UNTUK APA MEMBUAT FILM?

“Apa sih alasan seseorang menonton film?”

Mungkin ini adalah pertanyaan yang sangat umum ditanyakan dan begitu basi untuk dibahas. Tapi, pernahkah kalian bertanya untuk apa sebuah film dibuat? Bagaimana jika sebuah film dibuat dengan tujuan dan maksud tertentu?

Selain untuk meraih sejumlah keuntungan, hampir setiap film dibuat untuk tujuan hiburan. Dengan meningkatnya aktifitas dan kesibukan hidup seseorang, terutama dikalangan penduduk kota besar, berdampak dengan tingkat stress yang semakin tinggi dari hari ke hari, kebutuhan hiburan pun semakin meningkat. Salah satu sarana hiburan yang paling digemari di seluruh dunia adalah film. Dengan menawarkan berbagai macam petualangan yang dapat dibagi secara personal kepada setiap penonton, menonton film bisa disebut sebagai sebuah media hiburan yang paling efektif untuk menghilangkan penat yang dirasakan akibat kegiatan sehari-hari yang padat dan monoton.

Selain itu setiap genre film memiliki misi mereka sendiri yang disampaikan kepada penonton tanpa penonton itu sendiri menyadarinya. Misalnya saja film horror, selain memberikan sensasi kaget yang selalu ditunggu-tunggu, film horror mengajarkan kita untuk dapat melawan rasa takut itu. Film kartun pun memiliki visi lain yang dapat kita pelajari. Selain membuat imajinasi kita berkembang dengan baik, beberapa film kartun, yang umumnya diperuntukkan bagi anak-anak, mengandung nilai-nilai kebaikan yang dapat dipelajari dan semoga saja dapat dicontoh dengan baik oleh penontonnya. Dan bahkan film komedi pun dapat mengajarkan penontonnya untuk dapat melihat sisi ‘lucu’ dari segala masalah yang kita hadapi dan mencari solusinya dengan suasana hati yang lebih ringan setelah tertawa.

Itu saja? Tunggu dulu, masih ada lagi. Media film dapat membantu para penontonnya untuk dapat meningkatkan rasa nasionalisme mereka, menghilangkan stigma negative masyarakat terhadap kalangan ataupun sesuatu dan bahkan dapat mengubah pencitraan penonton.

Tidak percaya? Masih ingat dengan film yang diperankan Shah Rukh Khan yang berjudul ‘My Name Is Khan’? Film ini dibuat pada tahun 2010, Sembilan tahun setelah tragedy pemboman menara kembar di Amerika pada 9 September 2001. ‘My Name Is Khan’ bercerita mengenai keluarga muslim di Amerika yang mengalami perlakuan buruk setelah peristiwa pemboman teroris terbesar di Amerika tersebut. Melalui film ini, para penonton diingatkan bahwa betapapun kejamnya tindakan terorisme tersebut, tidak semua muslim di dunia patut disalahkan.

Bahkan konon katanya film kartun Popeye The Sailorman yang pertama kali muncul sebagai comic strips di Koran King Features pada 17 Januari 1929 mampu meningkatkan minat anak-anak pada masa itu untuk mengkonsumsi bayam sehingga tingkat penjualan sayuran tersebut meningkat 30% lebih pada tahun 1933.

Dan bukan hanya itu. Bukan rahasia lagi bahwa Amerika yang merupakan Negara produsen film terbesar di dunia sudah begitu banyak membuat film-film terutama genre action di mana endingnya selalu dimenangkan oleh Negara tersebut, tidak peduli Negara mana yang menjadi lawan atapun sekutu mereka, tidak peduli makhluk dari planet manapun yang menyerbu dan bahkan tidak peduli bencana alam apa pun yang menerjang, Negara tersebut akan mampu bertahan. Well, kalau dipikir-pikir tindakan ini sungguh tidak adil, ya kan? Tapi bukankah mereka membuat film mereka sendiri? Jadi mereka tentunya bebas membuat film dengan tema yang mereka sukai, bukan?

Lagipula, tidak bisa dipungkiri, cara ini cukup efektif, loh! Melalui berbagai film action yang mereka ciptakan, film ini ternyata mampu meningkatkan nasionalisme penduduknya menjadi cukup tinggi. Ini dapat dibuktikan dari jumlah masyarakatnya yang rela mendaftarkan diri mereka menjadi tentara dengan suka rela untuk membela negera mereka tanpa perlu menerapkan system wajib militer. Selain itu, pemerintah Amerika sendiri begitu mendukung produksi perfilman Negara mereka karena mereka menyadari bahwa media ini adalah cara yang sangat ampuh untuk ‘menyentuh’ kalangan muda mereka dan ‘menanamkan’ pendidikan moral yang mereka inginkan.

Kenyataan ini seharusnya dapat menyadarkan kita bahwa media ini merupakan sarana yang cukup ampuh untuk merangkul kawula muda kita. Karena tanpa kita sadari, film membawa dampak yang cukup besar bagi masyarakat modern, sama seperti iklan televisi, social media dan media cetak. Terlepas dari berbagai dampak negative yang pastinya akan selalu ada di setiap hal yang dilakukan setiap orang, bukankah media film ini cukup berhasil memberi dampak yang baik bagi penontonnya?


Dan mau tidak mau kita juga harus mengakui bahwa perkembangan masyarakat pun dapat dilihat dari perkembangan media-media tersebut. Jadi bisakah kalian bayangkan bagaimana perkembangan masyarakat kita bila film-film dalam negeri yang dapat kita konsumsi kebanyakan adalah film-film horror bertema tahayul yang penuh dengan unsure seksual atau film-film drama komedi ecek-ecek yang hanya menjual paha dan dada? Saya rasa sudah saatnya penonton Indonesia dapat lebih kritis memilih tontonan yang akan mereka tonton. Dan hendaknya para sineas di perfilman Indonesia juga dapat bangkit dan menciptakan film-film berkualitas yang dapat ‘dipelajari’ para penontonnya, bukan hanya mempertimbangkan sisi keuntungan pihak sineas semata. Jika memang target pasar mereka adalah para anak-anak bangsa, maka hendaknya para sineas dapat lebih menanamkan visi dan misi yang lebih positif di setiap karya mereka tersebut. Bukankah masa depan Negara kita ada di tangan anak-anak bangsa kita sendiri?