Black Rabbit
" NY. LARS "
- Part 13 -
- Part 13 -
… Episode sebelumnya …
Tidak bisa dielakkan lagi, Jenny dengan sangat terpaksa harus mau pindah ke rumah ibunya selama beberapa waktu. Tapi baru saja tiba di rumah ibunya, dia mendapatkan kabar yang lebih buruk lagi, Lars mengajak Jenny dan Kevin untuk double date! …
" Apa yang kau lakukan dengan pisaumu, Jenny? "
" Nusukin ke daging, liat kan? "
" Pisau digunakan untuk memotong, bukan untuk menusuk. Gunakan garpumu, dan perbaiki cara bicaramu. "
" Whatever. "
Jenny menusuk daging steaknya dengan garpu dan memotongnya dengan sedikit kasar menggunakan pisau yang digunakan untuk menusuk tadi. Sementara itu di depannya duduk berdampingan Louise dan Norman yang sedang tertunduk dan menahan tawa. Mereka langsung berhenti saat Jenny memelototinya.
Ini adalah hari ketiga kepindahan Jenny ke rumah ibunya dan selama tiga hari itu dia tidak pernah lepas dari 'penderitaan'yang diberikan ibunya. Saat ini mereka berempat sedang makan malam bersama. Sebenarnya keberadaan Louise dan Norman ini di luar rencana, bahkan makan malam kali ini diluar rencana juga. Hanya saja saat kebetulan Lili menjawab telepon dari Louise tadi pagi, dia langsung mengundang Louise dan Norman untuk ikut makan malam. Untuk menghargai tawaran ibu Jenny yang baik itu Louise dan Norman tidak bisa berkata tidak, jadi disinilah mereka sekarang: duduk berdampingan dengan mengenakan pakaian semi resmi mereka_ Louise mengenakan long dress berwarna pink pucat sedangkan Norman memakai kemeja polos dan jas hitam. Menurut Jenny mereka seperti akan makan malam dengan istri Presiden saja sedangkan Lili kelihatan sangat senang. Kalau dibandingkan dengan putrinya sendiri yang telah gagal dibujuknya untuk mengganti baby T-shirt dan celana jeans selututnya dengan salah satu gaun malam yang cantik di butik temannya, tentu saja Lili lebih senang memandang tamu-tamunya kali ini. Jenny sendiri cuek saja. Dia bahkan menaikkan salah satu kakinya ke atas kursi, membuat ibunya lebih melotot lagi seolah-olah ingin menjatuhkan bola matanya sendiri.
" Kamu masih sibuk siaran, Louise? " Tanya Lili sambil berusaha mengacuhkan Jenny yang sekarang menyeruput minumannya dengan bersuara.
" Iya. " Jawab Louise singkat dengan senyum manis tersinggung di bibirnya. Jenny mendengus kesal melihat tingkah sahabatnya itu. Kalau saja mereka hanya makan malam bertiga tanpa ibunya, Louise akan bersikap jauh lebih menyenangkan dan jauh lebih cuek dari ini. Misalnya saja, Louise akan bersendawa keras-keras kalau selesai makan. Jenny menatap ibunya dengan tatapan aneh. Ada yang salah didengarnya tidak?
" Kok mom tau kalo Louise penyiar? Jenny kan belum pernah cerita? " Tanya Jenny bingung.
Ibunya mengacuhkan Jenny. Dia malah membalas senyum manis Louise dan beralih menatap Norman, yang sedang berperang dengan dagingnya yang ternyata lebih alot dari pada yang dia kira, jadi dibutuhkan energi ekstra untuk sekedar memotongnya menjadi potongan kecil dan melahapnya. Norman buru-buru mengurungkan niatnya untuk memotong steak itu.
" Kamu masih sibuk dengan pembuatan film mu, Norman? "
" Masih… Tidak pernah ada kata cukup untuk berkarya. " Norman juga tersenyum. Jenny lebih manyun lagi.
" Mom juga tau kalo Norman sutradara film? " Tanya Jenny lagi. Tapi dia masih saja tidak ditanggapi oleh ibunya sendiri.
