‘Val’phobia ( part 1 )


Namaku Flor Amalia, berumur dua puluh lima tahun. Saat ini aku berprofesi sebagai seorang penulis novel yang sudah menerbitkan beberapa novel yang cukup sukses di pasaran. Sebenarnya saat ini aku sedang berusaha mencari ide baru untuk novel terbaruku. Walaupun masih ingin menceritakan kisah cinta yang sebenarnya adalah tema yang cukup umum, tapi pada kenyataannya saat ini aku sedang kehabiskan ide. Aku ingin menyajikan sebuah cerita baru, dengan tema serupa tapi berbeda dengan kisah lainnya. Tapi sungguh, aku tidak cukup pandai mencari ide cerita, apa lagi bertema cinta yang berbeda dari biasanya. Maklum saja, pengalaman cintaku tidak cukup beragam. Aku hanya mengalami jatuh cinta satu kali dalam hidupku, patah hati mungkin cukup sering, tapi tidak dengan jatuh cinta.
Tapi, tunggu dulu…
Aku ingat, ada sebuah kisah yang pernah aku alami beberapa tahun yang lalu. Sebetulnya kisah ini tidak terlalu menyenangkan untukku, malah berakhir cukup sedih bagiku_tepatnya meninggalkan sebuah luka yang cukup besar di dasar hatiku yang paling dalam. Tapi kalau dipikir-pikir lagi, mungkin ide ini bisa aku kembangkan. Dengan menyamarkan nama, mengembangkan cerita dan sedikit berimprovisasi, aku rasa ide ini akan menjelma menjadi sebuah kisah yang cukup menarik.
Hm… kenapa tidak? Baiklah, aku sudah memutuskan. Aku akan menceritakan kisah mengenai seseorang yang benar-benar ada, yang benar-benar hidup dan menjalani ceritanya sendiri bersama orang-orang disekitarnya. Orang ini memang telah memberikan kenangan yang rasanya ingin kulupakan, berharap tidak pernah kurasakan, tapi sekaligus meninggalkan perasaan mendalam yang membuatku rindu. Mungkin ingatanku tentang dia yang akan aku buka ini malah akan membuatku sedih, bingung dan kecewa, tapi bagaimana pun aku ingin menumpahkan semua ingatan dan perasaanku tentang dia di atas kertas, tanpa ada yang kututupi, supaya paling tidak aku akan merasa lega dan siap menutup perasaan itu selamanya.
Jadi akhirnya disinilah aku sekarang, berada di depan komputerku, masuk ke dalam salah satu program yang biasa aku gunakan untuk menulis, menarik napas_rutinitas sebelum mulai menulis_ dan mulai menekan tuts computer.
# # #
Enam menit telah berlalu tapi layar monitorku masih kosong, aku tidak tahu harus memulai dari mana. Sejauh ini aku baru memutuskan untuk menamainya dengan nama Valentino Pratama yang berumur dua puluh tujuh tahun. Aku sendiri akan menamai diriku dengan nama 'Nila' yang berusia dua puluh tiga tahun. Aku berkenalan dengannya sebagai rekan kerja di perusahaan yang baru saja menerimaku sebagai salah satu karyawannya. Pertama kali bertemu aku tidak begitu memperhatikannya, yang aku ingat hanyalah kemeja berwarna biru langit yang dikenakannya terlihat begitu rapi, celana panjang berwarna hitamnya juga rapi dengan tas hitam yang cukup besar tersampir di lengan kanannya dan sepatu kulitnya yang hitam mengkilap bersih. Benar-benar terlihat seperti seorang salesman elite yang sering aku lihat di pameran-pameran mobil mewah sejenis BMW, Mercedes Benz atau Ferari.
Ini kisah mengenai Nila, seorang gadis yang bertemu dengan seorang laki-laki yang memiliki senyum paling manis…
Val memang memiliki senyum yang manis. Aku baru sadar setelah beberapa kali bertemu dan bertatap muka dengannya. Selain itu, setelah mengenalnya lebih jauh ternyata dia orang yang enak diajak mengobrol, humoris dan memiliki beberapa ketertarikan yang sama denganku. Kadang aku dan Val bisa menghabiskan waktu untuk mengobrol mengenai beberapa hobi yang ternyata sama-sama kami sukai selama berjam-jam. Malah kami pernah berjanji untuk membuka usaha bersama dan mengelolanya dengan baik berdua. Saat itu dia kelihatan yakin kalau kami akan dapat bekerja sama dengan baik. Sayangnya, hingga saat ini cita-cita itu tidak pernah tercapai. Hubungan kami menjadi semakin akrab dari hari ke hari, dan tanpa sadar orang lain sudah menganggap bahwa ada sesuatu diantara kami berdua, walaupun kami sendiri belum menyadarinya.
