Cuplikan Buku Harian Rab


Hari ini aku pulang cukup malam dengan badan yang capai dan kaki yang pegal. Sepulang dari kantor tadi aku harus langsung pergi untuk bertemu dengan salah satu teman sekolahku dulu untuk mengadakan acara reuni kecil-kecilan. Saat masuk ke dalam kamar, aku melihat dia sudah tertidur di samping tempat tidurku, dengan laptop yang masih menyala dan novel yang sedang dibacanya tergeletak di sampingnya, sepertinya baru saja dibaca sedikit. Aneh, dia tidak pernah membiarkan laptopnya aktif begitu saja, dia juga tidak pernah meninggalkan bukunya tanpa selesai membaca setidaknya pada akhir setiap bab. Memang, beberapa hari ini aku merasa ada sesuatu yang aneh pada dirinya, ada yang sedang dipikirkannya, dan itu membuatnya stress, tapi aku tidak yakin masalah apa.
Aku melangkah mendekatinya dengan sangat pelan, berusaha tidak menimbulkan suara sedikitpun sehingga dia tidak terbangun dari tidur yang kelihatannya nyenyak itu. Dia kelelahan, dia sepertinya memang butuh banyak istirahat. Setelah merapikan bukunya, aku beranjak menarik laptopnya dari atas tempat tidur, tapi saat aku baru saja berniat mematikan laptop itu, aku tertarik membaca apa yang tersaji di layarnya.
Sepertinya itu adalah buku hariannya. Aku tahu dia memang sering menulis buku hariannya di laptop ini, tapi tentu saja aku tidak pernah membacanya sedikitpun karena data itu dilindungi dengan password. Tapi data itu sekarang terbuka, tampaknya secara tidak sengaja dia telah meninggalkannya dalam keadaan terbuka. Tiba-tiba terbersit niatku untuk membacanya. Sedikit saja, aku janji tidak akan membaca terlalu banyak. Bagaimana pun kalau dia tidak tahu aku membaca buku hariannya tentu dia tidak akan marah, betul kan?
Baiklah, aku akan mulai membacanya. Hanya sedikit, aku janji.

