Black Rabbit
" NY. LARS "
- Part 6 -
- Part 6 -
… Episode sebelumnya …
Jenny benar-benar kaget melihat tingkat sahabatnya, Louise, yang memasukkan data pribadinya ke sebuah biro jodoh di Koran local hanya untuk mendapatkan seorang laki-laki yang rela menjadi pacar bohongannya …
Lain halnya dengan Jenny yang mengisi rutinitas paginya dengan mengomeli Louise melalui ponsel, Lars malah mengawali harinya dengan tenang. Kemarin pagi dia terbangun karena merasakan sakit di wajah, kepala dan seluruh tubuhnya. Walau dia tidak ingat lagi tentang apa yang terjadi di klub beberapa waktu yang lalu, tapi dia yakin kalau itu bukan sesuatu yang bagus sehingga wajahnya bisa babak belur dan tubuhnya penuh memar seperti ini. Lars juga tahu akibat dari entah apa yang telah terjadi sudah membuat Jenny repot, soalnya saat bangun dia menemukan sebuah surat dibawah segelas air putih dan satu strip obat yang bertuliskan:
Lars, kalo lo udah bangun, jangan lupa makan obat ini, ya. Ini obat penghilang rasa sakit. Tapi sebelumnya lo harus makan dulu. Gua udah bikinin lo bubur di panci. Oh, jangan lupa kompres luka lo pake es. Cepet sembuh dan jangan bikin gua tambah khawatir.
Jen
Lars mencoba tersenyum dengan penuh terima kasih saat membaca surat itu_walaupun dia belum bisa tersenyum secara sempurna_lalu dilakukannya apa yang diperintahkan Jenny di suratnya itu.
Kalau Lars mau jujur, dia sangat bersyukur mendapatkan seorang asisten yang sangat bisa dipercaya seperti Jenny. Bukan hanya dia merasa memiliki manager pribadi seperti yang kebanyakan dimiliki artis-artis yang bisa mengatur seluruh jadwalnya; Jenny lebih berfungsi sebagai alarmnya. Jenny terbiasa mengingatkan Lars bagaimana perkembangan bengkel yang menjadi pekerjaan sampingannya selain bekerja sebagai karyawan kantoran biasa. Selain itu, Jenny juga dengan senang hati membantunya kalau dia dalam kesulitan. Misalnya saja dalam kasus malam kemarin yang pastinya sangat tidak terkendali. Mangkanya Lars sangat menghormati keberadaan Jenny. Mungkin tanpa Jenny hidupnya akan lebih berantakan dari pada ini. Lars adalah seorang yang sangat meyakini kalau seorang laki-laki tidak bisa hidup tanpa wanita disisinya. Dimana ada seorang laki-laki yang sukses, maka disampingnya akan berdiri seorang wanita tegar yang bisa mendampingi laki-laki itu seperti kaki ketiganya. Dan Jenny adalah kaki ketiga bagi Lars, hanya saja kaki ketiga yang dimilikinya bukanlah tulang rusuknya yang hilang. Lars tidak bisa memiliki Jenny karena Jenny bukan wanita single yang avaliable untuk dimilikinya, dan Lars sangat menghargai itu. Tidak pernah terbersit dalam pikirannya untuk mendekati wanita yang sudah memiliki pasangan_walaupun mereka belum menikah_karena itu berarti dia bisa merebutnya dari laki-laki lain. Julukan 'penghancur hubungan orang lain' kedengarannya tidak keren ditelinga Lars. Jadi apa kedudukan Jenny dimata Lars? Adik. Ya, Jenny hanya seorang adik bagi Lars. Tidak lebih.
Pagi ini setelah selesai mengompres wajahnya, Lars beranjak dari bath tube air panas dan melilitkan handuk di pinggangnya. Dia tahu Jenny akan datang menjenguknya hari ini, dan seperti biasa, Lars paling tidak suka diganggu saat sedang mandi. Jadi sebelum Jenny dating, dia segera mengakhiri aktifitas mandinya. Tapi saat sedang mengenakan kaos polonya, tiba-tiba secara tidak disangka-sangka ponselnya berdering. Diraihnya ponsel diujung meja dan langsung menjawab. " Hallo? "
" Hai Lars, masih ingat gua? "
Untuk seorang Lars 'sang penakluk wanita' dia bisa mengenali setiap suara teman wanitanya tanpa harus mencatat nomor mereka di dalam ponselnya sendiri. Tapi untuk suara wanita yang satu ini dia hanya samar-samar mengenal suaranya. Jadi Lars hanya menjawab seadanya. " Ya? "
" Lupa ya? Gua Cherry, kita kenalan di klub kemarin malam. Inget? "
" Cherry? "
Cherry langsung menceritakan bagaimana acara perkenalannya dengan Lars kemarin malam, bagaimana mereka berdansa dan minum bersama dan bagaimana Lars menjadi babak belur karena berkelahi membela Cherry. Walaupun tidak sepenuhnya ingat_mungkin karena pengaruh bir yang diminumnya waktu itu_tapi Lars masih ingat tungkai mulus Cherry yang membuatnya tertarik waktu itu, juga wajah Jenny yang kaget dan khawatir saat menjemputnya pulang.
" Gua bener-bener minta maaf, lo babak belur gara-gara gua. Tapi lo udah nggak pa-pa kan? "
" Yap. Everything is under control now. Ternyata pengaruh alkohol bener-bener jelek, ya? " Mereka berdua tertawa bersama. " Eh ngomong-ngomong, dari mana lo dapet nomor telepon gua? " Tanya Lars setelah tertawaan mereka mereda.
