Ny. Lars – Part 12 -


Black Rabbit
" NY. LARS "
- Part 12 -

 
… Episode sebelumnya …
Ternyata belum cukup juga masalah yang harus dihadapi Jenny. Setelah pusing dengan Kevin dan Lars, Jenny juga dipusingkan oleh ibunya yang tiba-tiba meneleponnya dan meminta Jenny untuk tinggal menemaninya untuk beberapa waktu …

 
Jenny sampai ke rumah ibunya satu jam kemudian. Untunglah ibunya masih di salon sehingga dia tidak perlu mengingat lagi insiden mobil box tadi. Jenny disambut dengan sederet pembantu di ruang tamu yang berseragam biru muda dan berbandana berwarna senada_persis seperti seorang nona muda yang baru pulang berlayar ke lautan mana dalam rangka liburannya yang entah berapa lama. Jenny merasa risih juga diperlakukan seperti itu_dia kan tidak seperti ibunya yang harus diperlakukan seperti ratu_tapi dia diam saja. Dia juga diantar ke kamar yang sudah disediakan di lantai dua, melewati lorong yang dipenuhi dengan pintu yang menutupi ruangan-ruangan di setiap sisinya. Rumah itu besar sekali, lengkap dengan pilar-pilar tinggi, tembok berwarna crem dan replika patung dewa-dewi Yunani. Terdapat kolam berenang berbentuk persegi, bioskop mini, mini bar dan kamar yang penuh dengan Hamster_binatang kesayangan Lili.
Sebenarnya, kalau mau jujur, ini adalah rumah yang sangat menyenangkan untuk ditinggali. Apalagi bagi Jenny yang memang anak rumahan, rumah itu bisa menjadi surga dengan segala fasitilas yang mirip hotel berbintang lima. Hanya kenyataan bahwa Lili, ibunya, tinggal di rumah itu yang membuat segala bayangan tentang surga bintang lima itu sirna. Lili selalu cerewet menyikapi tata krama setiap orang yang tinggal di rumah itu. Dulu, Jenny sempat tinggal selama sebulan di sana, dan selama itu tidak ada satu pun tindakan yang dilakukan Jenny dengan benar di mata Lili. Cara makan Jenny yang salah, cara duduk yang kurang feminim, cara jalannya yang sedikit membungkuk bahkan sampai cara berpakaian Jenny yang jelek. Ini sangat menjengkelkan Jenny, terutama masalah cara berpakaian tadi, soalnya dia merasa kalau cara berpakaian ibunya sendiri tidak bisa dibilang bagus. Kalau perlengkapan syal bulu yang selalu dikenakannya itu dibilang bagus, Jenny tidak heran kalau cara pakaiannya yang sederhana itu dinilai sangat jelek menurut ibunya.
Kamar Jenny sendiri sangat mengagumkan. Pintunya terbuat dari kayu jati berwarna coklat tua yang melengkung di bagian atas dengan pengetuk pintu berbentuk daun Ek di tengahnya. Dinding kamarnya ditutupi wallpaper berwarna coklat muda dan crem dengan bunga Lili yang menjalar ditengah. Lemari besar, meja, kursi dan meja riasnya terbuat dari kayu dengan warna pink lembut. Ditengah ruangan berdiri tegak sebuah ranjang berwarna putih dengan empat tiang mengelilingi setiap sudutnya. Bad cover nya berwarna biru muda dan bantal-bantal yang ditutupi sarung berwarna orange lembut di tata rapi di bagian kepala ranjang. Sepertinya hanya bantal orange itu yang berwarna mencolok. Oh, kecuali warna gorden yang menutupi pintu yang menghubungkan kamar dengan balkon yang berwarna merah marun bergaris vertikal. Juga kusen pintu tak berdaun pintu yang menghubungkan kamarnya dengan kamar mandi serba abu-abu di sudut ruangan sebelah kanan yang berwarna biru tua dengan aksen gelembung udara.