 
Ada yang tidak beres denganku hari ini. Aku tidak yakin itu apa, tapi semua itu membuat suasana hatiku menjadi jelek. Aku memikirkan sesuatu, dan gawatnya itu adalah sesuatu yang seharusnya tidak aku pikirkan. Aku memikirkan seseorang yang salah, seseorang yang sebetulnya tidak aku kenal.
Semua ini bermula dari sebuah ketidak sengajaan. Aku berkenalan dengannya melalui media yang tadinya aku kira sangat tidak mungkin aku yakini. Dunia maya, dunia yang teralu absurd, yang tidak nyata, dunia yang aku remehkan. Disitulah aku mengenalnya.
Aku sama sekali tidak percaya dengan cinta pada pandangan pertama. Bagiku pribadi, aku harus sangat mengenal orang itu sebelum bisa menyakinkan diriku untuk menerimanya menjadi seorang teman atau pun sahabat. Jangankan untuk seorang tambatan hati, aku bahkan hanya memiliki beberapa orang sahabat yang banyaknya masih bisa dihitung dengan jari pada salah satu tanganku saja. Aku juga tidak suka berkenalan dengan seseorang yang sama sekali asing melalui media yang tidak aku kenal dengan baik. Bagiku, cara seperti itu terlalu banyak kemungkinan dan kesempatan untuk berbohong. Biasanya orang-orang yang berusaha mengajakku mengobrol melalui media itu hanya aku tanggapi seadanya, bahkan mungkin cenderung ketus.
Tapi dengan dia semua itu berbeda.
Sejak sapaan pertama, ada sesuatu yang berbeda darinya. Ada sebuah keyakinan, entah dari mana, yang mengatakan bahwa kami berkenalan berdasarkan itikad baik. Dan bahkan ada sebuah suara kecil dari sudut hatiku yang mengatakan bahwa dia adalah orang yang aku cari selama ini, seseorang yang bisa menjadi sangat berarti bagiku. Aku tahu ini bodoh sekali. Bagaimana aku bisa merasakan dan berkata seperti itu padahal aku bahkan tidak pernah bertemu dan berbicara langsung dengannya? Tapi aku sudah berjanji dengan hatiku sendiri bahwa aku tidak akan membohongi diriku sendiri lagi. Seberapa pun memalukannya perasaan itu, seberapa pun menyebalkannya pikiranku dan seberapa pun konyolnya itu, aku akan berusaha jujur dengan diriku sendiri. Hanya itu yang bisa aku lakukan untuk menghargai diriku sendiri. Karena itulah aku tidak akan menyangkal bahwa memang perasaan itulah yang aku rasakan saat pertama kali berbicara dengannya.
Walaupun begitu, bukan berarti aku tidak meyakinkan diriku sendiri sebelumnya. Aku bertanya dengan blak-blakan kepadanya tentang motifnya ingin berkenalan dan mengobrol panjang lebar denganku. Bagaimana pun, tidak akan semudah itu seseorang mau mengobrol panjang lebar dan menceritakan kisah hidupnya kepada orang asing. Paling tidak, aku bersikap seperti itu. Mungkin saja dia hanya ingin mempermainkan aku, atau bercanda dan menggangguku seperti kebanyakan pria iseng dimuka bumi ini. Atau mungkin dia sama seperti pria hidung belang lainnya yang akan berbuat sangat kurang ajar jika akhirnya aku dan dia kopi darat nantinya. Tapi dengan entengnya dia hanya berkata: " Maksudmu aku hanya ingin mempelajari anatomi tubuh seorang gadis? Yang seperti itu banyak di buku pelajaranku. ".
Yah, dia memang seorang calon dokter, tapi aku tidak yakin semua calon dokter akan berpikir seperti itu. Jujur saja, dia memang berbeda dengan semua pria yang pernah aku kenal. Semua kata-katanya, cara bicaranya ( walaupun itu cuma aku ketahui dari tulisan-tulisannya ) dan juga sikapnya yang sangat perduli itu terlihat tulus. Seolah dia memang benar-benar perduli denganku, tidak ada alasan yang lain. Hanya perduli, itu saja.
Tapi, aku sendiri tidak bisa seyakin itu. Bukan dengannya, tapi dengan diriku sendiri.
Aku tidak yakin apa aku benar-benar bisa menerima semua itu. Maksudku, semua ini adalah sebuah pengalaman baru bagiku, sesuatu yang tidak pernah aku rasakan dan aku alami sebelumnya. Aku tidak tahu harus bersikap bagaimana, aku tidak tahu harus mengatakan apa. Bagaimanapun perhatiannya, bagaimanapun sikap manisnya, aku tetap tidak bisa menerima teori itu. Bagaimana mungkin aku bisa menaruh hati kepada orang asing?
Dia tidak tahu apa-apa mengenai aku, dia tidak tahu mengenai kisah hidupku yang kacau, dia tidak tahu mengenai keluargaku yang memalukan. Dia sama sekali tidak mengenal aku, jadi bagaimana mungkin dia bisa begitu saja ingin dekat denganku? Itu tidak masuk akal, sama sekali tidak masuk akal. Aku bukanlah seorang gadis baik, aku jelek, begitu penuh dengan kekurangan, dan dengan semua sifat jelekku… bagaimana mungkin ada orang lain yang mau mengerti semua itu, memakluminya dan menerima aku begitu saja? Tidak, tidak akan ada orang lain yang akan bisa memahami. Aku bahkan nyaris percaya bahwa tidak akan ada orang lain di dunia ini yang mau menerima semua kekuranganku itu. Aku terlalu buruk, terlalu jelek, terlalu memprihatinkan.
Karena itulah aku tidak berani menerima tawarannya untuk bertemu. Aku tahu dia telah berusaha menyempatkan diri untuk bertemu denganku, aku tahu dengan penolakanku itu dia pasti akan sangat tersinggung. Tapi sungguh, aku tidak bisa membiarkan diriku melakukannya dan pada akhirnya malah mempermalukan diriku sendiri! Tidak bisa, aku tidak mau.
Sekarang aku benar-benar telah membohongi diriku, aku mengingkari kata hatiku sendiri. Tapi kali ini aku memaafkannya. Aku yakin aku harus melakukannya, kalau tidak aku akan membuatnya kecewa. Aku bahkan sudah membuatnya kecewa dengan segala perhatian berlebihan yang seharusnya tidak aku berikan kepadanya. Aku yakin sikapnya yang berusaha menahan diri dan sopan itu karena dia juga sangat menghormatiku, menghormati statusku yang tidak sendiri lagi.
Jadi kali ini biarkan saja aku berbohong dengan hatiku, melakukan sesuatu yang bertentangan dengan keinginan hatiku sendiri. Aku tidak mau kehilangan dia yang sudah seperti kakak pribadiku_sosok yang sebenarnya aku cari-cari selama ini_tapi aku juga tidak bisa memaksakan kehendakku yang akan menyakitinya pada akhirnya.
Benar, aku harus berbohong dengan diriku sendiri. Kali ini saja. Biarkan saja.

 
~ Rab ~

 
Ya ampun, aku tidak sadar kalau aku sudah membaca semuanya! Memang aku tidak membaca semua datanya yang aku yakin sudah dia isi sejak awal tahun, tapi tetap saja aku sudah membaca terlalu banyak! Aku tidak sengaja, sungguh! Aku tahu seharusnya aku berhenti membaca sejak paragraf pertama, tapi aku tidak bisa mencegah keingintahuanku karena siapa tahu dengan membaca ini aku bisa mengerti apa yang sedang dipikirkannya selama beberapa hari ini dan yang membuatnya begitu stress.
Aku tahu, aku mengaku salah.
Tapi, kalau memang semua itulah yang dipikirkannya selama ini, berarti dia memang sedang mengalami masalah yang cukup serius. Masalah percintaan memang selalu menjadi masalah serius, tapi kalau itu adalah masalah percintaan di dunia maya? Apa lagi dia juga sampai-sampai harus membohongi dirinya sendiri. Itu tidak sehat, tidak baik untuk dirinya sendirri. Ya ampun, itu jauh lebih serius lagi.
Aku tidak akan menanggapi apa-apa lagi, aku juga sudah tidak tahu harus menanggapi bagaimana. Tapi yang jelas aku bersyukur karena sudah sedikit mengerti bagaimana situasi yang sedang dihadapinya. Paling tidak dengan begini aku bisa memutuskan harus memilih bersikap bagaimana untuk menanggapinya nanti.
Tenang, aku akan berusaha menjadi seorang kakak yang paling baik baginya, yang akan terus mendukung dan menuntunnya di jalan yang benar.
Aku janji, jadi jangan khawatir.

 
200910 ~ Black Rabbit ~