aja yang ke kamar lo? " Tanya Louise yang jelas-jelas melihat Jenny yang gemetar sambil mengenakan mantelnya. Jenny buru-buru menggeleng.
" Nggak, gua nggak mau Lars ngeliat gua hanya bisa tidur di kasur—"
" AAHHH!!! "
Belum selesai Jenny mengatakan alasannya kepada Louise, terdengar jeritan dari luar. Itu suara ibu Jenny. Buru-buru Jenny dan Louise berlari ke asal suara.
Di ruang tamu, terlihat pemandangan yang sangat mencengangkan. Terdapat ibu Jenny yang sedang duduk di atas sofa besar. Disekelilingnya berserakan binatang mungil dan beberapa potong wortel, batang seledri, apel dan makanan kering. Di kiri dan kanan ibu Jenny terdapat dua pelayan, satu memegang sapu dan sekop mini dan satu lagi memegang beberapa tumpuk lap. Besar kemungkinan mereka sedang mengawasi binatang-binatang itu kalau mereka pipis atau pup. Ibu Jenny terlihat panik, wajahnya pucat pasi dan mulutnya tidak berhenti mengatakan " Jangan injak Lusi, jangan injak Lusi. " berulang-ulang. Beberapa meter didepannya, tepat didepan pintu yang terbuka, terdapat Lars yang kaget tidak bergerak dengan kaki kiri yang berada beberapa senti di atas lantai, tidak menginjak.
Jenny muncul di daun pintu di samping Lars yang terbuka dan berkata: " What happen? " sambil geragapan.
Ibunya masih sangat panik dan matanya mulai basah karena air mata. Dia menjawab terbata-bata. " Dia…Dia…mau…menginjak Lusi-ku… " Sambil menunjuk Lars.
Jenny memandang ke bawah kaki kiri Lars yang tidak menginjak tanah dan mendapati Lusi_salah satu hamster terkecil koleksi ibunya_meringkuk dan gemetaran di bawah sana. Lalu Jenny memandang wajah Lars.
" Apa? Siapa Lusi? " Tanya Lars aneh.
" Salah satu binatang yang hampir lo injek, Lars. "
Lars melihat ke bawah kakinya, lalu lebih kaget lagi dan mundur beberapa langkah.
" Tolong ambil dia. " Perintah Jenny. Seorang pelayan yang membawa tumpukan lap tadi buru-buru mengambil binatang malang itu dan menyerahkannya kepada ibu Jenny. Ibu Jenny menerimanya, lalu memeluk hamster itu dan lalu menangis tersedu-sedu. " Huhuhu… sudah tidak apa-apa sayang, kamu baik-baik saja manis… "
" Ngapain tikus-tikus ini disini? " Akhirnya Lars bisa berkata-kata lagi, walaupun dengan wajah yang masih menyimpan kekagetan.
Jenny menjawab lemas. " Itu hamster, Lars, bukan tikus. Nyokap gua lagi ngajak mereka main. "
" Main? Terus siapa wanita yang pake syal bulu itu? "
" That's my mom. "
Lars nampak semakin kaget. Jenny tidak heran. Dengan melihat penampilan ibunya yang selalu memadukan syal bulu dengan semua pakaian yang dikenakannya, tidak heran kalau semua orang aneh melihatnya. Sementara itu Louise yang melihat ibu Jenny yang masih saja menangis, memutuskan untuk mencoba menenangkannya.
" Sudah tante, Lusi baik-baik saja. "
Jenny manatap Louise dan ibunya bergantian dengan putus asa. Badannya menggigil lagi. Diraihnya tangan Lars dan berkata: " Mendingan kita ngobrol di dalem aja. "
" Tidak baik mengajak orang asing ke dalam, Jenny… " Jenny berhenti, berbalik lalu menatap mata ibunya yang diolesi eyeliner waterproof itu.
" Tapi dia temenku! " Teriak Jenny. Tapi ibunya masih cemberut, menandakan tidak. " Dia bosku! "
" Justru karena itu… " Ibunya malah balas memelototi Jenny, membuat Jenny kesal bukan main. Apalagi saat Lars yang kelihatannya tidak enak karena menyaksikan pertengkaran antara ibu dan anak yang diakibatkan dirinya, berkata:
" Jen, gua cuma dateng buat ngejenguk lo doang, kok, kata Kevin lo sakit. Mangkanya jangan minum lagi. Ini gua bawain apel, di makan ya. Gua pulang dulu ya, take care. Bye. " Lars mencium pipi Jenny lalu berbalik dan pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun kepada ibu Jenny. Jenny menatap ibunya lagi dengan kesal.
" Why you do this to me? "
" Dia bahkan tidak berpamitan denganku… " Ibunya malah mencibir.
" Dia bosku, mom! "
" Tapi dia sangat tidak sopan... "
" Dia hanya nggak suka binatang yang mirip tikus! "
" Ini hamster, lebih bersih dan lebih lucu dari pada tikus… " Jenny masih memandangi ibunya, berusaha sekuat tenaga agar tidak melempar ibunya yang tersayang itu dengan apel yang sedang dipegangnya, atau dengan topeng anggar diatas perapian.
" Dengar Jenny… kau adalah gadis keturunan Tionghua… sudah sepantasnya mendapatkan laki-laki keturunan Tionghua juga. "
Jenny mengatupkan rahangnya lebih rapat lagi, dan dengan geram berkata: " Jadi itu yang bikin mom judes sama Lars? Hanya gara-gara dia bukan keturunan Tionghua? Orang keturunan Tionghua atau keturunan apa juga, belum tentu baik! Lars keturunan Jerman, dan dia baik! Kevin bukan keturunan Tionghua, kenapa mom baik sama dia? "
" Kamu salah... Salah satu kakek Kevin keturunan Tionghua, jadi dia masih memiliki darah Tionghua, walaupun ayahnya keturunan Belanda… "
Benarkah Kevin keturunan Tionghua? Kenapa tidak ada orang yang memberitahunya? Jenny memandang Louise yang biasanya lebih tahu dari dirinya meminta penjelasan, Louise mengangguk.
" Kamu harus mendengarkanku, sayang… aku sudah berpengalaman menikah dengan orang Jerman_ayahmu itu_tapi kau lihat apa yang aku dapatkan? Tidak ada… Dia tidak bisa membahagiakanku, dan tidak bisa diandalkan…Dia hanya mementingkan lukisan-lukisannya. " Ibunya mencibir lagi.
" Jangan ngomongin ayah. "
" Kenapa? Itu semua adalah kebenaran… Dia bahkan tidak bisa mengajari anak gadisnya cara berbicara yang sopan… "
" Mom jangan hanya nyalahin ayah karena kalian nggak bisa bahagia! Dan cara ngomong gua nggak ada hubungannya sama siapa pun juga! " Jenny berjalan ke kamarnya, meninggalkan ibunya dan Louise dengan geram yang tidak tertahan lagi. Di tengah jalan air matanya sudah menetes. Dia sudah muak mendengar perkataan ibunya yang selalu menjelek-jelekkan ayahnya. Ini adalah salah satu alasan kenapa Jenny memilih tinggal sendiri. Dia tidak mau mendengar ayah ataupun ibunya saling menjelek-jelekkan mantan pasangan masing-masing didepannya. Dia tidak tahan. Apa lagi kalau mengingat bahwa keduanya adalah ayah dan ibu kandungnya, bukan orang lain.
...Bersambung...