" Sorry, gua nyatet nomor lo waktu nelpon temen yang kemaren jemput lo. Siapa namanya? Jenny, ya? Dia pucet banget ngeliat lo di klub. "
" Oh, iya. Dia Jenny, asisten gua. "
" Asisten? "
" Iya. Dia asisten kepercayaan gua. "
" Oh— " Terdengar teriakan memanggil nama Cherry di ujung sana, buru-buru Cherry berteriak membalas dan berkata lagi kepada Lars. " Sorry banget, gua harus pergi nih. "
" Oh, Ok. Seneng banget lo nelpon gua. "
" Gua juga seneng banget. I call you back? "
" No, I call you back. "
Cherry tertawa renyah. " Ok. Eh, simpen nomor gua di ponsel lo, ya. Masa cuma nomor Jenny doang yang ada. Oke? Got to go! Bye! "
Cherry memutuskan hubungan teleponnya dan setelah itu Lars meraih kertas dan balpoin, mencatat nomor ponsel Cherry diatasnya lalu menyelipkannya dibawah frame foto.
Empat puluh menit kemudian, Lars sudah duduk diam dengan Jenny di depannya yang sedang mengobati wajahnya tanpa kenal kasihan walaupun Lars sudah berkali-kali merintih kesakitan. Dia terus saja mengoleskan antiseptik dan alkohol bergantian. Setelah akhirnya dapat berbicara, Lars bertanya kepada Jenny yang masih dengan setia mengoleskan obat di luka-lukanya.
" Jen, lo masih inget sama cewek yang nemenin gua di klub kemarin? "
" Cewek yang bikin lo babak belur itu? "
" Well... sebenernya bukan dia yang bikin gua babak belur, tapi ya... cewek yang itu. Namanya Cherry. "
Jenny menatap Lars dengan pandangan yang seolah-olah bertanya 'So?' kepada Lars.
" Tadi dia nelpon gua. Dia minta maaf and bla-bla-bla, intinya kita janjian ketemu lagi. So—"
" So it's that mean's that you have a new girl friend? " Tanggap Jenny dengan sedikit malas sambil menekankan kata-katanya tadi.
" Belum sih... Tapi gua yakin sebentar lagi dia pasti jadi cewek gua. " Jawab Lars percaya diri.
" Denger ya, kalo lo babak belur gara-gara dia, berarti dia itu bukan cewek yang baik. Lagian, emang lo masih inget tampangnya kayak gimana? Kalo jelek gimana? Jangan-jangan namanya aja baru lo denger tadi. "
" Lo jangan langsung nge-jugde gitu dong. Kalo dia bukan cewek baik, masa dia mau minta maaf sama gua? Lagian, walaupun gua nggak terlalu inget tampangnya kayak gimana, tapi gua yakin kalo selera gua nggak pernah mengecewakan. Iya, kan? "
Lars menggerakkan alisnya naik-turun dan menatap Jenny dengan pandangan jahil. Sedangkan Jenny sendiri hanya menghela napas. Justru karena 'keahlian' Lars yang satu itu yang membuat Jenny khawatir.
" It's up to you, Lars. " Jawab Jenny lemah.
" Kira-kira gua sembuhnya kapan? "
" Kalo mau sembuh total, kira-kira seminggu. "
" Seminggu? Lama banget? Nggak bisa tiga hari kelar? "
" Nggak bisa lah... Kalo hanya tiga hari, lo masih butuh perban sama plester. Lagian mau ngapain sih? " Tanya Jenny sewot. Dia baru mendengar sekarang kalau ada orang yang menawar masa penyembuhan lukanya sendiri.
" Kencan sama Cherry lah... " Jawab Lars, lagi-lagi dengan tampang jahilnya. Jenny tidak berkata apa-apa selain menggelengkan kepala, sehingga Lars melanjutkan perkataannya. " Ok deh, seminggu. Tapi hari ke enam lo harus nemenin gua. "
" Kemana? "
" Nyari baju. "
Jenny yang sudah selesai mangobati luka Lars menutup kotak P3K dengan cukup keras karena kaget. " Itu kan bukan tugas gua, gua kan asisten lo! "
" Lo bukan hanya asisten gua, tapi lo juga living planer gua. " Jawab Lars kalem.
" Living planer? Mana ada yang namanya living planer? "
" Di kamus gua ada. "
" Lo pake kamus bahasa apa sih? "
Lars hampir saja tertawa terbahak-bahak mendengar celetukan asal Jenny itu, tapi buru-buru dia tahan dan menanggapi: " Gua nggak peduli, pokoknya lo harus nemenin gua. "
" Whatever. " Jenny menyerah dan memutuskan untuk pergi sebelum Lars memberinya tugas yang aneh lagi. " Gua mesti balik ke bengkel. Mobil lo udah gua bawa dari klub tanpa lecet sedikit pun. Sekarang ada di tempat parkir. Gua cabut dulu ya. "
" Lho, sekarang lo pergi naik apa? "
" Taksi. "
" Mau gua anter? "
" Nggak usah, lo masih sakit. Istirahat aja deh, gua pergi dulu ya. Bye. "
Jenny mengecup pipi Lars lalu pergi meninggalkan Lars di apartemennya sendirian.