" Kalau tidak salah, kamu dan Louise akan menggarap film bersama-sama. Aku tebak Louise akan menjadi salah satu pemain dalam karya terbarumu, Norman? " Lili bertanya lagi.
Norman mengangguk, sedangkan Jenny malah melotot memandangnya dan Louise bergantian. " Lo bener-bener mau main film? Kok nggak cerita sama gua? " Jenny bertanya kepada Louise.
Louise tersenyum lagi, membuat Jenny ingin sekali menjitaknya, lalu menjawab dengan anggun. " Aku baru saja ingin menceritakannya denganmu. "
" I hate your words. " Desis Jenny kesal. Dia memandang ibunya dengan pandangan yang lebih marah dari pada sebelumnya, merasa kalau ibunyalah yang membuat kedua sahabatnya ini berubah menjadi orang lain.
" Jadi, mom mau ngejelasin nggak, kenapa mom bisa tau tentang Louise sama Norman? Jenny kan belum cerita apa-apa sama mom. " Jenny berkata dengan manja, persis seperti seorang anak kecil.
" Aku tidak perlu bertanya denganmu tentang sahabat-sahabatmu, aku bisa tau segala hal mengenai siapa pun yang aku mau. " Langsung saja Jenny merasa sangat menyesal karena sudah bertanya, karena sekarang tampang ibunya terlihat sangat puas seolah-olah dia sudah berhasil memanjat gunung tertinggi di dunia.
Jenny menyodorkan potongan terakhir daging steaknya dengan kasar ke dalam mulut, lalu membanting garpu dan pisaunya dengan asal. Ibunya memelototinya lagi, tapi buru-buru tersenyum kepada tamu-tamunya dan berkata seolah tidak terjadi apa-apa.
" Bagaimana kalau kita mulai makanan penutupnya? "
Lili menepuk tangannya dua kali dan segera saja beberapa pelayan masuk mengambil piring kotor mereka dan menggantinya dengan sepiring puding coklat dingin yang menggiurkan. Mereka menghabiskan makanan penutup itu tanpa banyak berbicara, dan langsung setelah menyuap suapan terakhir pudingnya, Jenny melangkah untuk kembali ke kamarnya bersama dengan Louise dan Norman yang terlebih dulu berpamitan dengan ibu Jenny. Jenny sendiri tidak mengatakan apa-apa.
" Wow, you'r room is georgous. "
" No, this house is georgous. "
Louise dan Norman berdecak kagum bergantian setelah masuk ke dalam kamar Jenny, tapi Jenny sendiri malah jengah mendengarnya.
" Kalo kalian yang tinggal disini dan ngerasain koreksian nyokap gua yang nyebelin itu, pandangan kalian bakal berubah. "
" Kalo gua yang tinggal disini, gua nggak bakalan rela keluar dari rumah ini walopun cuma satu langkah. " Norman menanggapi sambil melihat sekeliling kamar Jenny. Jenny mendengus.
" Kenapa lo nggak anggap fun aja sih, Jen? " Tanya Louise yang sekarang sedang duduk di tepi tempat tidur di samping Jenny.
" Kalo gua nggak anggap ini fun, gua udah keluar dari rumah ini waktu pertama kali gua injek kaki di sini. " Balas Jenny kesal.
" Hehehehe… Hiper bola banget. " Tanggap Norman yang sekarang sedang menyalakan televisi yang ada di samping lemari Jenny.
" Anggap aja lo lagi ada di sekolah kepribadian. " Kata Louise lagi.
" Lo kan tau kalo gua paling benci sekolah kepribadian, apalagi kalo gurunya nyokap gua sendiri. "
" Ya… kalo gitu, welcome to your night mare. " Celetuk Norman tanpa berpaling dari layar televisi yang menyiarkan program dari Korea.
" Lo lupa, ya? I already in! "
Norman dan Louise tertawa, sedangkan Jenny tambah manyun.
" Jadi lo mau double date sama Lars sabtu ini? " Louise bertanya untuk mengalihkan perhatian Jenny dari kekesalannya dengan ibunya.
