Percy Jackson and The Olympians
adalah serial novel fantasy-adventure buah karya penulis Amerika Serikat kelahiran
Texas bernama Rick Riordan. Buku pertama dari lima buku dalam serial ini yang
berjudul Percy Jackson and The Olympians: The Lightning Thief telah difilmkan
oleh sutradara Chris Colombus pada tahun 2010 yang lalu. Tahun ini, buku
keduanya yang berjudul Percy Jackson: The Sea of Monsters kembali mendapatkan
kesempatan untuk difilmkan oleh sutradara asal Jerman bernama Thor Freudenthal
yang telah lebih dulu berpengalaman menggarap film berdasarkan novel melalui
Diary of a Wimpy Kid pada 2010.
Kisah mereka kali ini dimulai
dengan kisah yang terkenal di Camp Half-Blood mengenai ‘shield’ yang melindungi
camp selama ini. Beberapa puluh tahun yang lalu saat Annabeth kecil pertama
kali datang ke camp bersama ketiga Demigod lainnya yaitu: Luke Castellan (Jake
Abel), putra dewa Hermes, Clarisse La Rue (Leven Rambin), putri dewa perang
Ares dan Thalia Grace (Paloma Kwiatkowski), putri dewa Zeus; mereka mendapat
serangan dari beberapa orang Cyclops. Dengan berani, Thalia mengorbankan diri
untuk menyelamatkan teman-temannya yang akhirnya membuatnya meninggal dunia.
Untuk mengenang kepahlawanannya, sang ayah menumbuhkan sebuah pohon di atas
tubuhnya dan melingkupi seluruh camp dengan ‘shield’ raksasa.
Suatu hari ‘shield’ tersebut
rusak dan camp Half-Blood pun diserang. Setelah berhasil memusnahkan sang
monster yang menyerang dengan bantuan teman-temannya serta Clarisse yang merupakan
saingannya, Percy bertemu dengan Luke. Salah satu Demigod yang telah
menyebabkan kekacauan di film pertama itu mengaku telah meracuni pohon
pelindung. Semua itu dia lakukan semata-mata karena ingin menghancurkan camp
dan membangkitkan kembali Kronos yang terkurung di dalam sebuah peti. Dengan
rusaknya ‘shield’ yang selama ini melindungi camp dan niat jahat Luke serta
kenyataan bahwa wakil ketua camp sekaligus mentor Percy: Chiron (Anthony Head)
kesulitan mencari penawar racun tersebut, keselamatan semua Demigod pun
terancam.
Pencarian tersebut tidaklah
mudah. Mereka tidak hanya harus menghadapi seorang Cyclops bernama Polyphemus
(Robert Maillet) yang menjaga Golden Fleece tersebut tapi juga melewati seekor
monster laut. Mereka berempat juga bertemu dengan tiga orang Graeae, penyihir
abu-abu yang tidak memiliki mata yang menghantarkan mereka untuk bertemu dengan
dewa Hermes (Nathan Fillion), ayah Luke, dan juga petualangan lainnya.
Perjalanan yang akan mereka hadapi sepertinya benar-benar menarik.
Petualangannya cukup menegangkan,
dengan unsur persahabatan yang kental ditambah bumbu dari mitologi Yunani yang
menarik. Tema yang disajikan begitu sederhana dan mudah dimengerti. Para
tokohnya pun begitu mudah untuk dicintai atau pun dibenci sesuai dengan tokoh
antagonis atau protagonist yang mereka perankan. Bumbu humornya juga cukup
menghibur dan animasinya tidak perlu diragukan lagi.
Tapi, apakah itu saja sudah
cukup? Well, menurut saya belum.
Saya juga tidak bisa merasakan
klimaks cerita dengan memuaskan sehingga terkesan ‘hambar’ dan terlalu
sederhana. Bahkan mungkin para penonton dewasa bisa saja merasakan jika film
ini terlalu mudah ditebak dan ke kanak-kanakkan walaupun tidak bisa dipungkiri
bahwa tema sederhana ini cukup cocok untuk anak-anak dan remaja. Peranan Sea of
Monster yang saya kira akan menjadi setting utama petualangan, mengingat
namanyalah yang dipakai sebagai judul, ternyata tidak sebesar yang saya kira.
Ini mengecewakan dan sedikit membingungkan untuk saya. Dan bagaimana seorang
dewa Kronos yang dalam legendanya baru bisa dikalahkan oleh tiga orang dewa
sebesar dewa Zeus, Poseidon dan Hades sekarang bisa dikalahkan hanya oleh
seorang Demigod muda seperti Percy? Wow, anak ini sepertinya benar-benar
perkasa, ya?
But, yeah, saya yakin tidak semua
orang sependapat dengan saya kali ini. Apa lagi dengan banyaknya para penggemar
setia dari buku dan film ini. Bahkan sepertinya para penggemar Percy Jackson
menyukai hasil penyutradaraan Thor Freudenthal kali ini karena terbukti dalam
waktu kurang dari dua puluh hari penayangannya di seluruh dunia, film yang
menghabiskan budget sebesar $ 90 juta ini telah menghasilkan $ 110 juta
(berdasarkan Wikipedia pada tanggal 26 Agustus 2013). Untuk saya, film ini
berhak mendapatkan tiga dari lima bintang untuk kemampuannya menghibur dan
unsur mitologi Yunani yang menarik di dalamnya.