Tapi jujur saja, saat itu aku sudah tidak berstatus lajang lagi. Aku sudah punya pacar bernama Daniel, yang biasa aku panggil dengan sebutan Dan. Kami diperkenalkan oleh seorang teman dua tahun yang lalu di sebuah restoran. Aku menyukainya sejak pandangan pertama karena sikapnya yang manis dan dari matanya memancarkan kehangatan yang aku kagumi. Syukurlah saat itu dia menyambut perasaanku dan setelah melakukan pendekatan selama beberapa lama, jadilah dia orang pertama yang memenangkan hatiku.
Hubungan kami berjalan lancar. Dia begitu sabar menghadapiku dan mampu berperan bukan saja sebagai pacar tapi juga sebagai teman, sahabat, kakak, bahkan sebagai guruku. Aku bisa menjadi diriku sendiri dihadapannya. Menangis tersedu-sedu di depannya_sesuatu yang tidak pernah aku lakukan di depan orang lain, tertawa terbahak-bahak atau bersikap apa adanya. Dari awal kami telah sepakat kalau hubungan kami ini akan didasari perasaan saling jujur dan terbuka, tidak ada yang perlu disembunyikan. Walaupun kadang kala kejujuran itu menyakitkan, tapi jika kejujuran itu diungkapkan, paling tidak akan memberikan kelegaan tersendiri, dari pada di pendam saja di dalam hati. Karena itulah hubungan ini terasa begitu istimewa dan secara perlahan tapi pasti memantapkan posisi Daniel sebagai orang paling special dihatiku. Keberadaannya sudah menjadi semacam rutinitas di dalam hidupku dan sosoknya selalu ada di saat apa pun dan bagaimana pun, seolah sebagian otakku telah dikuasai oleh sosoknya yang hangat.
Sampai aku tersadar kalau ternyata tanpa disengaja hatiku telah dicuri oleh Val.
Aku sendiri tidak tahu apa yang bisa membuatku luluh terhadapnya. Hubunganku dengan Daniel baik-baik saja, bahkan terlalu baik. Malah aku sempat berpikir bahwa aku tidak akan pernah jatuh cinta dengan orang lain lagi. Aku tidak merasa kekurangan cinta sedikitpun karena Daniel sudah memberikan semuanya kepadaku: cinta, perhatian, kesabaran, pengertian.
Mungkin aku memang manusia bodoh yang serakah dan tidak pernah puas, aku malah menginginkan semua itu dari orang lain.
Aku sempat berpikir, bagaimana Val bisa mengambil hatiku semudah itu? Apa yang ada di dalam dirinya yang bisa membuatku tertarik? Perlu waktu yang tidak sebentar untuk bisa menyadarkanku, tapi sekarang aku bisa menjawabnya dengan tegas.
Pertama, karena kedewasaannya. Mungkin penilaianku ini hanya pandangan mata yang buta karena perasaan cinta saja, tapi entah bagaimana ini adalah alasan utamanya. Aku dapat menangkap sisi dewasa yang sangat memikat dari seorang Val. Aku anak sulung yang manja, yang sangat mendambakan seorang laki-laki dewasa yang bersikap lebih rasional, lebih sabar dan bisa lebih banyak mengajarkanku tentang pengalaman hidup. Aku sudah bisa merasakan sedikit kedewasaan itu dari Daniel, tapi entah kenapa aku menginginkannya dari orang lain. Kedewasaan Val terlihat jauh lebih menggiurkan.
Kedua, mungkin karena aku masih ingin berpetualang. Aku menyukai sesuatu yang menantang, yang membuatku penasaran, berdebar, geregetan dan membuat adrenalinku bergejolak. Dan aku menemukan semua tantangan itu dalam diri Val. Setiap kali aku berada di dekat Val, rasanya adrenalinku naik dan jantungku berdebar tidak keruan. Ada sesuatu yang menggelitikku setiap kali berada di dekatnya ataupun hanya mendengar suaranya. Dan rasanya akan sangat mengesankan jika suatu saat aku bisa memenangkan hati Val, sama seperti Dan yang memenangkan hatiku saat itu.

 
… Bersambung …