" Iya… Ini baru yang namanya night mare. " Jawab Jenny kearah Norman yang ditanggapi dengan cengiran lebar dari Norman. " Ini semua gara-gara Kevin yang mutusin mau ikut secara sepihak. Ini kan nggak adil banget, dia nggak konsultasi dulu sama gua, main setuju aja. "
" Tapi kan ada bagusnya juga kalian ikut. Lo bisa nunjukin sama Lars kalo kalian memang pasangan. " Louise membela Kevin lagi.
" Iya! Tapi sebagai timbal baliknya, gua harus rela ngeliat Lars mesra-mesraan sama cewek yang namanya Cherry itu? Gua nggak bakal tahan kalo ngeliat itu! "
" Well, mau nggak mau lo emang harus ngeliat Lars sama cewek lain. Dia kan bukan pacar lo, jadi dia bebas jalan sama siapa aja. "
" Iya, tapi nggak di depan gua! "
" Namanya juga double date, kalian harus jalan bareng. Lagian kan ada Kevin, dia kan pacar lo. "
" Bukan, 'pacar sementara'! " Koreksi Jenny.
" Lars nggak tau kalo Kevin 'pacar sementara' lo. Jadi kalo lo butuh tempat sandaran kalo udah bener-bener nggak tahan ngeliat Lars sama tuh cewek, lo bisa mengandalkan Kevin. " Jawab Louise dengan bijaksana.
" Lo kenapa sih ngebelain Kevin mulu? Heran deh gua! Kalo lo emang suka sama Kevin, lo aja yang jadi pacarnya, nggak usah gua—sorry, Man. " Jenny buru-buru minta maaf saat melihat Norman yang langsung menatap Jenny dan Louise yang sudah mulai bertengkar mulut, bukan karena khawatir mereka bertengkar, tapi karena mendengar kalau Jenny menyuruh Louise berpacaran dengan Kevin.
" Kan yang butuh 'pacar sementara' itu lo, bukan gua. Gua udah punya Norman. " Louise menatap Norman dan mereka berpandangan lalu saling menyampaikan sun jauh.
" Lagian. " Lanjut Louise. " Kevin memang orang baik. Dia bener-bener suka sama lo, keliatan dari cara dia mandang lo. Dan menurut gua, sorry kalo gua mesti bilang kayak gini, tapi menurut gua Kevin lebih bisa bikin lo happy dari pada Lars. Gua perhatiin selama lo suka sama Lars, dia hanya bikin lo nangis mulu. Gua hanya mau lo bahagia, dan siapa tau Kevin yang bisa bikin lo bahagia, bukan Lars, bukan orang lain. "
Jenny diam. Selama bersahabat dengan Louise, Jenny tidak pernah mendengar Louise berkomentar se-serius ini. Louise tersenyum lagi dan mengelus pundak Jenny yang masih bengong.
" Lo pikirin aja semuanya pelan-pelan. Jangan selalu mikir kalo Kevin itu cuma 'pacar sementara', pikirin kalo Kevin tuh sahabat lo. Buka hati lo, jangan ditutup mulu. " Jenny mengedipkan matanya berulang-ulang, berusaha meyakinkan diri kalau wanita yang berdiri di depannya benar-benar adalah Louise, sahabatnya yang suka gokil. Tapi berkali-kali dikedipkan, tetap hanya Louise yang duduk di depannya.
Sayup-sayup terdengar bunyi dengkuran halus disekitar mereka. Louise mencari asal suara ke kiri dan ke kanan, dan ternyata bunyi dengkuran itu berasal dari Norman yang tertidur di bangku yang didudukinya sedari tadi dengan televisi yang masih menyala. Louise dan Jenny menggeleng bersama-sama lalu tertawa.
" Kok lo bisa-bisanya pacaran sama orang kayak dia sih, Lou? " Tanya Jenny disela tertawanya.
" Gua juga nggak tau. " Jawab Louise sambil tertawa. Dia meraih bantal orange milik Jenny dan melemparkannya tepat ke wajah Norman, membuat Norman terbangun dengan kaget dan berteriak bodoh.
" Cut! "