Mata Jenny terhenti menatap lukisan dirinya saat berumur tujuh belas tahun tergantung di atas tempat tidurnya. Dia ingat betapa senangnya dia saat menerima lukisan itu sebagai hadiah ulang tahun dari ayahnya. Jenny bersiul panjang untuk mengakhiri kegiatan melihat-lihatnya itu.
" Dia bener-bener nyiapin kamar ini buat gua, ya? " Kata Jenny, lebih untuk dirinya sendiri.
" Maksud anda nyonya? Iya. Beliau memang menyediakan kamar khusus untuk anda, nona. " Jawab salah seorang pelayan yang ternyata mengikuti Jenny di belakang sambil membawa kopernya ke kamar.
" Kan udah gua bilang, jangan panggil gua 'Nona', panggil 'Jenny' aja. " Kata Jenny dengan kesal. Memang semua pembantu di rumah Lili harus memanggil majikan mereka dengan panggilan 'Nyonya', 'Tuan' atau 'Nona'. Jenny sudah berulang kali mengatakan kalau mereka tidak perlu memanggilnya dengan sebutan seperti itu, tapi mereka tetap saja tidak berubah. Tanggapan semua pelayan selalu sama: mereka hanya akan tersenyum dan menjawab: " Itu sudah peraturan di rumah ini. " Pelayan yang mengantar Jenny ini juga menjawab seperti itu, lalu berkata lagi.
" Kamar ini sudah ada sejak dua tahun yang lalu. Saya permisi, selamat beristirahat, Nona. "
Pelayan itu meninggalkan kamar dengan menutup pintu tanpa bersuara sedikit pun, sementara Jenny merenung. Dua tahun yang lalu itu berarti terakhir kalinya Jenny datang menginap di rumah itu. Dan saat itu dia mengatakan kepada ibunya kalau ternyata ibunya itu tidak memperhatikan Jenny, tapi lebih memperhatikan dirinya sendiri, bahkan untuk menyediakan sebuah kamar untuk Jenny saja tidak bisa. Sebenarnya itu hanya alasan supaya Jenny bisa pulang, tapi ternyata ibunya menanggapinya dengan serius sehingga kamar ini disiapkannya khusus untuk Jenny.
Lama merenung, akhirnya dia memutuskan untuk membongkar isi kopernya dan menempatkannya ke dalam lemari sebelum semua pakaiannya kusut dan harus di setrika ulang lagi. Tapi baru saja mulai, tiba-tiba pintu kamarnya diketuk.
" Masuk! " Jawab Jenny tanpa menoleh.
Seorang pelayan masuk. " Maaf Nona, ada telepon untuk anda. "
" Dari siapa? "
" Seorang pria yang bernama Lars. "
" Lars? Oh, thank's. " Pelayan itu keluar dan menutup pintu, dan Jenny langsung menyambar telepon di samping tempat tidurnya. " Halo? "
" Hai, Jen. Gimana rumah nyokap lo? "
" How did you know I'm here? " Jenny malah balik bertanya.
" Gua telpon ponsel lo, tapi nggak aktif, jadi gua telepon Kevin. Dia bilang lo ada di sini. Dia ngasih nomor rumah ini ke gua. "
" Kok Kevin tau nomor telepon rumah ini? "
" Mana gua tau? "
Louise. Jenny menjawab di dalam hati.
" Gua nelpon lo buat bikin janji. " Kata Lars lagi.
" Janji apa? "
" Gua mau double date sama lo. Lo sama Kevin, gua sama Cherry. Sabtu depan jam tujuh malem, di restoran biasa. Oke? "
Jenny merasa seperti baru saja disiram air dingin dari atas kepala, merasa tidak percaya kalau ternyata Lars jadi juga berkencan dengan wanita itu. " Tapi, Kevin… " Jenny mencoba mencari berbagai alasan.
" Gua udah ngomong sama Kevin, dia mau aja. Jadi oke kan? "
" Eh—ya… "
" Oke! Sabtu depan jam tujuh malem di restoran biasa. See you there! "
Telepon di putus. Bagaimana ini? Lars ingin double date dengan Jenny dan Kevin malah menyanggupinya? Apa wewenangnya untuk memutuskan jadwal acara Jenny? Dia kan bukan pacar gua! Jenny menjerit dengan kesal dalam hati. Semprul!

 
...Bersambung...