Lama-lama Aku Bisa Gila


Satu menit…
Dua menit…
Tiga menit…
Ya ampun, aku tidak tahan lagi, lama-lama aku bisa gila!
Aku sudah menatap jam yang tergantung di dindingku sedari tadi, tapi jam itu sama sekali tidak bergerak! Pasti ada yang salah. Jangan-jangan jam itu sudah rusak, atau baterainya habis, kalau tidak kenapa jarum jamnya sama sekali tidak bergerak? Aku harus segera menggantinya.
Aku tahu dan aku harus mengakui kalau dalam beberapa jam belakangan ini aku terlalu sering melirik jam itu. Dia bergerak terlalu lama, aku butuh waktu berjalan cepat sehingga aku tidak merasa tersiksa seperti ini.
Aku menunggu malam menjadi semakin larut karena dengan begitu aku tahu bahwa apa yang aku tunggu selama ini akan segera aku dapatkan. Bukan-bukan, aku bukannya menunggu sesuatu, tapi aku menunggu seseorang. Akan ada seseorang yang menghubungiku saat malam sudah semakin larut. Bukan untuk berpamitan tidur, tapi untuk mengatakan bahwa dia sudah aman berada di rumah. Dia memang selalu melakukan hal seperti itu setiap harinya, seolah kebiasaan itu adalah hal keramat baginya setiap kali menginjakkan kaki pertamanya di rumah untuk menghubungiku dan melapor kepadaku bahwa dia sudah pulang.
Khusus untuk hari ini, aku mau kebiasaan itu dia laksanakan secepat mungkin. Soalnya ada sesuatu yang sangat ingin aku dengar darinya. Sesuatu yang pastinya akan membuatku menjadi sangat tenang, tidak kalut seperti ini.
Jujur saja, itu bukan sesuatu yang cukup penting. Aku dan dia hanya belum bertemu selama kurang dari dua puluh empat jam. Tapi hanya karena itu, pikiranku berubah menjadi sangat kalut dan sebentar lagi aku bisa gila. Ada sesuatu yang harus aku bicarakan dengannya. Sesuatu yang berhasil menyebarkan ketakutan kepadaku hanya dalam waktu kurang dari dua puluh empat jam. Sesuatu yang bisa membuatku sesak napas dan jantung berdebar kencang.
Hanya satu yang aku rasakan: aku takut.
Aku akan menghadapi situasi yang sama sekali baru, yang berhubungan denganmu. Aku tahu, situasi baru itu sebenarnya belum tentu akan berdampak buruk. Siapa tahu situasi itu malah akan berdampak sangat bagus untukmu, untuk masa depanmu, yang berarti akan bagus juga untuk masa depanku. Tapi tetap saja rasa takut itu menguasaiku dengan begitu jahatnya dan nyaris saja tidak menyisakan sedikit akal sehat dalam otakku.
Aku tahu-aku tahu. Situasi itu bahkan belum kita jalani, baru akan kita hadapi. Tapi coba lihat dampaknya? Bahkan belum mulai saja aku sudah sebegitu takut!
Mungkin aku saja yang pengecut. Bersikukuh untuk terus mendorongmu maju, tapi akhirnya takut saat melihat kau mulai melangkah dan meninggalkanku sendirian.
Atau mungkin aku saja yang terlalu manja. Terbelalak ngeri hanya karena melihatmu berada satu langkah lebih jauh ke depan dan kelihatannya akan melupakanku.
Padahal aku tahu, kau sama sekali tidak memiliki niat bahkan secuil pun untuk meninggalkanku atau melupakanku. Kau hanya berusaha melangkah untuk lalu menyeretku ikut.
Benar, kau memang perlu menyeretku bersamamu, memaksaku meninggalkan zona nyamanku dan membiarkanku merasakan sendiri keadaan yang aku takutkan itu. Karena dengan begitu aku akan tersadar bahwa ketakutanku itu hanyalah hal bodoh belaka. Aku toh tidak akan terjatuh ke jurang, aku toh tidak akan kehilangan nyawa, aku toh akan merasa senang juga karena pada akhirnya langkah yang kita tempuh bersama itu ternyata adalah langkah berikut untuk meraih kebahagiaan kita.
Baiklah aku harus jujur sekarang.
Aku hanya takut kehilanganmu. Aku takut kau melangkah tanpaku dan mencampakkanku begitu saja saat aku merasa bahwa tidak akan ada yang bisa melangkah bersamaku selain dirimu. Aku hanya takut kau lupakan, menjadi orang asing yang akan kau jauhi dan kau gantikan dengan     orang lain sementara aku sendiri tidak bisa lagi berpikir apakah akan ada orang lain yang bisa mengisi hatiku selain dirimu. Aku hanya takut kau akhirnya melihat bahwa aku bukanlah seseorang yang layak kau perjuangkan lagi. Ada begitu banyak orang lain yang jauh lebih berharga untuk diperjuangkan, jauh lebih indah, jauh lebih menarik. Jika dibandingkan denganku maka kau hanya akan menemukan itik buruk rupa di antara angsa-angsa cantik dan anggun.
Aku takut, aku pengecut.
Aku manja, aku egois.
Tapi bagaimana aku tidak merasa seperti itu jika yang aku perjuangkan adalah seonggok emas paling berharga yang aku temukan di tumpukan tembaga?
Jadi tolonglah, hubungi aku sekarang juga. Buat semua ketakutanku itu pergi dan biarkan aku bisa bernapas lega. Sesak napas yang aku rasakan semakin menyiksaku dan lama-lama aku akan kehilangan kemampuanku untuk bertahan hidup.
Aku benci harus merasakan perasaan seperti ini lagi. Aku tahu kau pun akan merasa kesal jika aku mengatakan penyakit apa yang akhirnya menggerogotiku lagi. Tapi semua ini adalah salahmu juga. Kau yang membuat penyakitku kumat lagi, jadi kau sendiri yang harus mengobatinya.
Oh, aku ingat sekarang.
Kaulah yang berhasil mengobatiku saat terakhir kali penyakit itu menyerangku. Entah apa obat yang kau berikan kepadaku, aku sendiri tidak tahu. Tapi obat itu sangat ampuh, dapat menyembuhkan hanya dalam hitungan detik. Karena itu kau harus segera mendatangiku. Kau harus segera menyembuhkanku. Hanya itu satu-satunya jalan agar aku bisa sembuh, tidak bisa dengan obat lain ataupun dengan orang lain. Hanya kau.
Jadi, bisakah kau hubungi aku saat ini juga? Aku mohon cepatlah, aku sudah mulai sekarat!
Oh ya ampun, ternyata jam itu tidak rusak. Aku meliriknya lagi dan akhirnya menemukan jarum panjang jam itu sudah maju beberapa menit. Tidak terlalu banyak bergerak, tapi paling tidak itu meyakinkanku bahwa jam itu memang tidak rusak sehingga aku tidak perlu mengganti baterainya ataupun membuangnya dan membeli jam baru.
Tapi… masih ada begitu banyak waktu sebelum aku bisa mendapatkan ponselku berdering dengan caller id yang menunjukkan nama orang yang aku tunggu sedari tadi!
Benar deh, aku rasa aku akan jadi gila!

 
200111 ~ Black Rabbit ~